Kejutan

126 117 59
                                    

           Hai, guys, terima kasih untuk segala apresiasi dari kalian. Maaf apabilah ini terlihat kaku dan monoton. Sesungguhnya, tidak ada yang lebih baik selain daripada karya hasil dari pemikiran sendiri.

       Terima kasih telah membaca sampai sejauh ini. Jangan lupa pasang earphone kalian dan nikmatilah lagu "Kekasih Bayangan" untuk part ini.

Happy Reading ….

Penulis.

      “Lan, ke sana yuk!” ajak Hadi seraya menunjuk ke suatu arah. Ia menunjuk sebuah claw machine yang sesak oleh kaum muda.

        Tak jauh dari claw machine itu, berdiri megah sebuah panggung hiburan. Beberapa vokalis lokal tengah asyik mendendangkan lagu-lagu cinta. Alunan petikan gitar mendramatiskan suasana.

        “Lan …, hei!” tegur Hadi seraya melambai-lambaikan tangannya ke hadapan Wulan.

       Wulan yang ketahuan melamun jadi gelagapan ketika ditegur Hadi, “Eh, iya.”

       “Ngelamunin apa sih?”

       “Hm, tadi kamu bilang Kevin ada di sini. Kamu nggak bohong kan?” tanya Wulan risau.

       Spontan Hadi merogoh ponselnya di saku celana. “Nih!” Ia sodorkan benda pipih itu kepada Wulan.

       Wulan tidak mengerti maksud Hadi, namun ponsel itu tetap ia terima. Layar ponsel itu menampilkan sebuah unggahan foto di media sosial milik Kevin. Memang benar dalam foto itu tampak Kevin tengah berpose di tengah suasana festival, foto itu diunggah satu jam yang lalu. Wulan mengangguk paham. Kini ia yakin bahwa yang Hadi katakan itu benar.

       “Kita ke sana dulu yuk! Mana tahu nanti ketemu sama Kevin,” ajak Hadi. Hasratnya masih tertantang untuk bermain claw mechine. Ia ingin menghadiahkan sebuah boneka untuk Wulan.

       “Ayo!” Hadi mengulurkan tangannya.

       Wulan menerima uluran tangan Hadi. Ia genggam erat tangan sahabat terbaiknya itu.

       Untuk dapat memainkan claw mechine itu, Hadi harus mengantre di antara beberapa anak muda yang berambisi memenangkan permainan ini. Sebagian besar anak muda yang ada di sana berpasangan. Mungkin mereka juga punya niat yang sama seperti Hadi—ingin menghadiahkan sebuah boneka untuk orang terkasihnya. Atau semelenceng-melencengnya terkaan, mereka dipaksa kekasihnya untuk menghadiahkan boneka dengan usaha yang tidak biasa.

       Sebetulnya, mereka bisa saja membeli boneka yang dijual oleh beberapa kios yang ada di festival ini. Bahkan, itu jauh lebih mudah dan praktis. Mereka tidak perlu susah payah mengantre. Tidak perlu pula berharap lebih agar dipermudah mendapatkan boneka yang terkurung dalam mesin kaca itu. Tapi begitulah cinta, terkadang hal yang paling istimewa itu dinilai dari usahanya bukan dari hasilnya.

       Lama Hadi dan Wulan berdiri mengantre. Karena tidak tega melihat Wulan yang capai berdiri, mengantre—apalagi dia menggunakan sepatu hak—akhirnya Hadi menyuruh Wulan menunggunya disalah satu tempat duduk yang disediakan di depan pentas.

       “Lan, kamu duduk di sana saja ya, aku kasihan sama kamu.”

       “Kasihan?” Wulan mengerutkan kening.

CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang