Hari Baru untuk Ema

35 41 7
                                    

Usai makan bakso Mang Ujang, Hadi dan Ema kembali melanjutkan obrolan mereka sembari duduk-duduk di beranda rumah Hadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Usai makan bakso Mang Ujang, Hadi dan Ema kembali melanjutkan obrolan mereka sembari duduk-duduk di beranda rumah Hadi. Untuk beberapa hari ke depan, Ema dan mami-nya akan tinggal di rumah Hadi sampai mendapatkan tempat tinggal yang cocok bagi keduanya. Itu artinya Ema akan menghabiskan banyak waktu bersama sahabat lamanya itu.

"Ema, mungkin kita hanya akan bersama hingga satu setengah tahun ke depan." Hadi membuka obrolan.

"Kenapa?" tanya Ema dengan malas, ia kekenyangan selepas makan bakso.

"Karena ...," Hadi menghentikan ucapannya sejenak, "aku akan ke Sidney setelah lulus SMA."

Ema terperanjat, "Hah?!" Hanya itu yang keluar dari mulut Ema. Tiba-tiba masa lalu yang kelam menghantui dirinya setelah mendengar keinginan Hadi pergi ke negeri kangguru.

"Aku akan melanjutkan pendidikanku di sana. Papa ingin aku menjadi penerus perusahaannya. Papa ingin aku belajar bisnis dari negara maju. Aku tidak bisa menolak," ungkap Hadi terus terang.

Ema menelan ludah. Hadi berkata dengan serius. "Apakah tidak ada pilihan lain?" tanya Ema sedih, seolah ingin bersama dengannya lebih lama. Satu setengah tahun bukan waktu yang lama. Apalagi untuk membayar rindu setelah berpisah lama.

"Sepertinya tidak, aku sudah bernegosiasi dengan papa, tapi papa bersikeras. Sebenarnya, tidak masalah untukku. Toh, aku juga belum punya tujuan yang jelas."

"Bagaimana dengan tante Rosa?" tanya Ema.

"Mama juga berat hati melepasku. Tapi biarlah aku yang akan meyakinkannya," jawab Hadi.

"Hadi, aku takut terjadi sesuatu kepadamu. Negeri orang tak seramah negeri sendiri. Pikirkan lagi Hadi!"

"Aku sudah memikirkannya. Keputusanku sudah bulat."

Ema terdiam. Dia mengalah. Apa yang bisa dia perbuat? Tidak ada. Ema seolah menerima semua itu dengan berat hati. Ia takut apa terjadi kepadanya terjadi pula kepada Hadi.

"Jika memang demikian aku bisa apa, Hadi? Aku tidak bisa melarangmu 'kan? Tapi, aku ingin mengajukan satu permintaan kepadamu. Aku tidak memaksamu untuk memenuhinya, tapi aku berharap waktu berbaik hati mempertemukanmu dengan papi ...."

Hadi menoleh kepada Ema yang berkata dengan mata berkaca-kaca.

"Setelah semuanya berakhir, kudengar papi pindah ke Sidney bersama keluarga barunya. Aku begitu merindukannya. Aku ingin memberikan sesuatu untuknya, tapi aku tak mungkin kembali ke sana. Aku akan menitipkan barang itu nanti, saat kau benar-benar akan berangkat ke Sidney," lanjut Ema dengan air mata tertahan.

Hadi mengangguk ringan. Ia acak rambut kawannya itu dengan lembut seraya berbisik, "Kau gadis yang kuat, Ema."

Ema mengembangkan senyum ketika Hadi berkata demikian. Ia tahu Hadi akan melakukan yang terbaik untuk harapannya itu. Malam ini, Ema lebih baik daripada malam-malam di negeri kangguru.

🌙🌙🌙

Ketukan keras dari luar pintu kamar Hadi membuatnya terjaga. Hadi turun dari ranjang dan berjalan gontai ke arah pintu untuk membukanya.

"Good morning my little friend!" teriak seseorang yang berdiri di ambang pintu. Suaranya terdengar menggelegar dan bersemangat.

Hadi terbelalak mendapati Ema yang telah rapi dengan seragam sekolah barunya. Ia tampak girang berdiri di ambang pintu kamar Hadi seraya tersenyum dan menggoyang-goyangkan kepalanya pelan-terlalu senang.

"Loh, kok ...? Eh, katanya kemarin masih capai, kok sekarang?-"

"Ssttt ...." Gadis itu meletakkan telunjuknya di bibir Hadi. "Mandi cepat, keburu telat!" suruh Ema sambil menarik tangan Hadi untuk keluar dari kamarnya.

"Eh ..., ta ... tapiii ...."

"Cepatan!"

🌙🌙🌙

Pagi ini menjadi hari pertama Ema masuk sekolah. Rasa lelah yang mengganggunya semalam tiba-tiba saja lenyap pagi ini, itulah sebabnya ia memutuskan untuk mulai sekolah hari ini juga.

Selepas sarapan, ia berangkat bersama Hadi. Mereka berboncengan mengendarai vespa milik Hadi. Ini adalah hari yang tidak biasa bagi Hadi. Hadi merasakan kegembiraan yang luar biasa. Ia tampak lebih berenergi. Jantungnya berdegup kencang saking senangnya. Seolah ada hal baru yang akan menyelingi segala duka dalam hatinya.

Tak perlu khawatir, ku hanya terluka
Terbiasa 'tuk pura-pura tertawa
Namun bolehkah s'kali saja ku menangis?
Sebelum kembali membohongi diri

... Ha, ha, ha-ah
Ha, ha, ha-ah
Ha, ha, ha-ah-oh

Mereka bersenandung riang. Bernyanyi dan berteriak sesuka hati. Jalanan kota pagi itu seolah hanya milik mereka berdua. Dikuasai oleh hawa kegembiraan yang tiada tara. Panas mentari pagi yang menerpa kulit menjadi sumber energi terbesar bagi keduanya.

... Kita hanyalah manusia yang terluka
Terbiasa 'tuk pura-pura tertawa
Namun bolehkah sekali saja ku menangis?
Ku tak ingin lagi membohongi diri
... Ku ingin belajar menerima diri

Tiba di ujung lagu, Hadi memergoki Ema lewat spion vespanya tengah mengusap air mata. Bersamaan dengan itu, lampu lalu lintas menyala berwarna merah. Hadi menghentikan vespanya lantas menoleh ke belakang.

"Jangan nangis, nanti cakepnya hilang!" seru Hadi. Ia mengembangkan senyum manisnya.

"Nggak apa-apa nggak cakep yang penting nangis!" balas Ema.

Hadi hanya menggeleng pelan masih dengan senyum yang mengembang di bibirnya. Ia kembali mengalihkan pandangan ke depan.

"Eh, eh, lihat, tuh! Itu 'kan Emline, model muda asal Indonesia yang berkarir di Australia!" pekik salah seorang pengendara motor kepada teman yang ia bonceng.

"Oh My God! She is Emline Madison!" Temannya menanggapi tak kalah histeris.

Ema merasa risih tiba-tiba. Teriakan dua pengendara sepeda motor itu membuat beberapa orang di sekeliling mereka memandang Ema dengan tatapan terpukau. Beberapa orang bahkan mengarahkan kamera ponselnya ke arah Ema yang bersusah payah menutupi wajah. Ia tidak menyangka bahkan setelah karirnya berakhir masih ada yang mengenali dirinya.

"Hadi, kita harus pergi secepatnya!" Ema mendekatkan mulutnya di dekat telinga Hadi yang terhalang helm agar suaranya terdengar jelas.

Hadi yang menangkap suasana dan perasaan tak senang dari Ema pun menjawab, "Sebentar lagi nih!"

Tak lama kemudian lampu hijau menyala. Hadi menerobos di tengah kerumunan kendaraan lain. Mencari celah untuk lewat dan menyelip pengendara lain. Melajukan kecepatan vespanya. Membuat Ema memeluk pinggang Hadi dengan spontan.

 Membuat Ema memeluk pinggang Hadi dengan spontan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang