Bertiga

48 45 46
                                    

Di sepanjang koridor sekolah, Ema sebisa mungkin bersikap profesional dan santai menanggapi berbagai reaksi dari para siswa yang melihat kehadirannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sepanjang koridor sekolah, Ema sebisa mungkin bersikap profesional dan santai menanggapi berbagai reaksi dari para siswa yang melihat kehadirannya. Sejak Ema mamasuki gerbang sekolah, bersuit-suit siswa laki-laki mengagumi penampilannya. Beberapa siswi tampak berbisik iri, ada juga yang kagum sekaligus girang karena satu sekolah dengan idolannya. Hadi hanya tersenyum penuh wibawa ketika berjalan bersama model terkenal itu. Oleh Hadi, Ema diantar ke ruang majelis guru untuk diinformasikan lebih lanjut mengenai kelas yang akan dia tempati.

"Nanti, jam istirahat, kita bertemu di koridor kelas, oke!" seru Hadi sebelum meninggalkan Ema menuju kelasnya.

Ema mengacungkan jempolnya pertanda setuju lantas melambaikan tangan ketika Hadi melangkah jauh darinya.

🌙🌙🌙

Kelas yang awalnya riuh rendah mendadak senyap ketika Pak Togar masuk diiringi langkah Ema. Seluruh mata tertuju ke depan kelas. Sebagian siswa terbelalak kaget. Menyeru-nyerukan nama Emline Madison. Susi malah histeris ketika menyadari bahwa seorang model terkenal bisa bersekolah di sekolah yang sama dengannya bahkan satu kelas.

"Aku nggak salah lihat, 'kan?"

"Ini seperti mimpi!"

"Emline Madison!"

"Mantap, nih, satu kelas sama cewek cantik plus kondang!"

"Ananda, tolong tenang!" tegur Pak Togar kepada seluruh siswa kelas XI IPS 5.

Seketika hiruk-pikuk yang terjadi beberapa menit itu, berubah menjadi suasana yang hening dan senyap. Seluruh siswa khusyuk menatap Ema yang menjadi objek kondang dadakan di depan kelas.

"Di samping bapak ini adalah siswi baru di sekolah kita. Mungkin sebagian dari kita sudah kenal dengannya, tapi alangkah baiknya kita dengarkan perkenalan diri darinya terlebih dahulu. Baiklah ananda, silakan!"

Ema menarik napas dalam. "Selamat pagi, semua. Perkenalan, nama saya Ema, Emline Madison. Silakan panggil saya Ema. Saya pernah numpang hidup di Australia, tapi darah asli Indonesia. Terima kasih."

"Namanya keren, Emline Madison, tapi maunya dipanggil Ema, kelihatan kampungan banget nggak, sih?" tanya Rena setengah berbisik kepada Susi.

Susi mencubit pelan lengan Ema karena menyadari kalau gadis itu mendengar penuturan Rena.

"Silakan ananda duduk di samping Citra," tutur Pak Togar usai Ema memperkenalkan diri.

Ema segera melangkah ke bangku barisan depan paling pojok dekat pintu masuk kelas. Ema tersenyum kepada gadis berkacamata itu sebelum mendaratkan diri di kursinya. Citra membalasnya dengan senyum canggung seraya mengangguk, memperkenankan Ema duduk.

"Ema." Ema menyodorkan tangan mengajak Citra berjabat tangan. Meski telah memperkenalkan diri, Ema merasa harus lebih akrab dengan teman sebangkunya.

Ragu-ragu Citra jabat tangan Ema. "Aku Citra."

Pelajaran sosiologi dimulai. Ema merasa nyaman di hari pertamanya sekolah. Citra menjadi teman yang asyik dalam hal bertukar pikiran. Baru dua jam di kelas barunya, Ema sudah merasa akrab dengan Citra. Di sela-sela waktu pertukaran jam pelajaran, mereka mengobrol mengenai pelajaran-pelajaran di Indonesia yang tentu saja kurikulum pembelajarannya sangat berbeda dengan Australia. Cerita Ema mengenai sistem pelajaran di Australia membuat Citra terkagum-kagum.

"Dengan sistem pendidikan sebagus itu, kenapa kamu memilih pindah dan sekolah di Indonesia?" tanya Citra bingung.

Belum sempat Ema jawab pertanyaan itu, Bu Wati selaku guru seni budaya sudah memasuki kelas. Obrolan mereka terhenti. Kini mereka sibuk memfokuskan diri ke pelajaran seni budaya.

🌙🌙🌙

Pukul 10:00, bel tanda istirahat berbunyi nyaring. Pelajaran seni budaya disudahi dengan berbagai tugas. Setelah Bu Wati meninggalkan kelas, berbondong-bondong siswa kelas XI IPS 5 menuju ke kantin. Namun, beberapa di antaranya memilih tinggal di kelas, tidak biasanya begini. Mereka malah mengerumuni Ema, meminta kesediaan Ema untuk berfoto bersama atau bertanya ringan mengenai hal-hal yang tak penting.

Kerumunan itu memudar ketika Susi merangsek masuk di antara mereka. Susi dengan pembawaan diri yang angkuh sekaligus caper, mengulurkan tangan kepada Ema. Jujur saja, ia iri kala Ema, si model kondang menyalami Citra, si gadis culun yang tak tahu seluk-beluk tentang Ema.

"Kenalin, aku Susi." Susi mengulurkan tangan yang kemudian disambut baik oleh Ema. "Kalau kamu cari penggemar berat-mu di sekolah ini, aku-lah orangnya. Kalau ada waktu, aku ajak kamu ke rumahku. Kamu bisa lihat sendiri di kamarku, betapa banyak gambarmu terpampang di sana."

Ema hanya mengangguk.

"Oh, iya, di sekolah ini, aku miss of fashion show selama dua semester berturut-turut. Aku berkeinginan jadi model. Kedepannya, kita bisa akrab karena punya kesenangan yang sama," ungkap Susi seakrab mungkin.

Ema mendengarkannya dengan jemu. Penuturan Susi seolah riya di telinganya.

"Oh, iya, kalau nggak keberatan, kamu bisa bagi nomor teleponmu ke aku." Susi menyerahkan ponselnya.

Sebenarnya, Ema enggan membagi nomor teleponnya secara cuma-cuma kepada orang yang tidak memiliki kepentingan khusus dengannya. Akhirnya, karena tidak enak hati kepada Susi, Ema membagi nomor telepon rumah Hadi. Ia raih ponsel genggam dari tangan Susi, lalu mengetik beberapa digit angka.

"Thanks, ya! Nanti malam, kita bisa ngobrol seputar dunia permodelan," kata Susi senang.

🌙🌙🌙

Ema melihat dari jauh seseorang melambaikan tangan ke arahnya. Semakin dekat orang itu dengannya, barulah ia ketahui bahwa itu Hadi. Ema meninggalkan Citra di kelas karena menolak diajakannya ke kantin.

"Sudah nunggu lama?" tanya Hadi.

"Nggak, baru saja, kok."

Hadi menganggut-anggut.

Mereka berjalan beriringan menuju kantin. Di kantin, Wulan sudah menunggu. Gadis itu duduk sendiri menikmati jus jeruk seraya membaca buku. Suasana di kantin lebih riuh ketika Ema datang. Reaksi siswa-siswa itu tidak dapat diekspresikan. Semua heboh mendapati seorang model kondang bersekolah di sekolah lokal.

"Hai, Wulan!" sapa Hadi.

Wulan menengadahkan wajahnya, "Eh, Hadi ... eee," Wulan terbata ketika hendak menyapa seseorang yang datang bersama Hadi. Akhirnya yang ia lakukan hanyalah tersenyum ramah, mempersilakan mereka duduk.

Setelah memesan makanan, Hadi membuka obrolan. "Wulan, ini Ema, teman kecilku." Hadi memperkenalkan Ema kepada Wulan. Yang kemudian ucapannya ditanggapi Ema dengan sodoran tangan kepada Wulan.

"Ema."

"Wulan." Wulan menjabat tangan Ema.

"Sudah lama kenal Hadi?" tanya Ema penasaran.

"Sejak kelas X karena satu kelas," jawab Wulan.

Ema mengangguk paham.

"Kuharap, kita bertiga bisa bareng terus," ungkap Hadi.

Wulan dan Ema tersenyum setuju.

Wulan dan Ema tersenyum setuju

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang