"Wulan, ada baiknya kamu melepas perasaanmu kepada Kevin. Dia itu-" Ingin sekali Ema mengungkapkan perspektifnya tentang Kevin, sayangnya Wulan memotong pembicaraannya.
"Cintaku tulus kepada Kevin, aku akan pertahankan perasaan ini apa pun yang terjadi. Berapa pun harganya akan aku beli," tegas Wulan.
"Kamu yakin?" tanya Ema sembari menyingkirkan mangkuk bubur ayamnya yang telah kosong ke sudut meja.
"Yakin!" jawab Wulan mantap.
"Tapi risiko sakit hatinya besar."
"Aku nggak peduli. Aku yakin dia akan luluh suatu hari nanti," tepis Wulan.
"Baiklah, hm … soal Kevin …, apakah dia benar-benar cinta pertamamu?" tanya Ema serius.
"Entahlah, tapi aku merasakan emosi yang kuat terhadapnya dan itu tidak aku rasakan pada pria lain."
"Termasuk Hadi?" Ema mulai terus terang menanyakan keraguan hatinya.
"Mungkin."
Ema mengerutkan kening. "Mungkin?" ulang Ema tak paham.
"Hadi baik, aku merasakan emosi yang berbeda jika di dekatnya, tapi Hadi hanya sahabatku tidak lebih."
Ema bernapas lega.
🌙🌙🌙
Setelah kejadian kemarin, Susi tampak sensitif terhadap Ema. Begitulah yang Ema rasakan sejak jam pelajaran pertama. Namun, Ema tidak ambil pusing dengan sikap Susi yang mulai menujukkan ketidaksenangan terhadapnya. Toh, dia tidak mendapatkan kerugian jika dibenci oleh gadis itu.
Hari ini Citra tidak sekolah. Sebuah amplop putih di meja guru berisi surat izin dari Citra, menerangkan bahwa gadis itu tengah menghadiri acara keluarga. Ema merasa bosan karena hanya sedikit orang yang mengajaknya bicara. Ia sendiri bukan tidak ingin memulai obrolan dengan teman-teman yang lain, sikap tak mengenakan Susi membuatnya urung untuk banyak bicara.
Setelah jam istirahat berakhir, Bu Risa masuk ke kelas. Sesuai janji seminggu yang lalu, tugas kelompok geografi dikumpulkan dan dipresentasikan hari ini. Ema sebagai siswi baru, ia digabungkan di salah satu kelompok. Ema lebih banyak menyimak karena tugas ini diberikan sebelum ia menginjakkan kaki di sekolah ini. Sesekali ia turut juga dalam diskusi kelompok untuk menyerukan argumennya.
"Sekarang giliran kelompok empat!" suruh Bu Risa setelah kelompok tiga mempresentasikan tugasnya.
Semua siswa kelas XI IPS 5 saling pandang lantaran tak seorang pun dari kelompok empat yang menujukkan batang hidungnya. Sementara itu di bangku nomor tiga, Rena mulai gelisah. Susi tampak geram karena Citra selaku penanggung jawab tugas ini malah izin tidak masuk sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cantik
Teen FictionKamu itu cantik! Nggak perlu muluk-muluk untuk jadi cantik karena cantik nggak cuma soal fisik. Cerita ini diikutsertakan dalam kompetisi Writing Project yang diselenggarakan oleh @RdiamondPublisher #WPRD2TimHipHop #WritingProjectDiamond #RDiamondP...