Malam semakin dingin, Hadi dan Ema beranjak ke kamar masing-masing membawa pikiran yang berbeda-beda. Ema dengan kesedihannya dan Hadi dengan rasa berbunga yang tiada tara. Semua bertolak belakang.Di kamar, Ema lirik maminya sudah tertidur pulas. Ia tarik selimut untuk membalut tubuh maminya yang lelah. Ema masih belum dapat memejamkan mata. Ia menyandarkan tubuhnya di punggung dipan. Menerawang atmosfer yang terasa hampa. Pikirannya mengembara sejauh yang ia mampu. Hinggap pada masa lalu dan kemungkinan-kemungkinan yang akan datang.
Hadi, andai jujur itu semudah mengenang masa lalu, maka akan dengan mudah kukatakan ini kepadamu. Hadi, papi entah dimana sekarang. Mami tampak sangat lelah setiap hari. Aku juga lelah, tapi tidak punya teman untuk berkeluh kesah. Hadi, adanya kamu membawa hal baik untukku. Hari yang mengesankan, suasana yang menyenangkan, canda tawa tiada henti, memang itu yang kumau dan aku mendapatkannya darimu.
Hadi, aku ingin bersamamu terus. Aku takut sepi. Aku sedih jika nanti tak lagi mendapat semua kesenangan ini. Bukankah aku kemari untuk menghapus rasa sedihku? Jadi, jika itu tidak aku dapatkan, buat apa ini semua kulakukan?
Hadi, aku ingin memilikimu sebagaimana dulu aku bisa memilikimu seutuhnya. Aku ingin menjadi Ema kecil dan ingin kamu menjadi Hadi tengil. Lucu ya, aku ingin seperti itu lagi. Bukankah itu menyenangkan?
Hadi, salahkah bila aku berharap banyak kepadamu? Kita sudah lama bersama dan berpisah. Aku ingin menjadi sesuatu yang 'lebih' untukmu. Aku ingin kamu menyadari ini.
Jangan salahkan aku, Hadi, jika suatu saat rasa nyaman ini tumbuh beringas dalam hatiku dan mungkin berubah menjadi perasaan-perasaan yang lebih serius.
Ema menghela napas lemah. Jam dinding di pojok kamar seolah menyuruhnya untuk segera tidur.
🌙🌙🌙
Telepon
Telepon berdering, darimu ternyata
Dari seberang sana kau bertanya
Dari seberang sini aku berpuisi
Kau bertanya aku dengan siapa
Kujawab dengan mendung
Kau bertanya aku sedang apa
Kujawab sedang bercumbu dengan rindu
Kau bilang kangen
Kujawab tidak perlu
Kau tanya kenapa
Kujawab karena kangen itu sedang bersanding bersama bayanganmu.Sebuah puisi berjudul "Telepon" dari buku "Buku Juga Bisa Jatuh Cinta" mampu membuat Hadi mesem sendiri. Sejauh ini puisi-puisi yang ia baca dalam lembaran buku itu cukup membuat perasaannya lebih baik. Ia yakin Wulan juga merasakan emosi ini kala membaca puisi-puisi dalam buku bersampul hitam itu.
"Wulan, lucu juga ya, kamu pasti baper sendiri baca buku ini." Hadi bermonolog. Ia raih bingkai foto di sudut nakas-fotonya bersama Wulan ketika menggunakan kacamata karakter tampak lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cantik
Teen FictionKamu itu cantik! Nggak perlu muluk-muluk untuk jadi cantik karena cantik nggak cuma soal fisik. Cerita ini diikutsertakan dalam kompetisi Writing Project yang diselenggarakan oleh @RdiamondPublisher #WPRD2TimHipHop #WritingProjectDiamond #RDiamondP...