"Benar-benar ya, Wulan itu!" Susi menyeringai geram. "Kamu juga ngapain sih, terima kado dari dia?"
Mendapat pertanyaan seperti itu dari Susi, Kevin berkelit, "Aku mana tahu kalau kado itu dari Wulan."
"Makanya kalau ada apa-apa konfirmasi dulu, kek ke aku!" ujar Susi.
"Iya, aku salah, aku minta maaf."
"Memang harus dikasih pelajaran anak itu!" cetus Susi. Ia menatap ke arah Rena.
Rena yang dilirik oleh Susi langsung paham maksud sahabatnya itu. Ia mencoba mencegah, "Sudahlah, biarin saja. Lagian Kevin juga nggak tertarik lagi sama kado itu."
"Tapi, kalau didiam-in terus dia jadi keterlaluan, Ren." Susi bersikeras.
Hening di antara mereka. Rena hanya menatap gusar ke arah sahabatnya itu, sementara Kevin tak acuh dengan yang akan Susi lakukan.
"Nggak usah ikut-ikutan," Andi berbisik ke dekat telinga Rena.
🌙🌙🌙
Bel tanda pulang berbunyi nyaring. Berhamburan para siswa keluar dari kelas masing-masing. Lorong-lorong kelas menjadi sangat ramai dan dipadati siswa yang lewat. Di kelas XI MIPA 2, beberapa siswa memilih tetap tinggal di kelas untuk sekadar melaksanakan piket atau menyalin materi di papan tulis.
Sore masih belum senja. Wulan melangkah cepat menuju perpustakaan sekolah untuk meminjam beberapa buku referensi guna menyelesaikan tugas biologi yang diberikan Pak Ari. Sayang sekali, perpustakaan sekolah sudah tutup. Wulan lupa kalau hari ini perpustakaan hanya buka sampai pukul tiga sore. Lemas, Wulan menyeret langkahnya dengan gontai. Ia berniat langsung pulang sore ini dan akan kembali lagi ke perpustakaan esok hari.
Suasana sekolah sudah sepi. Tidak seperti hari biasanya, jadwal ekstrakurikuler hari ini ditiadakan lantaran ujian semester sudah di ambang mata. Oleh pihak sekolah para siswa diminta fokus belajar untuk menyambut ujian semester. Sehingga hal-hal yang mungkin akan mengganggu keefektifan belajar dijauhkan terlebih dahulu.
"Aduh!" pekik Wulan kesakitan. Wulan menoleh ke belakang ketika ia merasa rambutnya dijambak oleh seseorang. "Kamu?!"
"Iya, aku masih punya urusan sama kamu!" Gadis itu menarik dengan kasar rambut Wulan yang dikepang dua.
Wulan menunduk. Seketika rasa takut menjalari perasaannya. Gadis yang pernah merundungnya di toilet kini berada di hadapannya. Menatap nanar ke arah dirinya. Meski gadis itu tidak bersama temannya, Wulan tidaklah mampu menghadapinya sendirian.
"Mau apa kamu?" Suara Wulan terdengar bergetar.
"Aku mau ini sudah lama, tapi nggak pernah kamu hiraukan ... jauhi Kevin!" Ia berkata dengan nada ketus.
Wulan mengelak, "Maaf, Mbak, tapi aku nggak pernah dekati Kevin-"
"Omong kosong!" potong gadis itu. "Ini apa, ha?!" Ia kemudian memperlihatkan jam tangan yang Wulan beli kemarin sore.
Wulan gugup. Keringat dingin mengucur deras. Tubuhnya bergetar. Tak berani ia tatap gadis bingas di depannya.
Tidak mendapatkan reaksi apa-apa dari Wulan, gadis itu dengan kasar dan penuh perasaan benci mendorong Wulan hingga terjatuh ke lantai. Jam tangan berwarna biru gelap itu dibanting di hadapan Wulan hingga hancur berkeping-keping. Wulan menunduk. Rasa takutnya semakin menjadi-jadi. Ia tersedu dalam diam. Sementara itu, gadis berbendo hitau itu malah mencangkung di depannya. Membuat Wulan menunduk semakin dalam.
"Dengar, ya! Kamu itu nggak punya hak atas Kevin. Kamu juga nggak perlu ngasih barang-barang murahan buat dia. Kamu harus sadar kalau Kevin itu terlalu elegan untuk kamu yang kampungan!" bentak gadis itu dengan amarah yang makin memuncak.
"Heh, apa-apaan ini?!" tegur seseorang dengan suara lantang.
Sontak keduanya mengalihkan pandangan ke sumber suara.
Ema! Wulan berseru dalam hati. Ia merasa lebih tenang sekarang. Setidaknya Ema bisa ia harapkan dapat mengeluarkannya dari kesukaran ini.
"Susi?" Ema mengernyitkan keningnya. Ia menunjuk Susi yang kini berdiri mematung di dekat Wulan yang terduduk dengan kepala menunduk.
Susi .... Wulan mengulang nama itu dalam hati. Barulah ia tahu, siswi yang akhir-akhir ini semena-mena terhadapnya ternyata bernama Susi.
Buru-buru Ema menghampiri Wulan yang isaknya semakin jelas terdengar. Ia bantu Wulan berdiri. Wulan yang masih ketakutan, menyembunyikan diri di balik punggung Ema. Ema menoleh tajam ke arah Susi yang berdiri membuang muka sembari melipat tangan di dada.
Ema mengintograsi, "Apa yang sudah kamu lakukan ke Wulan?"
"Kamu salah nanya, deh, Ma. Harusnya, kamu tanya ke gadis culun itu apa yang sudah dia perbuat sampai aku semarah ini," cetus Susi.
Bukannya menurut, Ema malah melontarkan pertanyaan lagi kepada Susi. "Harus banget, ya segala permasalah diselesaikan dengan perundungan?"
"Aku nggak peduli bagaimana pun caranya! Setiap orang yang bermasalah sama aku atau Kevin akan dapat imbas!" Setelah berkata demikian Susi pergi.
Ema menatap jengkel ke arah punggung Susi yang mulai menghilang dari pandangannya.
🌙🌙🌙
"Tadi itu kenapa, sih?" tanya Ema sembari mengunyah bubur ayamnya.
Saat ini Ema dan Wulan tengah menikmati bubur ayam di warung Mbok Narsih. Sebelum pulang, Ema memaksa Wulan untuk mampir ke sana terlebih dahulu untuk menikmati bubur ayam bersamanya.
"Em ... eee ...." Wulan terbata-bata menjelaskannya. "Ini salahku." Sebelum kata-kata itu keluar dari mulutnya, Wulan menghela napas pasrah.
"Ha? Memangnya kamu ngelakuin kesalahan apa ke Susi?" tanya Ema masih belum mengerti.
"Kamu kenal dia? Namanya Susi?" Wulan malah balik bertanya.
Karena mulutnya sibuk mengunyah bubur ayam, Ema hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Wulan. Ema masih menunggu ungkapan lebih lanjut dari Wulan, tapi Wulan malah diam. Hening untuk beberapa menit. Ema membiarkan Wulan untuk menenangkan diri terlebih dahulu. Ia merasa bersalah juga, karena pertanyaan Wulan tampak tidak selera menikmati bubur ayamnya. Sejak tadi gadis itu hanya mengaduk-aduk bubur ayam tersebut.
Setelah merasa tenang dan siap, Wulan menceritakan akar permasalahannya dengan Susi tanpa Ema minta dua kali. Ema mendengarkannya dengan takzim. Sesekali ia mengangguk tanda mendengarkan dengan baik. Kadang kala ia menatap serius ke arah Wulan ketika mendengar pengakuan-pengakuan dari gadis itu bahwa ia sangat menyukai Kevin.
Apakah Kevin yang Wulan maksud adalah pria yang menabrakku di lorong kelas beberapa hari yang lalu? Jika iya, sungguh tidak pantas ia mendapatkan cinta Wulan yang tampak besar sekali padanya. Lagipula yang kesan yang kutanggap darinya tak lebih hanyalah seorang playboy yang hobi jual omong dan rayu. Kata-kata itu hanya terucap dalam benak Ema. Ema masih mendengarkan penuturan dari Wulan yang panjang lebar.
Eh, bukankah ini baik untuk perasaanku? Dengan begini aku tidak perlu risau kalau-kalau Wulan adalah pacar atau mantan Hadi karena menurut pengakuan Wulan, sejak dulu dia hanya mengincar Kevin. Ceracau Ema dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cantik
Teen FictionKamu itu cantik! Nggak perlu muluk-muluk untuk jadi cantik karena cantik nggak cuma soal fisik. Cerita ini diikutsertakan dalam kompetisi Writing Project yang diselenggarakan oleh @RdiamondPublisher #WPRD2TimHipHop #WritingProjectDiamond #RDiamondP...