Temu yang Asing

52 56 49
                                    

Ketika Wulan mengeluarkan sepeda dari bagasi ia kaget mendapati Hadi sudah berada di depan gerbang rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika Wulan mengeluarkan sepeda dari bagasi ia kaget mendapati Hadi sudah berada di depan gerbang rumahnya. Pria itu tidak berseragam sekolah.

Wulan menghampiri Hadi dengan kening berkerut. "Loh ngapain kemari? Kok nggak pakai seragam sekolah?" tanya Wulan sembari membukakan gerbang untuk Hadi.

Hadi menyodorkan sebuah amplop putih kepada Wulan. "Hari ini aku izin tidak sekolah. Aku dimintai tolong mama untuk menjemput kawannya di bandara, mereka datang dari luar negeri. Aku sudah menolak tapi mama tetap memaksa. Kata mama, dia tamu istimewa dan hanya mengenali wajahku. Jadi, mereka akan langsung mengenaliku jika aku yang menjemputnya," jelas Hadi.

"Baiklah nanti akan aku sampaikan kepada guru."

"Terima kasih Wulan," ucap Hadi, "hm, aku harus pergi sekarang. Kau juga segeralah berangkat sebelum hujan turun."

"Iya, aku akan segera berangkat. Berhati-hatilah, Hadi!"

Hadi mengangguk, selepas itu ia tancap gas meninggalkan Wulan.

Pagi ini cuaca cukup mendung. Hujan deras yang turun tadi malam menyisakan kabut tipis yang menggantung di udara. Dedaunan dan bangku taman berselimut embun. Hawa dingin menembus pori-pori.

Matahari bersembunyi di balik kabut. Remang-remang sinarnya. Entah hujan akan turun lagi atau tidak. Sedari tadi angin pagi membawa awan-awan hitam entah darimana asalnya. Awan-awan itu akhirnya bertumpuk di langit kota. Dan sebelum awan- awan itu memuntahkan isinya, Wulan mengayuh sepedanya dengan gesit. Berharap segera tiba di sekolah sebelum hujan turun.

Mulai hari ini, Wulan tidak lagi pulang dan pergi bersama Hadi. Ayah membelikannya sepeda baru karena sepeda lamanya sudah rusak parah. Sepeda baru itu memberi semangat baru bagi Wulan untuk berangkat ke sekolah.

Di sepanjang perjalanan ia bersenandung riang. Setiap berpaspasan dengan pengendara lain Wulan selalu menyuguhkan senyum dan membunyikan bel sepedanya-menyapa-meski ia tidak mengenali siapa yang ia sapa.

Hujan semalam menyisakan kubangan air di jalanan. Dengan hati-hati Wulan melewati jalan yang ia lalui. Menghindari setiap kubangan air. Takut apabila nanti ia tidak sengaja menerjang kubangan itu, airnya tentu akan menciprat ke sepatu dan kaus kakinya.

Di perempatan jalan, lampu merah menyala, mengisyaratkan Wulan untuk berhenti sejenak-menunggu pengendara dari arah lain lewat. Wulan menunggu dengan senang hati meski gerimis tipis mulai turun.

Gadis berkepang dua itu berhenti di pinggir jalan dekat trotoar. Di sebelah kanan tempat ia berhenti ada sebuah kubangan air yang tak begitu dalam. Air dalam kubangan itu kotor sekali, membuat Wulan bergidik jijik. Pengendara lain memilih berhenti agak menjorok ke kanan menghindari kubangan itu supaya tidak ada yang terciprat.

Lampu kuning menyala. Pengendara mulai berjalan pelan. Tidak lama setelah itu lampu hijau menyala, pengendara menormalisasikan laju kendaraannya. Nahas bagi Wulan hari itu. Belum jauh ia bergerak meninggalkan kubangan air itu, tiba-tiba saja mobil yang melaju dari belakang menerjang kubangan air tersebut hingga airnya menciprat mengenai Wulan.

CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang