Susi tentu naik pitam mendengar penjelasan Rena. Belum lagi ia tidak familiar dengan gadis yang bernama Wulan.
"Sial, siapa sih Wulan itu?" tanya Susi tersulut emosi.
Rena menjelaskan seadanya, "Wulan itu kawan baik Hadi mereka satu kelas dan sudah berteman sejak kelas X, tapi sering digosipin pacaran sih. Aku juga nggak terlalu ngerti. Lagian aku nggak kepo sama kehidupan gadis culun yang anti sosial itu, nggak gaul anaknya."
Susi terdiam ketika mendengar kata "culun". Pikirannya merencanakan sesuatu. "Eh, hari ini jadwal olahraga kelas MIPA 2 'kan?" tebak Susi yang dibalas anggukan oleh Rena. "Ren, aku butuh bantuanmu," pinta Susi.
"Bantuan?" tanya Rena tak mengerti.
Belum sempat Susi menjelaskan rencananya bel pelajaran pertama berbunyi bersamaan dengan itu Bu Risma-guru Geografi-masuk ke kelas XI IPS 5. Berangsur-angsur siswa kelas XI IPS 5 memasuki kelas.
"Nanti kita atur aturan mainnya," lirih Susi.
🌙🌙🌙
Tripuji Susiana, gadis yang cukup mencolok di SMA Cakra. Ia terkenal karena kecantikannya yang tiada tara. Memandang gadis keturunan Cindo ini membuat siapa saja terpesona.
Mata sipitnya yang khas selalu tersembunyi ketika ia mengembangkan senyum. Alisnya bak semut hitam yang berjajar rapi, begitu juga bulu matanya yang lentik dan rimbun. Postur wajahnya bulat dengan pipi merona yang menggemaskan. Kulitnya kuning langsat dan tak jarang memerah jika terkena sengatan matahari. Rambutnya lurus berpotongan pendek sebahu dan tidak berponi. Susi gemar mengenakan bando hijau.
Bagi banyak orang-khususnya laki-laki-Susi termasuk perempuan yang memenuhi standardisasi kecantikan pada umumnya. Tidak sedikit pria yang berhasrat menjadi pacarnya.
Namun, di antara sejuta pilihan, Susi hanya menjatuhkan pilihannya kepada Kevin. Bukan tanpa sebab ia memilih Kevin di antara puluhan pria yang ia kenal. Sama seperti Wulan, sebenarnya Susi telah lama naksir kepada Kevin. Kevin adalah satu-satunya pria yang ia perjuangkan hingga resmi berpacaran dengannya.
Dulu hanya penolakan demi penolakan yang Susi dapatkan dari Kevin. Tapi tanpa mengurangi rasa gengsi sedikit pun, Susi tetap mencoba terlihat di mata Kevin. Ia ingin Kevin memandangnya sebagai sosok yang ada. Hingga pria itu luluh dan menerima kehadiran Susi yang kini adalah kekasihnya.
Ketenaran Susi semakin melambung ketika ia resmi berpacaran dengan Kevin. Pasalnya ia berpacaran dengan pria yang tepat. Sang ketua basket itu berhasil membuat Susi disegani oleh banyak siswa. Hal ini membuatnya jadi lebih leluasa berperilaku terhadap siapa saja yang berani mengusik hubungannya dengan Kevin.
Pukul 09.30 bel tanda istirahat berbunyi. Beberapa siswa bersorak senang. Akhirnya mereka bebas dari kejenuhan pelajaran geografi. Perut mereka yang keroncongan sebentar lagi merdeka di kantin Bude Tatik. Bu Risa menutup pelajaran geografi hari ini dengan memberikan tugas kelompok kepada siswa-siswanya.
"Baiklah ananda, jam pelajaran hari ini telah usai. Silakan ananda kerjakan tugas kelompok yang ibu berikan. Tiga hari lagi kita bertemu di jam pelajaran yang sama, ibu harap tugas yang ibu berikan telah kalian kerjakan," tutur Bu Risa, "sebelum ibu tutup pelajaran hari ini, kita sepakati dulu konsekuensi yang akan diberikan kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas. Apakah ada usulan?" Bu Risa melemparkan pertanyaan kepada siswanya.
Pertanyaan Bu Risa hanya dibalas tatapan kosong oleh siswa-siswanya yang tampak sudah kelaparan dan lesu. Lumrah hal ini Bu Risa jumpai di kelas XI IPS 5, kelas ini memang terkenal dengan siswa yang sebagian besar sering berperilaku urakan.
Hal ini terbukti sejak awal jam pelajaran. Ketika Bu Risa menerangkan materi hanya segelintir siswa yang menyimak dengan serius. Selebihnya hanya menanggapi dengan anggukan ketidakpedulian dan asyik dengan urusannya masing-masing. Berkali-kali Bu Risa menegur maka berlipat kali mereka membuat ulah.
Bu Risa menatap tajam ke setiap siswanya. Manik matanya tiba-tiba tertuju kepada Susi yang duduk di bangku barisan ketiga. Ia perhatikan siswanya itu tengah asyik dengan ponselnya. Wanita berbadan tambun itu melangkah mendekati Susi. Sejurus kemudian beliau merampas benda pipih berukuran empat inci dari tangan Susi.
"Bagaimana Susi? Konsekuensi apa yang akan kita berikan kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas?" Bu Risa melemparkan pertanyaan kepada Susi.
Susi terperanjat atas tindakan Bu Risa. Ia yang sejak tadi tidak menyimak, menjawab pertanyaannya Bu Risa dengan asal, "Hm, dihukum membersihkan toilet saja, Bu!"
Jawaban Risa dibalas tatapan tajam teman sekelasnya. Pasalnya tiga hari yang akan datang, jadwal pelajaran geografi dimulai setelah pelajaran olahraga. Akan sangat melelahkan jika mereka harus membersihkan toilet setelah lelah berolahraga.
Lagipula siapa yang akan menjamin tugas itu terselesaikan? Mereka terlalu sering mengabaikan perintah guru, selain itu tidak banyak siswa yang bisa diandalkan untuk menghendel tugas yang Bu Risa berikan. Meski demikian tidak seorang pun dari mereka yang berani membantah usulan Susi. Dan dengan berat hati menangguk setuju atas usulan Susi.
"Baiklah, semua kelihatannya setuju dengan usulan Susi. Dengan demikian, tulat semuanya harus sportif dengan aturan yang telah kita sepakati," ujar Bu Susi, "oh iya, khusus ananda Susi yang paling ibu sayangi, silakan ananda ambil ponsel ananda dijam pulang sekolah."
Setelah berkata demikian, Bu Risa menyandang tasnya, lalu keluar kelas diikuti dengan sorak sorai siswa XI IPS 5.
"Gila kamu, Si! Memangnya kamu sanggup bersihin toilet setelah lelah panas-panasan berolahraga?" sungut Rena.
Susi menjawab dengan enteng, "Sudahlah nggak usah khawatir, 'kan ada Citra yang bisa diandalkan."
Sekilas Rena lirik gadis berkacamata yang duduk di pojok barisan terdepan itu. Ada untungnya juga dia dan Susi satu kelompok dengan Citra, sang juara kelas.
Walaupun begitu, Rena tetap gelisah dengan konsekuensi yang Susi cetuskan tadi. "Kamu yakin dia bisa diandalkan?" tanya Rena khawatir. Ia benar-benar tidak sudi jika harus membersihkan toilet setelah lelah berolahraga.
Susi mengangguk.
"Memang benar-benar ya, Bu Risa ... ngeselin banget. Sudahlah ngasih tugas nggak kira-kira, ngasih konsekuensi lagi," keluh Susi, "sialnya ponselku dirampasnya pula."
"Ah, sudahlah itu urusanmu dengan Bu Risa. Ayo, ke kantin Bude Tatik! Aku mau makan bakso, lapar sekali rasanya setelah tiga jam lamanya menatap wajah Bu Risa." Rena bangkit dari tempat duduknya.
Susi ikut beranjak dengan kening terlipat, kesal. Sebelum keluar dari kelas, Susi menghampiri Citra yang sedang menyalin materi dari papan tulis. Ia menggebrak meja gadis itu dengan keras.
"Ada apa?" tanya Citra takut-takut ketika mendapatkan perlakuan tak menyenangkan dari Susi.
"Kamu harus mengerjakan semua tugas dari Bu Risa sesempurna mungkin!" tuntut Rena.
"Awas saja kalau ada kecacatan di dalam tugas itu, kamu bakal kita rundung bersihin toilet sendirian!" ancam Susi.
Citra hanya mengangguk ringan, patuh dengan perintah Susi dan Rena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cantik
Teen FictionKamu itu cantik! Nggak perlu muluk-muluk untuk jadi cantik karena cantik nggak cuma soal fisik. Cerita ini diikutsertakan dalam kompetisi Writing Project yang diselenggarakan oleh @RdiamondPublisher #WPRD2TimHipHop #WritingProjectDiamond #RDiamondP...