Pertengkaran

69 73 28
                                    

Hadi meredam kekesalannya dengan membasuh muka ke toilet

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hadi meredam kekesalannya dengan membasuh muka ke toilet. Sekembalinya Hadi dari toilet ia harus melewati lapangan basket untuk tiba di kelas. Dan tanpa sengaja Hadi melihat Wulan dan Kevin sedang berada di tengah lapangan basket. Hadi mengamati dari jauh. Setelah beberapa saat kemudian, ia tersadar bahwa nasi goreng dalam kotak ungu itu sudah berserakan di lapangan.

" ..., kamu tuh nggak usah sok perhatian sama aku ya!" bentak Kevin yang Hadi dengar dari jauh.

"Tapi ...."

"Tapi apa ha?!" potong Kevin. "Dengar ya, sampai kapan pun aku nggak akan jatuh cinta sama perempuan culun macam kamu! Kamu sadar diri dong, mana mungkin perempuan jelek kayak kamu bersanding sama laki-laki ...."

"Laki-laki bejat?" potong Hadi meneruskan perkataan Kevin.

"Setan, beraninya kamu!" murka Kevin. Ia mencengkeram kerah baju Hadi. Tidak terima dengan ucapan Hadi yang mengatainya bejat.

"Apa ha?! Nggak suka?!" Hadi mendorong Kevin hingga tangan itu menyingkir dari kerah bajunya.

"Alah, banyak bacot kau, setan!"

Buk! Satu hantaman tinju meluncur ke pipi kiri Hadi. Hadi terdiam-memalingkan wajahnya beberapa saat-tidak lama setelah itu menegakkan wajahnya seraya menyeringai.

Buk!

Impas. Hadi balik menyerang Kevin. Ia melayangkan tinju tepat di perut Kevin hingga pria itu tersungkur. Kevin yang merasa dijatuhkan kehormatannya langsung berdiri-kembali menyerang Hadi. Terjadilah pertengkaran hebat di lapangan basket itu. Wulan menyingkir ke tepi lapangan-ketakutan.

Beberapa anak se-klub basket dengan Kevin ikut menyerang Hadi. Para siswa mulai mengerumuni mereka. Tak ada yang berani melerai pertengkaran seorang ketua taekwondo dengan keroyokan klub basket. Semua hanya meringis ngeri ketika darah mengucur dari pipi dan hidung keduanya.

Satu lawan lima, sungguh pertengkaran yang luar biasa. Awalnya Hadi masih sanggup menghadang serangan mereka. Tapi lama-kelamaan tubuhnya tak sanggup lagi melawan lima orang yang menyerangnya. Hadi bahkan nyaris pingsan.

"Hei, hei, ada apa ini?!" teriak Pak Gusdi. Pria paruh baya berkepala plontos itu berdiri di antara mereka-melerai.

Hadi sudah tersungkur di lantai lapangan ketika Pak Gusdi datang melerai. Tanpa meminta penjelasan lebih awal dari keduanya, Pak Gusdi langsung menggiring enam siswanya ke ruang kepala sekolah untuk diadili.

🌙🌙🌙

"Dia yang menyerang saya terlebih dahulu, Pak!" tuduh Kevin sembari memegangi pipinya yang lebam.

Hadi berdecih, "Dasar licik!"

"Nak Hadi, bagaimana semua ini bisa terjadi?" tanya Bu Murni. Guru PKN favorit Hadi.

"Saya tidak akan menyerang jika tidak diserang, Bu, begitulah bela diri mengajarkan saya untuk mengontrol emosi." Hadi angkat bicara.

"Apa yang membuat kalian bertengkar hebat seperti ini? Apa masalahnya?" tanya Pak Burhan sang kepala sekolah.

"Masalahnya-"

Belum selesai Kevin berbicara Hadi memotong, "Masalahnya adalah ... dia tidak bisa menghargai perasaan orang lain, Pak." Hadi menunjuk ke arah Kevin.

Kevin naik pitam, ia berontak, tapi Pak Gusdi segera menahannya. "Apa maksudmu? Perasaan siapa yang tidak saya hargai?!" bantah Kevin.

"Hei, sudah-sudah! Kalian saya dudukkan di sini agar berdamai bukan untuk menyambung keributan!" tegur Pak Burhan sang kepala sekolah. "Saya tidak tahu harus bagaimana menyikapi kalian yang sudah babak belur seperti ini. Saya akan beri kalian satu kesempatan sebelum menjatuhkan hukuman skors. Jika kalian mengulang lagi pertengkaran ini, saya tidak akan memberikan dispensasi apa pun. Pelanggaran tetaplah pelanggaran. Dan setiap pelanggaran harus menerima konsekuensi."

"Pak tidakkah lebih baik mereka diistirahatkan dulu? Memar pada wajah mereka harus mendapatkan perawatan," bela Bu Murni.

"Mereka sudah dewasa, Bu, biarlah mereka menanggung rasa sakit atas ulah mereka sendiri." Pak Burhan masih bersiteguh dengan keputusannya. "Sekarang kalian bersihkan toilet siswa dan guru. Sikat lantai dan klosetnya sampai bersih. Bapak akan cek dua jam lagi. Bekerja samalah kalian untuk mengerjakan hukuman ini."

Bekerja sama? Cih! Hadi menyeringai.

🌙🌙🌙

Sore ini, sekolah masih ramai. Beberapa siswa tengah melaksanakan ekstrakurikuler yang mereka ikuti. Begitu pula Hadi dan Kevin, di tempat yang berbeda mereka sedang melaksanakan ekstrakurikuler yang mereka ikuti. Kevin dengan ekstrakurikuler basketnya dan Hadi di lapangan taekwondo bersama beberapa juniornya tengah berlatih.

Meski sekujur tubuhnya lelah dan mukanya memar tapi Hadi tetap menunjukkan performa kepada juniornya. Dia tetap lihai mencontohkan cara menendang dengan baik dan benar. Tubuhnya lincah memperagakan gerakan-gerakan taekwondo. Siapa pun yang melihatnya akan terkesima dan segan.

"Alji, kau latihlah mereka sebentar. Aku mau istirahat. Tulangku rasanya mau rontok," suruh Hadi kepada salah seorang temannya.

"Seharusnya kau tak melawan mereka," kata Alji seraya menepuk bahu kawan se-tingkatnya itu.

"Aku tak melawan, aku hanya melakukan pembelaan. Apa aku salah?"

"Istirahatlah dulu, Bung!" usul Alji mengalihkan pembicaraan. Tampaknya kawan sebayanya itu masih tersulut emosi. Tidak baik jika ia terus melanjutkan perbincangan.

Hadi duduk di tribune melepas penat. Ia mengelap peluh di keningnya dengan handuk kecil. Selepas itu mengibas-ngibaskan handuk tersebut untuk mengusir rasa gerah. Ia membongkar tasnya, ah, sial! Hadi meninggalkan botol minumnya. Bersamaan dengan itu Wulan datang membawa sebotol air mineral dan sebuah kantung plastik bening, tampak sebuah kotak stirofoam di dalam plastik bening itu.

Wulan menyapa tanpa suara-melambaikan tangan ke arah Hadi. Hadi hanya meliriknya sekilas. Lantas memalingkan wajah. Ada rasa kesal dalam hatinya. Kesal karena gadis itu tidak pernah sadar betapa butanya dia mencintai Kevin.

Masih tersisa rasa sakit hati kala melihat nasi goreng kesukaannya berserak mubazir di tengah lapangan. Ada rasa benci ketika ia harus terjun ke dalam pertengkaran hanya demi membela Wulan.

"Hadi," sapa Wulan lembut. Ia memegang pundak Hadi yang duduk membelakanginya.

Meski sakit, Hadi tak tega bersikap dingin kepada Wulan. Ia telan amarahnya dan mencoba tersenyum ringan kepada Wulan.

Aku minta maaf." Wulan tertunduk.

Hadi menengadahkan wajah Wulan dengan lembut. Ada bulir bening yang menetes di pipi Wulan. Ah, dasar gadis cengeng!

Dalam manik mata gadis itu, Hadi membaca sejuta penyesalan. Ia menggeleng. Pertanda tidak ada yang perlu disesalkan.

"Maafkan aku," ulang Wulan.

"Kamu nggak salah, aku yang salah karena mengikuti egoku," jawab Hadi teduh.

Sontak Wulan memeluk Hadi. Gadis itu berbisik, "Maafkan aku." Berulang kali Wulan meminta maaf. Isaknya tak mampu ia bendung.

 Isaknya tak mampu ia bendung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang