Hari ini waktu terasa berputar begitu lambat. Menjelang ujian semester, siswa-siswi SMA Cakra disibukkan oleh berbagai macam kelas tambahan, ekstrakurikuler, dan praktik perlengkapan tugas. Sistem ini memaksa mereka pulang hingga larut sore. Walaupun begitu sistem ini banyak membantu para siswa untuk meningkatkan nilai semesternya. Sehingga bukan perkara yang sia-sia jika mereka harus pulang lebih sore daripada biasanya.
Siswa kelas XI MIPA 2 sore ini masih berkecimpung di dalam kelas. Bu Risa selaku guru geografi yang mengajar pelajaran lintas minat di kelas XI MIPA 2 memberikan pelajaran tambahan sore ini.
Sejak tadi Wulan tampak tidak semangat. Kejadian tadi membuatnya terpukul. Dan itu memengaruhi kondisi belajarnya saat ini. Semangatnya turun drastis. Ada rasa benci dalam hatinya.
Andai dia tidak terlalu takut kepada mereka dan andai saja Tuhan memberikan mukjizat berupa kekuatan untuk melawan manusia macam mereka, mungkin Wulan tidak akan terpuruk sekarang. Atau setidaknya jika dia adalah gadis cantik, mungkin beberapa orang akan segan padanya sehingga tidak bertindak semena-mena terhadapnya.
Sejak awal Bu Risa menerangkan materi, Wulan hanya melamun sembari mencoret-coret bukunya. Sesekali ia menghitung detak jarum jam yang berputar kian lambat. Ketidakfokusannya itu tanpa ia sadari diperhatikan oleh Bu Risa.
Bu Risa merasa heran dengan perilaku Wulan hari ini. Wulan memang sudah dikenal oleh banyak guru sebagai siswa yang pintar dan baik sejak kelas X. Namun, sikapnya hari ini tentu membuat Bu Risa merasa resah karena tidak biasanya Wulan kehilangan semangat belajar.
"Wulan, tolong jelaskan apa hubungan mobilitas penduduk dengan mudik?" tanya Bu Risa yang masih fokus menatapnya dari depan kelas.
Wulan melonjak kaget. Setelah tersadar dari lamunannya ia segera menghentikan aktivitas coret-coretnya. Semua siswa di kelas itu menatap ke arahnya.
"Ee ... hubungan antara mobil ... mobilitas ... de ... dengan mudik ialah ... ee ...." Wulan menggeleng. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan Bu Risa.
"Sebenarnya apa yang sedang ananda lamunkan?" tanya Bu Risa heran. "Nak, ujian semester sudah di ambang mata, jika ananda lengah dan abai ketika guru sedang menyampaikan materi, ananda tidak akan dapat menyerap ilmu yang disampaikan. Dan itu merupakan sebuah kerugian."
Wulan menunduk. Ia merasa bersalah telah mengabaikan materi yang Bu Risa sampaikan.
"Ibu harap ini kesalahan terakhir yang terjadi di kelas XI MIPA 2. Ibu tidak ingin, kelas yang sudah dicap sebagai kelas kebanggaan guru karena siswanya tertib dan pintar menjadi ternodai hanya karena sebuah kesalahan kecil. Jagalah akreditasi kelas kalian sebagai kelas teladan, oke!" tegas Bu Risa menasihati seluruh siswanya.
Pelajaran berlanjut kembali. Wulan mencoba fokus memperhatikan dan memahami materi yang Bu Risa sampaikan, akan tetapi ada saja ingatan-ingatan buruk yang mengusik kefokusannya.
Hingga pukul 17.00, Wulan bertahan dengan tetap memperhatikan Bu Risa tanpa ada sedikit pun materi yang nyantol di otaknya. Setelah dua jam berlalu, kelas tambahan hari ini ditutup oleh Bu Risa. Sama halnya seperti kelas XI IPS 5, sebelum pulang Bu Risa meninggalkan tugas kelompok kepada mereka.
Tugas itu dikumpulkan minggu depan sesuai jadwal pelajaran lintas minat yang hanya dilaksanakan seminggu sekali. Karena yakin siswa-siswanya tidak akan melanggar, Bu Risa tidak menyepakati konsekuensi seperti yang beliau lakukan di kelas XI IPS 5. Beliau hanya mengancam tidak akan meluluskan nilai bagi siswa yang tidak menyelesaikan tugas ini dengan tepat, tepat waktu dan tepat jawaban.
"Baiklah, pelajaran hari ini ibu cukupkan sampai di sini. Sampai jumpa minggu depan dengan semangat baru!" tutup Bu Risa.
Setelah Bu Risa meninggalkan kelas, semua siswa kelas XI MIPA 2 berhamburan keluar kelas. Tapi Wulan masih berkutat dengan buku catatannya. Ia sibuk menyalin materi yang Bu Risa catat di papan tulis. Akibat melamun, ia harus menyusul ketertinggalan materi yang belum sempat ia catat.
Kelas mulai sepi. Tapi di luar, masih terdengar bising suara siswa. Beberapa siswa di kelas lain bahkan ada yang belum pulang. Jadi Wulan dengan santai mencatat materi di papan tulis. Sesudah menyelesaikan catatannya, ia segera melangkahkan kakinya ke parkiran karena langit mulai mendung.
Setibanya di parkiran, ia tidak sengaja melihat gadis berbando hijau yang merundungnya tadi menggandeng tangan Kevin. Di wajah mereka tergurat ekspresi bahagia. Canda tawa mengiringi obrolan mereka disepanjang perjalanan pulang.
Ada hubungan apa mereka sehingga Kevin sudi membonceng gadis itu? Ah, pasti gadis itu pacar Kevin. Eh, tapi, mana mungkin! Jika gadis itu pacar Kevin, lantas siapa yang ia genggam tangganya di festival kembang?
Hati Wulan teriris saat gadis berbando hijau itu dengan mesra melingkarkan tangannya di pinggang Kevin saat mengendarai sepeda motor. Air mata Wulan jatuh begitu saja. Namun, buru-buru ia tutupi kesedihannya. Ia usap embun bening yang menetes membasahi pipi. Lantas bergegas pulang karena gerimis telah mengguyur bumi.
Sore itu, Wulan benar-benar memusingkan pertanyaannya. Pertanyaan itu seolah membendung ruang dalam otaknya. Beradu antara perasaan dan logika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cantik
Teen FictionKamu itu cantik! Nggak perlu muluk-muluk untuk jadi cantik karena cantik nggak cuma soal fisik. Cerita ini diikutsertakan dalam kompetisi Writing Project yang diselenggarakan oleh @RdiamondPublisher #WPRD2TimHipHop #WritingProjectDiamond #RDiamondP...