***
Setelah ia bisa kembali berdiri di atas kakinya sendiri, Lisa berencana pergi menemani Jiyong ke cafe di sayap kanan galerinya. Gadis itu memakai sepatu kets putih, sedikit kontras dengan blazer dan celana merahnya, namun tetap indah dipandang. Bohong kalau Jiyong sengaja datang siang ini hanya karena ia merindukan Lisa, sedang ia punya segudang kesibukannya sendiri.
"Setengah-setengah," kata Jiyong, sembari mengikatkan tali sepatu kekasihnya. Masih di sofa, di ruang direktur galeri itu. "Aku datang untuk melihatmu, sekalian membicarakan beberapa hal untuk pameranku."
"Apa ada masalah dengan pamerannya? Jisoo eonni yang bertanggung jawab untuk pameranmu kan? Pembicaraan kalian tidak berjalan lancar?" tanya Lisa dan Jiyong mengangguk. "Oppa datang untuk mengadu? Padaku?" tanya Lisa sekali lagi dan Jiyong pun mengangguk sekali lagi.
"Ayo kita bicarakan sambil ke cafe, aku ingin latte gratis juga," ajak Jiyong dan kekasihnya berdecak. Padahal Jiyong selalu dapat minuman gratis setiap kali datang, tapi pria itu masih menginginkan jatah latte anak-anak sekolah yang hari ini berkunjung.
Karena galeri sedang ramai oleh anak-anak sekolah, hari ini mereka harus menjaga jarak. Keduanya berjalan bersebelahan namun raut profesional tergambar jelas di wajah mereka. Mereka bicara dengan bahasa formal, Jiyong memegang handphonenya dan sesekali mengetik catatannya di sana, sedang Lisa membawa tabletnya untuk melihat daftar lukisan yang akan Jiyong pamerkan.
Beberapa pengunjung yang menyadari kehadiran G Dragon di sana terkejut. Mereka mulai berbisik-bisik, mengekori Jiyong dan kekasihnya karena penasaran— apa yang G Dragon lakukan di sana. Namun tidak ada acara fan-sign di sana. Jiyong menolak untuk berfoto apalagi memberi tanda tangan, karenanya beberapa staff galeri ikut mengekori mereka. Manahan anak-anak dan pengunjung galeri lain yang ingin mendekat.
"Mohon maaf, karena G Dragon ada di sini untuk bekerja, dia tidak bisa berfoto sekarang," kata beberapa staff galeri dengan bisik-bisik sopan. Manager Jiyong juga ada di sana, dan pria itu bergabung bersama Jiyong juga Lisa setelah kembali dari toilet.
"Aku ingin memasang lukisan yang ini dan yang ini, di sini," kata Jiyong, berdiri di tengah-tengah ruang pameran. Ia tunjukan dua lukisan besar buatannya pada Lisa. Mereka menatap ke tablet yang sama dan Lisa kelihatan menimbang-nimbang permintaan itu.
"Bagaimana anda akan memasangnya di tengah-tengah begini? Kami harus membuat dinding di sini atau anda ingin menggantungnya? Terlalu beresiko kalau kita menggantungnya, iya kan?" tanya Lisa dengan gerakan tangan yang mendukung kata-katanya.
"Jadi tidak boleh?" tanya Jiyong, membuat Lisa mengerutkan dahinya. Bisa-bisanya pria itu merajuk dalam pembicaraan formal seperti ini.
"Tentu saja boleh. Akan kami pikirkan caranya," angguk Lisa.
"Lalu aku ingin ada banyak bunga daisy di pintu masuk. Itu yang tidak bisa Kurator Kim janjikan," susul Jiyong, menunjuk pintu masuk galeri yang sebenarnya masih terhalang dinding, tidak terlihat oleh mereka. Galeri itu punya terlalu banyak dinding, pembatas, seperti sebuah labirin penuh lukisan juga patung dan lampu. "Aku juga butuh beberapa proyektor untuk semua dinding. Aku ingin ada video padang rumput dengan banyak bunga daisy di dinding. Jadi saat orang masuk, mereka seperti masuk ke sebuah bukit hijau dengan bunga daisy, awan, langit biru dan lukisan-lukisan yang seolah-olah terbang."
Kini Lisa tidak bisa berkata-kata lagi. Ia tetap menunduk, menatap layar tabletnya, manahan marah. Jiyong tahu apa yang sedang gadis itu pikirkan. Ia sudah bersiap untuk mendengar omelan kekasihnya sebelum tiba di galeri. Sembari menunggu Lisa mengatakan sesuatu, Jiyong menekan-nekan kukunya dengan ujung kuku yang lain. Ia gugup, ia ingin mengigiti kukunya sekarang— seperti kebiasaannya— tapi malu karena ada banyak anak-anak yang mengekori mereka.
Anak-anak dan pengunjung galeri itu menyelamatkan Jiyong dari omelan kekasihnya. Keputusan tepat karena mengajak Lisa berjalan-jalan sembari membicarakan rencana pamerannya, sebab kalau mereka berdiskusi di ruang meeting, Lisa pasti sudah meledak sekarang. Tentu gadis itu marah, karena Jiyong ingin merubah seluruh konsep yang sebelumnya sudah mereka sepakati, sementara pamerannya kurang dari tiga bulan lagi.
"Bagaimana Direktur Lee? Anda bisa mengaturnya untukku, bukan?" tanya Jiyong karena Lisa terlalu lama diam. Bukan hanya Jiyong, managernya pun gugup. Khawatir artisnya akan dimaki-maki di depan banyak pengunjung pameran itu.
"Anda mau segelas kopi Tuan Kwon?" tawar Lisa, mengalihkan pembicaraan mereka, menghitung sampai enam untuk menahan amarahnya.
Akhirnya mereka tiba di cafe. Lisa langsung melangkah masuk namun Jiyong berhenti di papan mading dengan beberapa sticky notes warna-warni di atasnya. Ada sebuah meja kecil di sudut, berisi alat tulis dan sticky notes yang bisa dipakai siapapun. Sementara kekasihnya masuk dan memesan beberapa gelas kopi untuk mereka, Jiyong dan managernya berdiri di depan meja tulis itu. Mereka mengambil masing-masing selembar sticky notes dan menulis di sana.
"Kami menulis, melukis, menyanyi dan hidup untuk menyampaikan pesan yang sulit untuk di sampaikan. G Dragon," tulis Jiyong, lengkap dengan tanda tangannya, di atas kertasnya yang pertama. "Apa yang kau tulis hyung?" tanyanya kemudian pada manager di sebelahnya.
"Kurator Kim, aku menyukaimu, tolong terima perasaanku," jawab managernya, membuat Jiyong langsung terkekeh meski ia tahu Kim Heechul, managernya, hanya bercanda. "Aku sungguhan," susul pria itu, menunjukkan kertas yang ia tulis pada Jiyong.
"Tulis juga namamu, hyung. Dia harus tahu kalau kau yang menulisnya," balas Jiyong, ia hanya menggambar hati di sticky notes-nya yang kedua, kemudian menempelkan kedua kertasnya di papan komentar itu.
Beralasan kalau tidak ada lagi kursi di cafe itu, karena ada terlalu banyak pengunjung yang menyukai latte gratis, Lisa memesan kopi-kopinya untuk dibawa pergi. Ia ajak rekan-rekan kerjanya untuk melanjutkan pembicaraan mereka di ruang kerjanya. Mau tidak mau Jiyong setuju, namun untuk mengulur waktu pria itu mengatakan kalau ia bersedia berfoto dengan beberapa pengunjung yang sedari tadi mengekori mereka.
Lama menunggu, akhirnya mereka masuk ke ruang kerja direktur galeri itu. Lisa langsung duduk di kursinya begitu masuk. Ia taruh kopi yang ia bawa di atas meja kerjanya. Di atas sebuah laptop yang ia tutup. Jiyong melangkah mendekat, mengambil kopi-kopi itu kemudian membaginya dengan managernya. "Untuk siapa ini?" tanya Jiyong, setelah mereka bertiga mendapatkan masing-masing satu gelas.
"Untukku," jawab Lisa. "Oppa, kau serius dengan permintaanmu? Atau hanya sedang menjahiliku?"
"Serius. Ayolah... Kabulkan permintaanku, ya?" jawab Jiyong, setengah memohon meski sebenarnya mereka berada di tingkat yang sama. Jiyong tidak bekerja untuk Lisa. Lisa tidak bekerja untuk Jiyong. Mereka sedang bekerja sama, untuk membuat sebuah pameran lukisan yang luar biasa.
"Pamerannya tiga bulan lagi- bukan, tidak sampai tiga bulan lagi. Bagaimana bisa oppa mengganti konsepnya sekarang? Lalu bagaimana persiapan yang sudah kami siapkan sebelumnya? Harus kami apakan semua dekorasi yang sudah kami buat?"
"Jadi permintaanku mustahil?"
"Ya. Mustahil."
"Sayang sekali, baiklah, apa boleh buat."
"Ya? Kau langsung menyerah?"
"Apa lagi yang bisa ku lakukan kalau kau bilang tidak? Undur pamerannya?"
"Ya! Kwon Jiyong!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Like a Romance Drama
FanfictionAku tidak menyukainya. Aku membencinya. Beritahu aku siapa yang akan mencintaiku ketika aku membenci diriku? Aku tidak akan menyalahkan orang lain untuk rasa sakitku, ketika sebenarnya sangat mudah untuk membenciku. Aku sudah memutuskan untuk send...