35

469 80 3
                                    

***

"Siapa yang datang?" tanya Jiyong setelah Lisa kembali dengan sebungkus obat di tangannya.

"Kurir," singkat gadis itu, menunjukkan bungkusan yang ia bawa kemudian meletakkannya di atas meja.

"Kau tidak punya obat?" heran Jiyong, sembari menoleh ke sudut dapur, ke sebuah rak dimana Lisa biasa menyimpan kotak obatnya. Rak itu belum tertutup rapat, seseorang baru saja membukanya.

"Aku lupa," bohong Lisa sekali lagi. "Aku tidak ingat punya obat atau tidak, jadi aku membelinya. Jaga-jaga kalau tidak punya, tapi ternyata aku punya obatnya. Yang ini bisa untuk stok," susulnya. "Jadi bagaimana cara kita membereskan kekacauan yang sudah oppa buat?" tanya gadis itu, kembali duduk di kursinya, kembali menelan makan yang sudah ia siapkan untuk dirinya sendiri.

"Sayang," panggil Jiyong. Ia mendekati kekasihnya, dengan tangan yang terulur untuk memeluk pinggang gadis sibuk di sebelahnya. "Sebelum membicarakan itu, kau tidak akan meninggalkanku kan? Hm? Kau masih mencintaiku kan? Kita tidak akan putus karena masalah ini, iya kan?" resah pria itu, sekali lagi ia ingin memastikan kalau dirinya berada di atas lapisan es yang masih aman.

"Kita lihat dulu bagaimana caramu mengatasi semua masalah ini," jawab Lisa, membuat Jiyong segera mengangguk kemudian melepaskan pelukannya dan meraih lagi handphone yang sempat ia tinggalkan.

"Soal tamanmu yang rusak, aku akan memperbaikinya. Aku akan menyuruh orang memperbaikinya, lalu kalau kau tidak puas dengan itu aku sendiri yang akan memperbaikinya. Aku bisa berkebun," Jiyong mulai membuat rencana. "Lalu soal seniman-seniman lainnya, aku akan menelepon mereka. Apa itu cukup? Kurasa tidak cukup menenangkan mereka lewat telepon tapi untuk sementara aku akan menelepon mereka lalu mengunjungi mereka setelah pameran."

"Pamerannya tetap diadakan?"

"Tentu saja. Kenapa tiba-tiba dibatalkan? Kita sudah bekerja keras untuk itu," angguk Jiyong. "Pamerannya tetap sesuai jadwal, tapi keamanannya perlu ditambah. Akan aku urus dengan agensiku. Sekarang masalahnya ada padamu-"

"Aku?!" Lisa menyela dengan alis yang hampir bertaut, terlihat sangat tidak senang. "Siapa sebenarnya yang membuat semua masalah ini? Aku?!"

"Maksudku, kau adalah masalahku sekarang, aku harus membuatmu senang jadi semua yang sudah kita rencanakan bisa berjalan lancar."

Jiyong mengusap alis kekasihnya dengan kedua tangannya. Dengan dua ibu jarinya, ia pijat dahi Lisa, lembut dan penuh perasaan. Matanya menatap iba pada wajah kekasihnya itu. Rasa bersalah memenuhi wajahnya. Beberapa luka gores ada di wajah cantik kekasihnya dan itu karenanya.

"Aku benar-benar minta maaf," katanya sekali lagi, kali ini sembari memeluk kekasihnya.

"Apa dokter bilang luka di wajahmu bisa hilang sebelum pamerannya?" tanya Lisa kemudian, balas memeluk kekasihnya, menepuk-nepuk punggung pria itu dengan sangat lembut. "Pasti lucu kalau kita mengadakan pameran dengan wajah begini. Wajahmu memar dan wajahku lecet. Mereka pasti mengira kita berkelahi sebelum pameran," susul Lisa, masih memeluk pria yang ia kencani.

Diesok harinya, keadaan jadi semakin buruk. Fans Jiyong sudah mengetahui siapa Lisa sampai apa yang gadis itu lakukan beberapa tahun lalu. Kekasih G Dragon seorang ballerina yang menyetir ugal-ugalan kemudian kecelakaan, ia dan seorang teman sesama ballerina yang berada di dalam mobil itu sama-sama cidera namun hanya Lisa yang berhenti dari karirnya.

Reporter semakin asik menulis ulang berita-berita lama, menaikan kembali nama Lisa ke sampul-sampul majalah gosip mereka. Kecelakaan, meninggalnya orangtua Lisa, sampai statusnya sebagai adik seorang Lee Minho memenuhi kolom-kolom berita gosip. Lalu entah ini bisa dianggap sebagai sebuah keuntungan atau kerugian, galeri seni milik gadis itu kini ramai dikunjungi orang-orang. Mereka datang dengan harapan bisa melihat Lisa di sana, mereka datang karena terlampau penasaran pada gadis yang berhasil merebut hati idola mereka. Kemudian akan ada poin tambahan kalau mereka bisa kebetulan melihat G Dragon di sana.

"Aku tidak ingin pergi kerja," keluh Lisa sembari melangkah keluar dari kamarnya pagi hari ini. Gadis itu sudah siap dengan pakaian kerjanya, celana panjang dengan blazer berwarna senada juga selembar kemeja berwarna lembut.

Rol rambut masih terpasang di rambutnya. Ia ingin ada beberapa gelombang di rambutnya hari ini. Sambil melangkah ke meja makan dengan sebuah tas jinjing di tangannya, gadis itu mendengarkan berita yang muncul di TV. Berita itu tentang kecelakaannya saat di Milan beberapa tahun lalu, bersama Jennie.

"Kecelakaanmu waktu itu, kecelakaan tunggal kan?" tanya Minho, pria yang sedang menonton acara TV itu. "Apa kau tahu dimana Jennie sekarang? Cepat cari dia, temui dia sebelum reporter yang menemukannya. Kalau dia salah bicara kecelakaan itu bisa jadi bom untuk kalian," suruh pria yang sudah lebih berpengalaman dengan reporter itu.

"Masalah apa lagi yang akan muncul? Sekarang saja mereka sudah menulis kalau aku mungkin mabuk saat kecelakaan itu. Mereka juga menulis kalau aku kecanduan obat. Khayalan orang-orang itu benar-benar luar biasa," balas Lisa. "Kemarin aku mengumpat pada Jiyong oppa di depan fansnya, jadi semua orang akan membenciku. Oppa carilah sendiri cara untuk tidak terlibat," pesan Lisa, kali ini dengan tangan-tangan yang sibuk melepaskan rol rambutnya kemudian menaruh benda itu di meja makan.

"Kenapa tiba-tiba mempublish hubungan kalian tanpa persiapan begini?" Minho akhirnya mengungkapkan rasa penasarannya. "Kalian sengaja membuat semua masalah ini untuk promosi galeri? Atau album barunya? Bahkan berita kencan dari dispatch tidak separah ini."

"Tidak tahu, Jiyong oppa belum mengatakan apapun," santai Lisa. "Tapi yang pasti bukan untuk galeri atau albumnya. Semua kebisingan ini terlalu negatif kalau untuk promosi."

"Kekasihmu sengaja membuat semuanya jadi seperti ini? Tidak mungkin dia tidak tahu kalau kau pernah kecelakaan dan berhenti menari. Dia tahu tentang semua itu dan tetap sengaja membuat masalah ini? Kekasihmu gila?"

"Hm... Jiyong oppa sudah gila. Aku pergi kerja dulu. Jangan mengatakan apapun pada reporter, bilang saja kau tidak tahu apapun tentangku," pamit gadis yang sebelumnya mengeluh tidak ingin pergi kerja.

"Hanya itu reaksimu?! Ya! Apa kau juga sudah gila?! Kenapa kau mengencani pria seperti itu?! Cepat putus darinya! Ah! Tidak! Maksudku, jangan berharap aku akan memberi kalian izin untuk menikah!" teriak Minho, menyambut kepergian adiknya dengan suaranya yang cukup lantang. "Kau tidak boleh menikahi pria yang hanya memanfaatkan kemalanganmu! Sadarlah Lalisa!" terusnya, yang justru Lisa abaikan seolah suaranya tidak terdengar sama sekali.

"Wahh dia benar-benar kurang ajar sekarang," gerutu Minho, sebab sang adik sama sekali tidak menanggapinya. Lisa justru menutup pintu rumah mereka dengan keras setelah ia melewatinya. Sengaja membanting pintunya agar Minho berhenti bicara.

***

Like a Romance DramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang