***
"Whoa!" Nara mengembalikan handphone Kai dengan sedikit kesal. "Apa kau sudah gila? Apa yang gadis itu lakukan padamu sampai kau jadi begini? Aku tidak mau. Aku tidak akan melakukan apapun bersamamu. Aku tidak sudi membantumu. Kalau foto ini tersebar saat Lisa dan Jiyong masih berkencan, aku akan memenjarakanmu. Gila."
Nara merasa begitu marah karena foto yang Kai tunjukkan. Dengan hentakan langkahnya yang kesal, gadis itu meninggalkan cafe dalam galeri itu. Ia melangkah masuk ke dalam galeri kemudian bertanya kemana direktur galeri itu, Nara ingin menemuinya. Sayangnya, Lisa tidak ada di sana. Sampai siang ini gadis itu masih duduk di dalam rumah Jiyong.
Sekali lagi, Nara menelepon Lisa. Tapi sama seperti tadi pagi, gadis itu masih tidak menjawab panggilannya. Dua kali Nara menelepon dan kali ini Lisa baru menjawab panggilan itu. "Ya! Dimana kau sekarang?!" bentak Nara begitu Lisa menjawab panggilannya.
"Augh! Kenapa kau berteriak pada kekasihku?" suara Jiyong yang menjawab panggilan itu. "Lisa di rumahku, kenapa? Apa yang akan kau lakukan padanya? Aku sudah memperingatkanmu, jangan melibatkan Lisa. Hubungan kita tidak ada hubungannya dengan Lisa, semua yang aku katakan padamu-"
"Aku akan kembali ke Jepang."
"Tiba-tiba? Kenapa? Liburanmu belum selesai."
"Apa hubungannya denganmu? Kau akan kembali padaku kalau aku tetap di sini?"
"Tidak-"
"Kalau begitu jangan ikut campur!" kesal Nara, yang akhirnya mengakhiri panggilan itu tanpa menunggu Jiyong melanjutkan kata-katanya. Jiyong yang terkejut kemudian melangkah mengelilingi rumahnya, mencari Lisa yang beberapa waktu lalu ia tinggalkan sendirian di rumah. Jiyong perlu menemui pengacaranya pagi tadi, jadi ia tinggalkan Lisa yang masih tidur.
Lisa ada di balkon ketika Jiyong datang, melamun di sana tanpa melakukan apapun. Ia biarkan rambutnya yang panjang tertiup angin, acak-acakan menutupi wajahnya. Lama Jiyong memperhatikan gadis itu dari pintu balkon, namun Lisa tidak juga menyadari kehadirannya. Gadis itu terlalu larut dalam lamunannya.
"Sayang?" tegur Jiyong, mengetuk pintu kaca di dekatnya kemudian melangkah mendekati kekasihnya, berdiri di depan gadis itu sembari bersandar pada pagar pembatas. "Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Jiyong kemudian.
"Kai," jawab Lisa. Sebentar ia melihat Jiyong, memperhatikan raut wajah pria itu kemudian kembali menundukkan kepalanya. "Oppa kecewa?" tanya Lisa, kali ini tanpa menatap pria yang justru berbalik, melihat kebawah balkonnya.
"Sedikit," jujur Jiyong. "Akhir-akhir ini aku memikirkan hubungan kita. Sebelumnya, aku berencana memperkenalkanmu dengan Nara dan Soohyuk sekaligus. Kita duduk berempat, makan bersama, double date, bercanda seperti bagaimana kita selalu bertemu dengan Seunghyun hyung. Hanya bersenang-senang, bermain, berteman, tanpa prasangka. Sebelumnya aku tidak nyaman memperkenalkan kekasihku pada Nara, seseorang pasti terluka kalau aku melakukannya, karena itu aku menunggu waktu yang tepat dan ternyata satu tahun berlalu. Kau bertemu dengan Nara, dia mengganggumu, tapi aku tidak bisa melakukan apapun, kita bertengkar dan di saat yang sama orang-orang dari masa lalumu juga datang."
"Rasanya seperti diserang kawanan burung yang bermigrasi, iya kan? Mereka datang, terbang di atas kepalamu lalu buang air. Kotor tapi tidak ada yang bisa kita lakukan selain membersihkannya. Menangkapnya butuh effort, bersembunyi pun tidak akan membuat mereka pergi," balas Lisa. "Aku gugup, lalu khawatir, kotoran seperti apa lagi yang akan burung-burung itu buang sekarang? Tapi apapun itu, aku pasti tidak akan menyukainya."
"Apa kau berencana melarikan diri saking tidak menyukainya?" tanya Jiyong, uang akhirnya berbalik untuk menatap gadis yang duduk di sana.
"Kemana? Aku sudah susah payah membawa ibuku pulang, ayahku ada di sini, oppa juga di sini, meski merepotkan galeri ada di sini, meski menyebalkan Seunghyun oppa juga di sini, dan meski dia selalu membuatku marah, oppaku juga ada di sini. Kemana aku bisa pergi? Aku akan sendirian kalau memaksa pergi."
Jiyong akhirnya duduk, di sebelah Lisa. Sepintas pria itu menatap kekasihnya, tidak lama karena sekarang ia menatap ke pemandangan di depannya. Gedung-gedung, awan, pohon, langit, semua bisa ia lihat dari balkonnya. Lengannya terulur, merangkul Lisa, menariknya untuk bersandar. Sedang tangannya yang lain meletakan handphone Lisa juga miliknya di atas meja, di sebelah segelas air yang masih setengah terisi.
"Kau pernah punya tipe ideal?" tanya Jiyong setelah ia menemukan tempat paling nyaman di kursinya. Sebuah kursi panjang mirip bangku taman yang sengaja di taruh di balkon. "Aku tidak pernah punya tipe ideal. Tipe idealku adalah gadis yang saat itu aku kencani. Tapi aku punya beberapa standar. Kekasihku harus suka musik, setidaknya dia bisa bernyanyi denganku saat kami senggang, pergi ke karaoke atau sekedar bermain gitar di halaman. Selera musik kekasihku harus sama seperti selera musikku. Tidak perlu sangat cantik, tapi dia harus tahu caranya berpakaian. Setidaknya, dia bisa memilih pakaian yang tepat kalau aku mengajaknya pergi ke suatu tempat."
"Mungkin aku bisa bernyanyi kalau oppa mengajariku? Tapi aku tidak bisa bermain gitar."
"Hm... Dan selera musik kita tidak sama. Kau hampir tidak tahu hip hop, kau hampir tidak tahu lagu trot, tidak banyak musik yang bisa kita bicarakan, karena aku juga tidak tahu banyak tentang musik klasik atau jazz. Kau juga memakai setelan rapi ke kelab, sama sekali tidak cocok," kata Jiyong, menoleh untuk menatap wajah kekasihnya dengan senyum jahil di wajahnya yang terluka. "Tapi ternyata semua itu bukan masalah. Apapun yang kita dengarkan, apapun yang kau pakai, apapun yang kita lakukan, ternyata aku tetap menikmatinya. Rencanaku, standarku, tidak lagi penting setelah aku menyayangimu. Masa lalumu juga begitu, jadi Kai bukan masalah untukku. Aku memang menuntutnya tapi aku melakukannya karena dia memukulku, tidak ada alasan lain. Bukan karena dia mantan kekasihmu."
"Jadi, aku tidak boleh memintamu membatalkan tuntutannya?"
"Mintalah," angguk Jiyong. "Tapi aku tidak berencana mengabulkannya. Lihat wajahku, sebentar lagi Big Bang akan comeback tapi wajahku jadi begini karenanya. Karena itu aku tidak akan mengabulkan permintaanmu," katanya dan kali ini Lisa yang menganggukan kepalanya.
Tidak lama setelah Lisa mengangguk, handphonenya bergetar. Kali ini hanya sebuah pesan yang masuk. Pesan singkat dari Nara yang isinya membuat Lisa menaikan alisnya. "Pria yang memukul Jiyong oppa semalam berencana menyebarkan foto keluarga kalian," tulis Nara dalam pesannya.
"Kenapa?" Jiyong bertanya setelah memperhatikan raut wajah Lisa yang berubah bingung. "Nara berulah lagi?" susulnya, meraih handphone Lisa untuk membaca pesan yang Nara kirim pada kekasihnya. "Apa maksudnya ini? Keluarga apa yang dia bicarakan? Kau tidak pernah memberitahuku kalau kau dan Kai punya keluarga," Jiyong penasaran.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Like a Romance Drama
FanfictionAku tidak menyukainya. Aku membencinya. Beritahu aku siapa yang akan mencintaiku ketika aku membenci diriku? Aku tidak akan menyalahkan orang lain untuk rasa sakitku, ketika sebenarnya sangat mudah untuk membenciku. Aku sudah memutuskan untuk send...