34

506 95 7
                                    

***

Lisa menolak untuk melakukan konferensi pers maupun menulis surat konfirmasi tentang hubungannya. Ia tidak peduli dengan apa yang agensi Jiyong coba lakukan, mengkonfirmasi hubungan mereka dan melakukan hal-hal lainnya. Beberapa staff bahkan dibuat sengaja membocorkan bagaimana mereka berkencan, bagaimana mereka saling mencintai. Jiyong dan agensinya secara samar ingin memberitahu publik bagaimana romantisnya hubungan mereka. Mereka bersikap terlalu berlebihan demi menutupi sebuah skandal— nilai Lisa.

Meski begitu, di depan para reporter yang mencari berita, gadis itu tetap tersenyum. Senyum yang begitu menawan seolah dirinya benar-benar siap menjadi kekasih G Dragon di depan semua orang. Sayangnya bagi sebagian orang, senyum itu tidak terlihat indah seperti bagaimana Jiyong menganggapnya.

Baru enam jam setelah Jiyong mengkonfirmasi hubungannya dengan Lisa, kekasihnya sudah dirundung. Jam kerjanya sudah selesai namun gadis itu tidak bisa melewati pintu depan karena ada banyak reporter di sana. Merasa sangat jengah dan tidak bisa bersabar lagi, Lisa mencoba melarikan diri lewat pintu belakang.

Sembari menelepon kekasihnya, gadis itu menggerutu karena Jiyong memberinya banyak sekali gangguan hari ini. Bisnisnya terganggu, taman di depan galerinya rusak karena para reporter, privasinya diacak-acak, bahkan Lee Minho pun ikut diganggu karena berita kencan adiknya.

"Memang siapa G Dragon itu?!" kesal Lisa, pada Jiyong yang sedang mencoba bertanggung jawab dengan membiarkan kekasihnya melampiaskan amarah kepadanya. "Aku hanya mengencaninya, tapi kenapa aku diperlakukan seperti ini? Akh! Ya!" Jiyong sempat mendengar kekasihnya menjerit, kesakitan.

Lisa dirundung, bukan hanya melalui kata-kata tapi juga tindakan. G Dragon yang sudah lama sekali hiatus muncul kembali ke permukaan dengan berita kencannya, bukan teaser, bukan foto, bukan poster, bukan musik baru. Ia buat beberapa penggemarnya marah, ia buat juga beberapa penggemarnya kecewa. Tapi alasan Lisa dipukul sore ini justru karena kesalahannya sendiri.

Beberapa penggemar kekasihnya berdiri di sekitaran pintu belakang galeri itu. Mereka berharap bisa bertemu dengan Lisa, memberinya selamat, atau setidaknya hanya melihat wanita yang idola mereka cintai dari jauh. Mereka datang dengan beberapa karangan bunga, mawar, peony, bunga matari dan yang lainnya.

Tapi tidak seperti ekspetasi mereka, saat melihat Lisa mengendap-endap melewati pintu belakang menuju mobilnya, kekecewaan justru meledak. Para penggemar itu kecewa karena mendengar keluhan-keluhan Lisa. Mereka marah karena Lisa terdengar sangat tidak bersyukur saat dirinya diberi kesempatan untuk mengencani seorang bintang dunia.

Kini nama baiknya rusak karena kesalahpahaman. Sama seperti buket-buket bunga yang hancur berantakan di pintu belakang galeri, nama baik yang telah Lisa bangun selama beberapa tahun terakhir juga hancur berantakan. Seharusnya ia tidak mengeluh, seharusnya ia menjaga kata-katanya, seharusnya ia menutup rapat-rapat mulutnya.

Tahu kalau ada hal buruk terjadi pada kekasihnya, tentu Jiyong bergegas meninggalkan semua pekerjaannya. Ia tinggalkan gedung agensinya, mengemudi dengan kecepatan tinggi sampai ke rumah kekasihnya. Meski yakin minggu depan akan ada surat tilang yang dikirim ke rumahnya, Jiyong tidak mengurangi kecepatannya. Bersyukur pria itu tidak sempat membuat kecelakaan lainnya— selain kecelakaan yang kekasihnya alami.

Tiba di rumah Lisa, pria itu masuk tanpa menekan bel rumahnya. Langkahnya yang terburu-buru akhirnya tiba di ruang tengah, dekat dengan meja makan. Dari sana, ia bisa melihat kekasihnya sedang berdiri di dapur, menyajikan beberapa lauk di atas meja makan, menuang semangkuk sup kemudian meletakkannya di atas meja yang sama.

"Sayang... Kau baik-baik saja?" tanya Jiyong, berjalan mendekat, meraih bahu kekasihnya kemudian menatap wajah yang penuh gores itu. Duri mawar, batang bunga dalam buket sampai ujung kertas dan plastik buket bunganya mukai wajah, leher sampai punggung tangan Lisa. "Aku minta maaf-"

"Apa seperti ini resiko yang bisa oppa atasi?" ketus Lisa, mendorong Jiyong menjauh agar ia bisa duduk di meja makannya. Ia akan menikmati makan malamnya tanpa membagi sedikit pun makanannya dengan Jiyong. "Oppa lebih suka aku diperlakukan seperti ini daripada terlibat skandal dengan Nara eonni? Beruntung sekali Nara eonni, dia punya teman yang sangat baik," sindirnya, membuat Jiyong merasa jadi semakin buruk.

"Aku tidak punya alasan apapun, maaf. Aku benar-benar minta maaf," pinta Jiyong, yang duduk menyamping di sebelah Lisa. Ia taruh tangannya di atas paha gadis itu, memohon agar dimaafkan.

"Lalu bagaimana caramu mengatasi semua ini? Perlu aku memberitahumu apa saja kerugianku atau aku harus menghubungi agensimu?" tanyanya, masih terdengar ketus meski mulutnya juga ia gunakan untuk mengunyah makanannya.

"Aku minta maaf, sungguh, sayang, aku min-"

"Iya. Aku sudah dengar maafmu berkali-kali. Lalu bagaimana sekarang?" potong Lisa, menoleh pada Jiyong dengan tatapannya yang masih kesal.

"Aku tidak dimaafkan?" gugup Jiyong, sengaja menunduk untuk menunjukkan penyesalannya.

"Oppa lebih takut kalau tidak aku maafkan daripada semua kekacauan yang ada di depanmu?" tanya Lisa dan kali ini Jiyong hanya bisa mengangguk pelan.

Pria itu khawatir, setelah semua kekacauan yang terjadi gadis yang sangat ia sukai itu akan meninggalkannya. Ia akan merasa sangat buruk, sangat bersalah kalau keputusannya membuat hubungan mereka justru harus berakhir. Sementara Lisa yang marah sama sekali tidak terpikir untuk mengakhiri hubungan mereka. Gadis itu terlalu fokus pada kekacauan di depannya, tamannya yang rusak, bunga-bunga daisy-nya yang hancur, anak buahnya yang diserang ratusan telepon, seniman-seniman yang resah karena berita kencan itu sampai wajahnya yang perih karena diserang karangan bunga.

Lisa berencana memeluk kekasihnya yang tiba-tiba terlihat menggemaskan itu. Rasa bersalah yang terlihat jelas di wajah Jiyong membuatnya merasa lucu. Namun belum sempat gadis itu berkomentar, bel pintunya sudah lebih dulu ditekan. Sebentar, mereka bertukar tatap. "Kau mengundang seseorang?" tanya Jiyong dan Lisa menggelengkan kepalanya.

Ia letakan sumpit juga sendok dari tangannya, menenggak sedikit air sebelum kemudian langkahnya bergerak menuju pintu. Jiyong menghela nafasnya sembari merogoh saku, mencari handphonenya di sana untuk menyelesaikan beberapa urusan, sedang kekasihnya melihat siapa yang datang.

"Kenapa kau datang ke sini?" tanya Lisa, setengah berbisik setelah ia melihat siapa yang datang— Kai.

"Hanya untuk memberikan ini," jawabnya, dengan tangan terulur untuk memberikan sebungkus obat dan salep antiseptik.

"Terimakasih, tapi tolong pergilah. Kekasihku ada di sini sekarang," pinta Lisa, menerima bungkusan obat yang Kai berikan sembari sesekali menoleh ke belakang, memastikan Jiyong tidak melihat mereka.

***

Like a Romance DramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang