***
Untungnya tidak ada pukulan-pukulan susulan. Kai pikir mereka setara— apa yang Jiyong lakukan untuk melukai Lisa dan apa yang ia lakukan untuk melukai gadis yang sama. Jiyong pun melukai Lisa, meski tidak dengan tangannya sendiri, jadi tidak apa-apa kalau ia juga melukai gadis itu— begitu pendapat Kai atas apa yang ia lakukan barusan.
"Kekasih berengsekmu itu juga melukaimu, dengan sangat parah, kau dirundung karenanya, tapi kau bisa memaafkannya, bukan begitu?" tanya Kai, sengaja berjongkok di depan Lisa agar ia bisa meraih wajah gadis itu. Kai ingin mengusap pipi yang baru saja ia tampar, tapi refleks membawa Lisa bergerak menjauh begitu tangan Kai mencoba meraihnya. "Kenapa? Kau takut padaku? Kalau kau takut padaku, kau juga seharusnya takut pada kekasihmu itu. Kau harus bersikap adil, Lisa," susul Kai, masih membuat Lisa membisu, khawatir juga takut ia akan dipukul lagi.
Lisa yang tetap membisu, gemetar khawatir juga gugup membuat Kai semakin marah. Lisa seharusnya memaafkannya, seperti bagaimana gadis itu memaafkan Jiyong yang sudah melukainya. Tapi Lisa justru menunjukkan rasa takut yang luar biasa menganggu, jadi sebelum Kai melayangkan pukulan-pukulan lainnya, pria itu memilih menjauh. Ia melangkah menjauh, berteriak marah, memaki Lisa yang menurutnya tidak adil.
"Kenapa kau bisa memaafkan berengsek itu tapi tidak melakukannya untukku?! Aku mencintaimu! Aku hanya ingin kita kembali bersama tapi kau membuatnya jadi sangat rumit!" marah Kai, kehilangan kendalinya seperti seorang pria gila. Pria tidak waras yang sangat terobsesi pada mantan kekasihnya.
Lisa luar biasa takut, ia merasa dirinya bisa mati kalau terus berada di sana. Jadi, begitu ada kesempatan, gadis itu bangkit dan berlari masuk ke dalam mobilnya. Beberapa detik sebelum pintu tertutup rapat, Kai menghampiri mobil itu, menahan pintu mobil Lisa dengan tangannya. Sekuat tenaga Lisa menarik pintu mobilnya agar tertutup, tapi Kai terlalu kuat, karenanya Lisa memilih untuk mengendorkan tarikannya.
Pria yang Lisa anggap gila itu terjatuh ke belakang karena Lisa melepaskan pintu mobilnya. Kai benar-benar menarik pintu besi itu dengan kuat, sampai tubuhnya tidak bisa mengatasi daya tarikannya sendiri dan terhuyung ke belakang saat Lisa melepaskan pintunya. Begitu Kai jatuh, Lisa buru-buru menutup pintu mobilnya, juga menguncinya. Ia lindungi dirinya di dalam benda kokoh itu.
Kai semakin marah. Ia pukul mobil Lisa, kacanya, pintu mobilnya, mengetuk dengan keras seolah ingin menghancurkannya, membuat Lisa benar-benar ketakutan. Ah... Mungkin ini rasanya bertemu seorang perampok di jalan— pikir Lisa, yang dengan gemetar berusaha menyalakan mobilnya, ingin cepat-cepat melarikan diri dari sana.
Setelah merasa sedikit tenang karena Kai tidak lagi terlihat, Lisa menelepon kekasihnya. Ia tidak ingin menghentikan mobilnya sekarang, menepi membuatnya takut, khawatir Kai akan tiba-tiba muncul, entah datang dari mana. "Oppa, dimana kau sekarang? Aku takut," seru Lisa, hampir menangis saat Jiyong menjawab panggilannya.
"Agensi, ada apa? Apa yang membuatmu takut?" balas Jiyong, mendadak khawatir karena mendengar nada bicara Lisa yang tidak seperti biasanya.
"Aku akan ke sana, tapi tunggu aku di lobby, jemput aku di lobby," pintanya, dengan suara yang bergetar dan laju mobil yang lebih cepat dari biasanya.
"Dimana kau sekarang? Kau menyetir? Apa yang terjadi? Beritahu aku, aku khawatir."
"Akan aku beritahu saat aku datang. Yang penting sekarang, oppa menungguku di lobby. Aku tidak bisa keluar dari mobilku sendirian," katanya, memacu mobilnya secepat yang ia bisa, tidak lagi peduli dengan batas kecepatan maksimum di sana.
Tidak sampai lima belas menit, di tengah malam itu Lisa tiba di lobby YG Entertainment. Gadis itu berhenti tepat di lobbynya, ia melihat Jiyong berdiri di dekat pintu masuk, terlihat gelisah dengan handphone dalam genggamannya. Tidak jauh dari tempat Jiyong berdiri, seorang penjaga keamanan gedung juga ada di sana, sedang memperhatikan Jiyong yang kelihatan gelisah.
Lisa menoleh ke sekitar tempat ia berdiri, memastikan tidak ada seorang pun yang mengawasinya kemudian turun dari mobilnya dan menarik tangan Jiyong untuk segera masuk ke dalam gedung agensi itu. "Ya! Ada apa denganmu?!" panik Jiyong, setelah mereka berdua akhirnya berdiri di dalam gedung, setelah melewati pintu batas karyawan. Di depan lift yang tidak jauh dari sana, Lisa perlahan-lahan merosot, berjongkok di lantai, di depan kekasihnya sembari mengatur nafasnya sendiri. Tangan kiri gadis itu meremas celana panjang yang Jiyong pakai, sementara yang kanan menggenggam jemari kekasihnya.
"Ada apa? Beritahu aku apa yang terjadi, seseorang melukaimu?" bingung Jiyong, melihat ekspresi yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.
"Aku pikir, aku akan mati," jawabnya. "Aku takut sekali," susulnya. Masih diposisi yang sama, gadis itu kemudian menerima pelukan dari kekasihnya. Jiyong harus ikut berjongkok untuk bisa memeluk dan menepuk-nepuk punggung kekasihnya. Dan setelah merasa sedikit tenang, meski posisinya belum berubah, dalam pelukan kekasihnya, Lisa mengatakan apa yang terjadi— kalau ia bertemu Kai dan dipukul.
Pelukan itu berakhir setelah kata memukul keluar dari mulut Lisa. Jiyong langsung memperhatikan kekasihnya, melihat wajah panik Lisa juga luka di ujung bibir gadisnya. Raut yang sebelumnya khawatir, secepat kilat berubah jadi amarah. Pria itu menggigit bibirnya, menahan makian keluar dari sana. Sebelah tangannya juga ia masukan ke dalam sakunya, menyembunyikan kepalan tangannya yang penuh emosi.
Lisa yang masih berjongkok mendongakan kepalanya, menatap kekasihnya yang sedang berusaha menahan diri. "Aku takut," ulang Lisa untuk kesekian kalinya. "Apa aku bisa melaporkannya? Rasanya seperti punya penguntit, kali ini aku benar-benar takut, kita sedang bertengkar tapi bantu aku, ya? Oppa sudah berpengalaman, hm?" pintanya, menahan Jiyong agar tidak pergi lalu mencari Kai dengan gegabah.
Tidak perlu berfikir dua kali, Jiyong langsung menyetujuinya, mengiyakan permintaan kekasihnya. "Aku akan mengurusnya, bangunlah, kau bisa berjalan?" tenang Jiyong, membantu kekasihnya berdiri di atas kakinya yang gemetar. Bukan hanya Kai, mengemudi dengan kecepatan yang jauh lebih cepat dari biasanya juga membuat Lisa ketakutan. Membuatnya merasakan kilas balik dari kecelakaannya beberapa tahun lalu.
Jiyong mengantar Lisa pulang dengan mobil juga pengawalnya. Alasannya, daripada menyetir untuk kekasihnya, pria itu lebih memilih untuk memberikan bahunya. Ia biarkan Lisa bersandar padanya, beristirahat setelah jantungnya dipacu sangat cepat beberapa menit terakhir. Satu jam yang terasa sangat panjang, sangat melelahkan.
"Sangat sakit? Mau ke rumah sakit?" tanya Jiyong, ditengah-tengah perjalanan mereka.
"Aku hanya takut, tidak sangat sakit," katanya, memeluk erat lengan Jiyong agar tidak pergi darinya. "Sangat takut, juga sangat memalukan, rasanya seperti aku hampir mati," susulnya. "Kenapa dulu aku berkencan dengannya? Dia sangat mengerikan. Aku tidak bisa melupakan tatapannya, sangat menakutkan, seperti monster," tanyanya, penuh penyesalan.
"Kau tidak akan bertemu lagi dengannya, tidak apa-apa," tenang Jiyong, mengusap pipi kekasihnya, mencoba memberikan ketenangan kepadanya.
"Tapi... kalau aku ingin melaporkannya, apa aku harus menceritakan perselingkuhanku juga? Menyinggung Jennie dan Joohyuk juga? Membongkar masa laluku sendiri?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Like a Romance Drama
FanfictionAku tidak menyukainya. Aku membencinya. Beritahu aku siapa yang akan mencintaiku ketika aku membenci diriku? Aku tidak akan menyalahkan orang lain untuk rasa sakitku, ketika sebenarnya sangat mudah untuk membenciku. Aku sudah memutuskan untuk send...