14

481 90 12
                                    

***

Lisa menginap di rumah Jiyong hari ini. Kai masih mengikutinya, karena itu Jiyong melarang Lisa untuk pulang ke rumahnya sendiri. Keamanan di rumah Lisa tidak seketat di rumah Jiyong. Meski tahu kalau Kai tidak akan melukainya, Lisa tidak menolak ketika taksi yang Jiyong pesan mengantar mereka ke rumah pria itu.

Keduanya bersenang-senang, sampai pagi datang dan suara dering telepon membangunkan mereka. Handphone Jiyong yang berdering, panggilan dari Nara. Pria itu melihat nama Nara di layarnya lantas membalik handphonenya, enggan menjawab panggilan itu. Kekasihnya sempat terbangun, melihat Jiyong dengan sedikit mata yang terbuka namun memutuskan untuk tidak peduli dan kembali tidur.

Meski harus menunggu lama, akhirnya Jiyong menjawab panggilan itu. Ia tidak sampai hati untuk mengabaikannya. "Hm?" gumam Jiyong begitu menjawab panggilannya. Dengan sangat jelas ia tunjukan kalau dirinya masih ada diantara tidur nyenyak dan bangun pagi.

"Kau masih tidur?" tanya Nara begitu mendengar suara serak lawan bicaranya.

"Hm... Apa?"

"Buka pintunya. Aku di depan pintumu," jawab Nara kali ini sembari mengetuk pintu rumah Jiyong. Jiyong bisa mendengar suara ketukan itu dari teleponnya.

"Kenapa kau datang?" tanya Jiyong, melirik kekasih yang meringkuk di sebelahnya kemudian bergegas pergi keluar, membukakan pintu.

Nara benar-benar ada di depan pintu. Gadis itu datang dengan sebuah tas jinjing berisi bahan makanan, menatap curiga pada Jiyong yang gugup dan acak-acakan kemudian melihat sepatu Lisa ada di depan pintu. "Kekasihmu ada di sini? Kalian tinggal bersama?" tanya Nara, mengabaikan sepatu itu, menolak untuk melakukan apa yang seharusnya ia lakukan— pergi— dan memilih untuk menerobos masuk.

"Lisa ada di sini, pergilah, aku tidak ingin dia salah paham," suruh Jiyong.

"Kalau aku pergi begitu saja karena tahu dia ada di sini, dia pasti salah paham. Kenapa aku harus bersembunyi padahal kita tidak berselingkuh atau sejenisnya?" balas Nara. "Aku hanya datang untuk sarapan bersama sahabatku dan kekasihnya, tidak setiap hari kita bisa melakukannya," tenang gadis itu. Ia mulai membongkar belanjaannya, mengeluarkan satu persatu bahan sedang Jiyong menghela kasar nafasnya.

Sementara itu dari dalam kamar tidur yang tidak jauh dari dapur, mereka mendengar dering handphone lain. Dering itu langsung berakhir setelah dua kali berbunyi. Melalui celah pintu yang tidak tertutup rapat, Jiyong dan Nara dapat mendengar semua yang Lisa katakan dengan begitu jelas.

"Kenapa oppa datang ke rumahku lagi?" tanya Lisa, terdengar malas, terdengar kesal. Bisa saja ia kesal karena panggilan yang baru masuk itu, bisa juga karena kedatangan Nara di sana. "Ya! Bajingan sinting! Kau sudah benar-benar gila sekarang?! Kau pikir aku mau tinggal bersamamu lagi?! Pergi dari rumahku! Itu rumahku! Kau sudah memberikannya padaku, kenapa kau mau mengambilnya lagi sekarang?! Pergi dari rumahku! Ya!! Sialan!" marah Lisa, membuat Jiyong langsung menghampirinya kemudian melihat kekasihnya melempar handphonenya ke lantai. Handphone itu jatuh di bawah meja dekat pintu balkon dan yang melemparnya sedang duduk di tepian ranjang.

Nafas Lisa terengah-engah. Ia baru saja bangun dari tidurnya dan hari ini ia mulai harinya dengan teriakan-teriakan. "Ada apa sayang?" tanya Jiyong, pelan-pelan menghampiri kekasihnya, duduk di sebelah wanita itu kemudian merangkulnya. Tapi Lisa yang marah tidak memberikan jawaban apapun.

Lisa pergi, setelah ia bersikap sinis pada Jiyong. "Makan saja sarapanmu dengan sahabatmu itu," sinis Lisa, sebelum ia keluar dari kamar tidur Jiyong, meninggalkan Jiyong juga Nara tanpa mengatakan apapun lagi setelahnya.

Jiyong mengejar kekasihnya, mencoba untuk bicara namun Lisa terus menepis tangannya. Lisa tidak mau mendengarkan apapun yang keluar dari mulut Jiyong. Pria itu hanya mengejar sampai pintu, sebab dari pintu rumahnya ia sudah bisa melihat Lisa bergabung dengan penghuni lain di lift apartemen itu. Ia tidak ingin bertengkar di depan umum, di depan orang lain. Meski sebenarnya siapa pun yang melihatnya bisa tahu kalau Lisa baru saja bertengkar. Gadis itu benar-benar berantakan saat pergi. Ia hanya meraih tas dan blazer-nya, tanpa sempat masuk ke toilet dan bercermin.

"Kenapa kekasihmu tiba-tiba jadi sangat-"

"Jangan bicara padaku. Lihat apa yang sudah kau lakukan," potong Jiyong yang akhirnya duduk di sofa dengan banyak helaan nafas. "Padahal kemarin kami baik-baik saja," gumamnya, mencoba memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang.

"Tidak apa-apa, wanita memang begitu," tenang Nara, meski ia baru saja di salahkan atas sesuatu yang menurutnya bukan salahnya. "Beri dia waktu, kalau sudah tenang dia akan-"

"Kau tahu berapa kali aku putus karena mengikuti saran darimu?" potong Jiyong. "Tiga kali. Seumur hidupku aku baru berkencan tiga kali dan semuanya berakhir karena aku mengikuti semua saranmu. Tapi tidak apa-apa, saat itu aku juga tidak tahu apa yang seharusnya aku lakukan. Anggap saja itu salahku karena mempercayai sesuatu yang salah. Aku yang salah karena aku tidak tahu apa yang benar-benar aku inginkan. Kau hanya memberiku saran, aku yang memutuskan akan melakukan sesuai saranmu atau tidak. Tapi Nara-ya, aku tidak bisa lagi melakukannya."

"Oppa menyukaiku," gumam Nara, berhenti menyentuh bahan-bahan yang akan ia masak, namun masih berdiri di meja makan, memperhatikan Jiyong yang duduk di sofa sekitar tiga meter di depannya. "Apa aku salah? Oppa menyayangiku. Oppa bisa melakukan apapun untukku. Apapun yang aku lakukan, oppa tidak bisa membenciku. Oppa, kita sudah berteman lebih dari dua puluh tahun. Kita sudah lama saling kenal, kita sudah lebih lama menghabiskan waktu bersama. Aku lebih lama bersamamu daripada kekasihmu. Satu atau dua tahun berkencan tidak sebanding dengan waktu yang pernah kita habiskan bersama. Oppa akan mendorongku pergi untuk wanita yang baru mengenalmu? Kenapa kita harus bertengkar karena orang lain?" Nara terluka tapi disaat yang sama ia pun membuka lagi luka yang sudah bertahun-tahun Jiyong simpan.

"Kalau kau mengatakan itu dua tahun lalu, aku pasti akan memilihmu," gumam Jiyong. "Tapi kau sudah memilih Soohyuk. Apa bedanya aku memilihmu atau memilih Lisa sekarang? Kau sudah memilih Soohyuk. Soohyuk juga temanku, dia juga teman dekatku. Aku dan Soohyuk sudah berteman sama lamanya denganmu."

"Aku akan meninggalkan Soohyuk oppa," tegas Nara. "Aku akan meninggalkan Soohyuk oppa, aku akan mencampakkannya tanpa melibatkanmu, jadi hanya aku yang akan kelihatan jahat. Oppa tidak perlu melakukan apapun, cukup biarkan wanita yang baru oppa kenal itu pergi, ya?"

***

Like a Romance DramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang