13

492 92 3
                                    

***

Ia tahu kalau dirinya diikuti, namun langkahnya tidak berhenti. Lima meter di belakangnya, Kai mengikuti dan Lisa berjalan seolah ia tidak mengetahuinya. Di tiap langkahnya, Lisa mengingat Jennie, juga Joohyuk. Wajah hancur keduanya memenuhi kepala Lisa. Kadang Lisa penasaran, apa tidak ada sedikit saja rasa bersalah di hati Kai? Kadang ia penasaran, apa yang sudah ia lakukan pada Kai sampai pria itu kehilangan semua empatinya?

Sampai di depan galeri gadis itu melangkah, kakinya berhenti di depan sebuah mobil mewah berwarna hitam. Jiyong sudah datang, duduk di kursi depan dan melihatnya datang. Tanpa sadar kakinya mulai berlari kecil, menghampiri Jiyong di mobilnya dan berdiri di sebelah kursi kekasihnya begitu pintunya di buka.

"Siapa pria yang mengikutimu itu? Kau mengenalnya?" tanya Jiyong, begitu kekasihnya berdiri di sebelahnya. Ia yang sebelumnya duduk menyamping menghadap Heechul, berbincang dengan Heechul sambil menunggu kurir mengantarkan kue pesanannya, kini merubah posisinya. Ia duduk menghadap pada kekasihnya.

"Biarkan saja," tenang Lisa, mendekat pada Jiyong, mencondongkan tubuhnya ke depan, kemudian memeluk pria itu. "Suasana hatiku sedang buruk," rengek gadis itu, yang kemudian merasakan lengan Jiyong mendekap tubuhnya.

"Aku punya cheesecake."

"Sungguh? Aku mau cheesecake," kini Lisa tersenyum, melepaskan pelukannya dengan mata berbinar, mengharapkan sepotong cheesecake manis saat itu juga.

"Tunggu sebentar lagi, kurirnya masih di jalan. Tadi aku berencana menemuimu di dalam setelah kurirnya datang," kata Jiyong. "Hyung, dimana kurirnya sekarang?" susulnya, bertanya pada Heechul yang hanya diam, menumpukan dagu pada roda kemudi mobil itu.

"Sudah sampai di persimpangan depan sana, tidak sampai dua menit dia datang," jawab Heechul, dengan mata yang terus menatap pada Kai.

Kai masih di sana, berdiri di tepi jalan, sepuluh meter dari mobil Jiyong di parkir. Pria itu masih memperhatikan Lisa. Meski sebenarnya Kai tidak bisa melihat apapun karena Lisa dan tubuhnya tertutup oleh pintu mobil yang dibiarkan terbuka.

"Tapi kau yakin pria itu tidak mengganggumu? Kau mengenalnya?" tanya Heechul. "Tatapannya tajam sekali, mengganggu," susulnya, membuat Jiyong jadi ikut memperhatikan pria tadi.

"Fans fanatik? Aku pernah sedikit terkenal," balas Lisa membuat-buat alasannya sendiri. Ia takut dirinya akan terlihat buruk kalau menyebut Kai sebagai mantan kekasihnya.

"Wah... Star syndrome-nya mulai lagi," ledek Jiyong, bersamaan dengan kurir yang akhirnya datang membawa cheesecake pesanannya.

Jiyong turun dari mobilnya. Mengambil pesanan itu kemudian memberikannya pada Lisa. Jiyong memberikan sekotak cheesecake itu pada Lisa di depan Kai, tanpa menunjukan wajah maupun identitasnya pada Kai. Lepas memberikan cheesecake-nya pada Lisa, Jiyong kembali menghampiri Heechul.

"Malam ini aku akan pulang dengan Lisa, kau tidak perlu datang untuk menjemputku, hyung," katanya, menyuruh Heechul untuk beristirahat sementara pria itu akan berkencan.

"Jangan minum alkohol, apapun itu, jangan mabuk, minum obatmu dan jangan lupa makan malam, jangan hanya makan kue," pesan Heechul, melempar sebuah tas kecil berisi dompet juga obat milik Jiyong, lantas menyuruh artisnya itu untuk segera menutup pintu mobilnya, agar ia bisa segera pergi dari galeri itu.

Kai masih di sana, bahkan saat Jiyong merangkul Lisa dan melangkah masuk ke dalam galeri. Biasanya mereka akan berjalan sendiri-sendiri, namun sore ini Jiyong beralasan kalau kakinya sakit dan ia butuh bantuan saat berjalan. Jahilnya, begitu sampai di pintu depan galeri, Lisa memanggil penjaga keamanan di galerinya, ia minta pria penjaga keamanan itu yang membantu Jiyong berjalan sampai ke ruang kerjanya.

Melihat Jiyong datang dan berjalan ke ruang direktur, Kim Jisoo langsung menghampiri mereka. Ia tatap Lisa, seolah bertanya apa yang sedang terjadi di sana. "Aku tetap libur hari ini," jawab Lisa setelah mendengar bisikan Jisoo— yang bertanya, apa Jiyong ingin merubah lagi konsep pamerannya atau tidak. "Tidak ada perubahan konsep lagi, dia hanya datang untuk makan cheesecake. Boleh aku minta tolong dibelikan kopi?" susul Lisa, sementara kekasihnya sudah lebih dulu masuk ke dalam ruang kerjanya.

Lisa menyusul masuk ke ruang kerjanya setelah Jisoo menyanggupi untuk membeli kopi. Keduanya duduk di sofa, kemudian Jiyong membuka kotak cheesecake mereka dan Lisa berjalan ke ruang penyimpanan kecil di dalam ruangannya lalu mengambil sendok dan piring kecil di sana. "Beri sepotong untuk Jisoo," pinta Lisa, melangkah setelah mendapatkan apa yang ia cari.

"Untuk penjaga keamanan yang tadi juga," ketus Jiyong, memotong sebagian kue mereka, lalu membaginya dengan dua orang yang mereka temui barusan. Ia kesal karena tidak bisa merangkul Lisa lebih lama.

Setelah banyak ritual, akhirnya mereka bisa duduk bersama. Lisa duduk di sebelah Jiyong, memegangi sendoknya sementara Jiyong memangku cheesecake mereka. Kue itu bulat, diameternya sekitar tiga puluh sentimeter dan sudah di potong seperempat bagian untuk diberikan pada orang lain. Kini Jiyong bisa puas merangkul kekasihnya. Ia juga bisa menikmati manisnya cheesecake tanpa perlu menggerakkan tangannya. Lisa yang menyuapinya.

"Suasana hatimu buruk karena Nara?" tanya Jiyong setelah tiga suap cheesecake-nya.

"Sedikit?" jawabannya ragu. "Tapi yang lebih menyebalkan, pria tadi."

"Si fans fanatik?"

"Tadi aku ke cafe bersamanya. Aku tidak ingin dia membuat keributan di galeri, jadi aku mengajaknya bicara di cafe. Aku tahu, aku tidak akan senang bicara dengannya. Tapi aku tidak menduga pembicaraan kami akan seburuk itu. Dia membicarakan ibuku, dan aku tidak suka mendengarnya. Membicarakan sesuatu yang buruk tentang ibumu, setelah ibumu meninggal... tidak terdengar benar di telingaku."

"Kalau begitu jangan membicarakannya," tenang Jiyong. "Kalau pria itu datang lagi, jangan menemuinya. Minta seseorang untuk menyuruhnya pergi atau telepon aku, hm? Meski dia membuat keributan saat di usir, itu bukan salahmu. Kau hanya melindungi dirimu sendiri, jadi tidak apa-apa, meski ada sedikit keributan," susulnya, mengusap-usap bahu yang ia rangkul.

Lisa menghela nafasnya. Begitu juga dengan Jiyong. Mereka sama sama menghela nafas dan terkekeh setelahnya. Tidak satu pun dari mereka yang berencana menghela nafas secara bersamaan.

"Tapi kenapa oppa datang secepat ini? Aku pikir oppa akan bermain lebih lama, kalian sudah lama tidak bertemu."

"Aku sedikit kesal tadi."

"Kenapa?"

"Dia membuatku khawatir."

"Karena?"

"Bagaimana kalau kebahagiaan yang selama ini aku rasakan ternyata palsu? Bagaimana kalau ternyata selama ini aku hanya memberimu dan diriku sendiri harapan palsu?"

"Apa kebahagiaan dan harapan palsu itu benar-benar ada? Kebahagiaan hanya tidak abadi, bukan palsu. Hari ini oppa bahagia, besok tidak, lusa oppa bahagia, minggu depan tidak. Harapan juga tidak harus terkabul, harapan hanya harapan, bukan sesuatu yang harus jadi kenyataan, tidak terkabul pun namanya tetap harapan. Ayahku yang bilang begitu, saat dia sakit dan tahu kalau aku sedang hancur karena tidak bisa menari lagi. Aku tidak dekat dengan ayahku, Milan dan Seoul tidak terlalu jauh, tapi ada saja alasan untuk tidak bertemu. Lalu saat ayahku sakit, beberapa bulan sebelum ayahku meninggal, kami jadi sangat dekat. Kami membicarakan banyak hal yang tidak pernah aku bicarakan sebelumnya. Kurasa aku benar-benar putrinya."

"Tentu saja kau putrinya."

"Tidak tahu. Kadang aku merasa kalau aku bukan putrinya. Kadang aku merasa kalau ada sesuatu yang salah dengan keluargaku. Tapi aku rasa, lebih baik aku tidak tahu apapun dan tetap menganggap mereka ayah dan ibu kandungku."

***

Like a Romance DramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang