***
"Nara hamil," pelan Jiyong di dalam ruang kerja kekasihnya. Kata-kata pria itu kemudian membuat kekasihnya berhenti bergerak. Lisa yang sebelumnya sedang mengisi daya handphonenya kini mematung di meja kerjanya, menatap curiga pada Jiyong. "Usia kandungannya hampir dua bulan, tapi Soohyuk bukan ayah dari janin itu dan tentu saja itu juga bukan anakku," susul Jiyong, yang tanpa disadari membuat kekasihnya menghela nafas lega.
"Aku tidak mengetahui apapun sebelumnya. Nara sama sekali tidak menyinggungnya. Aku juga tidak pernah menduganya. Aku pikir dia hanya sedang tertekan, karena pekerjaan dan ingin berlibur. Tapi aku tidak tahu apapun dan memarahinya, karena dia melakukan dan mengatakan semua omong kosongnya, padaku, padamu juga. Sampai dia kembali ke Tokyo, dia berencana untuk tidak memberitahuku. Dia datang ke sini untuk memberitahuku, tapi dia membatalkan rencananya setelah kami bertemu. Lalu tanpa sepengetahuannya aku meminta Soohyuk datang dan Soohyuk memberitahuku, meski sempat ada kesalahpahaman dan kami berkelahi," cerita Jiyong, tanpa menunggu kekasihnya bereaksi.
"Reporter melihat kami," susul Jiyong. "Dia melihatku berkelahi dengan Soohyuk dan ada Nara di sana. Dia pikir perkelahian kami terjadi karena Nara, maksudku ya, kami berkelahi karena Nara tapi perkelahiannya tidak terjadi karena kami memperebutkannya. Reporter itu siap menulis beritanya, tapi kalau dia menulis nama Nara di sana, mengungkit lagi masalahnya yang lalu-lalu, Nara bisa mati. Keadaannya yang sekarang saja cukup untuk membuatnya ingin bunuh diri. Dia tidak akan bisa mengatasi reporter. Karena itu aku menutupi beritanya dengan berita lain, lalu melibatkanmu."
"Aku ikut sedih mendengarnya, kasihan Nara eonni," komentar Lisa kemudian, menyela cerita Jiyong dengan suaranya. "Tapi aku tetap kecewa," susulnya, menatap Jiyong dengan mata sendunya, seolah ia hampir menangis di sana. "Meski tidak sampai membuatku ingin mati, melihat masa laluku diungkit, Jennie disinggung, siang tadi Kai dan Joohyuk juga disinggung, tentang orangtuaku dan Minho oppa juga, semuanya membuatku sesak nafas. Hari ini aku menemui empat orang seniman dan aku harus mengulang cerita kecelakaanku sampai cidera di kakiku, empat kali. Aku harus menceritakan alasanku tidak bisa menari lagi empat kali. Besok aku juga harus menceritakan lagi cerita itu, lusa pun begitu. Mungkin perasaanku akan berbeda kalau oppa memberitahuku lebih dulu, kalau oppa memberiku waktu untuk bersiap-siap lebih dulu. Tapi oppa tidak melakukannya, jadi rasanya semakin menyakitkan. Kenapa aku harus menderita begini demi wanita yang menyukai kekasihku? Nara eonni lebih penting dariku? Kekasihku lebih memilih melindungi wanita lain-"
"Tidak!" potong Jiyong, setengah berteriak. "Bukan aku lebih baik melukaimu daripada melukai Nara. Aku salah karena tidak memberitahumu lebih dulu. Aku salah karena tidak memberimu peringatan sebelumnya. Saat itu aku terlalu kalut untuk memikirkan apa yang mungkin akan terjadi, tapi aku tidak pernah berfikir akan mengorbankanmu untuk melindungi Nara. Berita kencanku denganmu, dengan Nara atau dengan wanita lain sekalipun, pasti akan melukai kekasihku. Aku tahu itu, meski tidak banyak, penggemarku pasti akan melukai wanita manapun yang aku kencani. Tapi daripada terlibat skandal dengan Nara kemudian aku harus melindunginya dari reporter dan penggemarku, aku lebih memilih terlibat skandal denganmu lalu melindungimu. Melindungimu lebih mudah untukku karena kalau aku terlibat skandal dengan Nara dan berusaha melindunginya, kau pun akan ikut terluka."
"Jadi, apa pun yang oppa lakukan, aku tetap jadi korbannya? Tetap aku yang terluka."
"Lisa-"
"Baiklah, harusnya aku menyadari itu saat memutuskan berkencan denganmu," potong Lisa. "Sekarang aku mengerti kenapa semua ini terjadi padaku, jadi oppa bisa pulang. Beri aku waktu untuk berfikir," pinta Lisa, yang justru bergerak menjauh saat Jiyong mencoba meraihnya. Gadis itu melangkah mundur kemudian berbalik dan masuk ke pantry kecil di belakang dinding pembatas tipis dalam ruang kerjanya.
Jiyong menghela nafasnya sebelum pergi. Ia berkata kalau ia akan menemui Lisa lagi besok pagi, kemudian melangkah meninggalkan ruang kerja kekasihnya itu dengan bahu turun. Ia melangkah menjauhi ruang kerja Lisa, lalu di ujung lorong langkahnya terhenti sebab Jennie berdiri di sana, juga berhenti, memperhatikan Jiyong yang terlihat lesu.
"Apa Direktur Lee ada di ruangannya?" tanya Jennie, sekedar berbasa-basi karena mereka berdua sudah terlalu lama saling melihat.
"Ya, tapi dia sedang tidak bisa diganggu," angguk Jiyong, yang akhirnya punya kesempatan untuk melewati Jennie dan melangkah pergi.
Meski dilarang, Jennie tetap mengetuk pintu ruang kerja Lisa. Tidak ia indahkan peringatan Jiyong yang lebih dulu melangkah pergi. Jennie mengetuk pintunya, menunggu sebuah jawaban yang tidak kunjung datang. Tidak ada jawaban, akhirnya gadis itu melangkah masuk dan ia lihat teman lamanya sedang duduk di kursi kerjanya, melamun sembari mengigiti ujung-ujung jarinya. Kaki Lisa di naikan ke atas kursinya, di peluk dengan dagu yang bersandar pada lututnya.
Jennie mengetuk ulang, kali ini di meja kerja di depan teman lamanya itu. Menyadari ada kehadiran orang lain di sana, Lisa langsung menurunkan kakinya, sempat berdiri di depan Jennie karena terkejut kemudian kembali duduk sembari menggerutu. "Meski aku bukan orang baik untukmu, tapi bisakah kau mengetuk dulu sebelum masuk? Bagaimana pun sekarang aku bukan orang yang bisa kau sepelekan," gerutu Lisa, yang kembali duduk kemudian memperhatikan Jennie di depannya. "Apa ada masalah dengan persiapan pertunjukannya?" susulnya.
"Tentu saja kami punya banyak masalah, direktur Lee," balas Jennie. Ia langkahkan kakinya mendekati sofa di tengah-tengah ruang kerja itu kemudian mengambil duduk di sana. "Tapi aku datang bukan sebagai Kepala Akademi, Lisa. Kemarin kau masuk ke sebuah mobil bersama Kai, aku melihat kalian," katanya tanpa menoleh, sibuk memperhatikan karangan bunga dalam vas di atas meja di depannya.
Lisa membeku saat mendengar kata-kata Jennie. Akhirnya apa yang ia takutkan kemarin, terjadi juga, hari ini. Ia selalu takut akan berada di situasi seperti ini, terlibat lagi dengan Kai dan Jennie. Dan kini dirinya semakin takut karena semua mata memperhatikannya. Apa yang akan terjadi kalau cerita sebenarnya, dibalik kecelakaannya ketahuan oleh reporter? Semua yang sudah ia bangun, Jennie bangun, Kai bangun, Joohyuk bangun mungkin akan hancur. Tidak sampai di sana, Jiyong juga Minho mungkin akan ikut terseret ke dalamnya.
"Karena keadaan sudah jadi seperti ini, biarkan aku memperingatkanmu sekali saja," Jennie kembali bicara di saat Lisa ssma sekali tidak bisa menggerakan bibirnya. "Di Milan ini bukan masalah besar, tapi di sini kita semua bisa hancur berkeping-keping. Aku sudah menikah dengan Kai dan tidak pernah ada rencana untuk bercerai. Kai mungkin lupa kalau sebelum pergi ke Milan kami mendaftarkan pernikahan untuk mendapatkan beasiswa lebih banyak, sampai sekarang pernikahan itu belum dibatalkan dan kami belum bercerai. Karena itu, jangan terlibat lagi dengannya."
"Kenapa kau memberitahuku? Setelah semua yang pernah aku lakukan, kau bisa diam saja dan membiarkanku hancur seperti yang kau inginkan."
"Entahlah, mungkin karena aku terlalu baik?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Like a Romance Drama
FanfictionAku tidak menyukainya. Aku membencinya. Beritahu aku siapa yang akan mencintaiku ketika aku membenci diriku? Aku tidak akan menyalahkan orang lain untuk rasa sakitku, ketika sebenarnya sangat mudah untuk membenciku. Aku sudah memutuskan untuk send...