Malam yang berbintang, juga ditemani oleh bulan yang bersinar terang. Aku hanya menatapnya, berharap jika dia juga menatapku ditempat ini.
Semesta yang begitu kejam membuatku selalu merasa kesepian, kata yang pernah aku dengar darinya. Kini hanyalah kenangan tentang apa yang sudah ia bicarakan denganku, kisahnya begitu menyayat hati. Semua yang ia lakukan ternyata hanyalah topeng, ia berlagak seolah ia adalah yang paling bahagia didunia ini.
Namun pada kenyataannya ia hanya sebatang kayu yang hampir rapuh terkena air hujan secara terus-menerus. Kehidupannya begitu pedih, jika aku yang berada diposisinya, mungkin aku sudah menyerah. Pagi, siang, sore dan malam hanyalah tangis yang ia perlihatkan pada semesta tanpa seorangpun yang tahu.
Termasuk aku.
"Sakit"
Lirihan itulah yang aku dengar darinya sebelum dia menuju kehidupan yang abadi. Selama ini, aku dan orang-orang menganggapnya seperti anak biasa, awal pertemuannya dengankupun, aku menganggap bahwa ia adalah pemuda yang hidup dengan berbagai kasih sayang seorang orang tua. Namun nyatanya itu hanya dugaanku saja, ia begitu hebat menyembunyikannya, ia bahkan tak membiarkan semua orang tahu tentang dirinya. Cowok itu benar-benar menutupnya dengan rapat, hanya dengan cara berprilakunya yang mudah bergaul, mencairkan suasana dan juga bertingkah konyol kepadaku.
Tiada hari tanpa aku dan dirinya tak beradu argumen barang sedetikpun jika bertemu. Selalu seperti itu, tetapi anehnya aku menyukai suasana itu. Satu hari tak bertengkar dengannya selalu membuatku ada yang kurang, mengganjal hati.
Satu tahunpun terlewat dengan cepat, semuanya aku lewati bersamanya dengan adu mulut ketika bertemu. Dan, lagi-lagi aku sekelas dengannya. Berbeda dengan tahun dimana ketika aku dan dia berada dikelas X, kita hanya bertengkar. Lalu dikelas XI ini, aku malah terjebak kisah cinta asmara dengannya ketika aku sudah tahu semua tentang kehidupannya. Kehidupan yang ia tutup tanpa seorangpun mengetahuinya, juga kehidupan yang membuatnya lemah berdiri didunia ini.
"Lo mau nggak jadi pacar gue?"
Satu pertanyaan ketika aku dan dia berada diatas rooftop sekolah. Pada waktu itu, dia tengah berada didalam bayang masa lalu yang selalu membuatnya terluka, dan lagi-lagi aku datang ketika dia berada dikondisi ini.
Awalnya aku ingin menolaknya, tetapi entah kenapa hati ini malah berbicara iya kepadanya. Akui saja jika aku memang memiliki rasa kepadanya, dalam arti kata lain aku memang menyukainya pada pandangan pertama aku melihatnya.
"Oke, ayo kita pacaran. Dan gue berharap dengan ini lo bisa lepas dari masa lalu itu"
Rangkaian kata untuk membalasnya itu muncul dalam mulutku, entah mengapa saat moment itu datang dengan waktu yang tak disangka-sangka, membuat jantungku berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Sungguh sesuatu yang diluar dugaan jika aku berpacaran dengannya, musuh abadiku sendiri.
Siang hari itu, aku dapat melihat senyum manisnya. Tampan, satu kata itu yang aku ucapkan dihati untuknya. Harus aku akui jika dia memang tampan, namun semua itu tertutup dari pandanganku karena sifat tengilnya dan juga sikap yang membuat semua orang darah tinggi bila didekatnya.
Hari demi hari sudah aku lalui dengannya. Senyum, tawa serta lukapun sudah aku lewati dengannya. Indah, benar-benar indah sampai dirasa-rasa aku hanya ingin terus bersamanya. Namun sepertinya Tuhan melarangku dengannya untuk bersatu, empat bulan lewat dua minggu hubunganku dengannya berjalan dan takdir begitu kejam memisahkanku dengan dirinya.
Hatiku hancur, bahkan tak berbentuk lagi. Dia ada didalam dekapanku dengan kondisi yang sudah tak bernyawa, begitupun dengan darah segar yang terus mendesak keluar tanpa ada jeda itu menemaniku dengannya.
Dua kata yang ia katakan kepadaku sebelum ia benar-benar menyusul kedua orang tuanya disana, surga.
"Bahagia sayang"
❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood is Love (TAMAT)
Teen FictionMasa lalu yang terburuk bukanlah apa yang kita lakukan dulu, tapi masa lalu yang terburuk adalah kehilangan orang yang sangat kita... Cintai \~>\~>\ "Kamu nggak bakal ninggalin aku, kan?" "Nggak akan, aku janji nggak bakal ninggalin kamu" "Janji?" "...