51

9 3 6
                                    

Bruk!

"Eh, aduh jatuh" Gavin reflek berujar demikian, ketika ada salah satu benda yang tak sengaja ia jatuhkan.

Tangan itu terulur kebawah, lalu diambilnya sebuah bingkai yang tergeletak diatas lantai berwarna krem itu. Gavin tersenyum kecil kala melihat foto yang berada didalam bingkai.

Terlihat jelas dua orang muda-mudi yang tengah tersenyum lebar disana. Itu adalah foto dirinya dan Gemma, diambil waktu dia dan adiknya itu masih berada dibangku sekolah menengah pertama. Tak terasa tangan itu kini mulai mengelusnya pelan, lebih tepatnya ia mengelus wajah sang adik.

Sekelibat momen menyenangkan muncul didalam bayangannya lagi, tak bisa dipungkiri ia sangat rindu dengan momen itu. Ia rindu memeluk adiknya dan dibalas hangat oleh Gemma, ia rindu dengan senyum hangat cewek itu, ia juga rindu dengan bawelnya cewek itu ketika Gavin sudah mengajaknya berbicara.

***

"Lagi apa, tuh?" ucap Gavin yang tiba-tiba datang dari belakang, membuat Gemma yang tengah asik bermain ponsel terperanjat.

Gemma berdecak kala mendengar tawa Gavin. "Ish, abang ngagetin Gemma aja deh" decak gadis itu kesal.

Masih dengan tawanya, Gavin kembali membuka suaranya. "Ya, makanya. Jadi orang tuh jangan serius-serius"

"Lagian kamu juga lagi ngapain sih, dek?" tanya Gavin lagi.

Sebelum menjawab pertanyaan kedua sang kakak, bibirnya perlahan tertarik. Membentuk sebuah senyuman yang teramat hangat dihati Gavin. "Gebetan" ucap Gemma malu-malu.

Gavin sebisa mungkin menahan tawanya yang akan meledak, ia tak menyangka dengan jawaban Gemma yang terdengar polos itu. "Gebetan?" Gavin mengulangi kalimat Gemma barusan, memastikan jika dia memang tak salah mendengar ucapan gadis itu.

Kepala itu dengan semangatnya mulai mengangguk. "Iya!" seru Gemma yang nampak tengah bahagia, dari wajahnya Gavin tahu jika Gemma memang tengah merasakan yang namanya jatuh cinta.

"Kenapa?" tanya Gemma kemudian, dia merasa ada yang aneh dari ekspresi wajah kakaknya itu. Cowok itu seperti tengah menahan diri agar tidak tertawa dihadapannya.

"Kenapa gimana maksudnya?" tanya Gavin balik dengan alis yang terangkat bingung.

"Ya, abang kenapa? Kenapa ekspresi wajahnya kayak orang lagi nahan buat nggak ketawa?" bingung Gemma. "Apa ada yang salah ya, dari ucapan Gemma barusan?" sambung cewek itu lagi.

Sudah, Gavin sudah tak tahan lagi untuk tak menahan tawanya. Suara menggelegar itu langsung memenuhi seluruh kamarnya, juga telinga gadis itu yang dibuat semakin bingung olehnya. Perlu diketahui saja, jika sore hari menjelang malam seperti ini, Gemma pasti akan selalu berada didalam kamar Gavin. Katanya kamar Gavin lebih luas daripada kamarnya, lebih wangi dan yang terpenting Gemma dapat merasakan kehangatan dari cowok itu.

"Abang kenapa, sih?" tanya Gemma lagi, ada sedikit nada kesal disana. Bibir merah itu juga mulai mengerucut.

Gavin mulai menghentikan tawanya detik itu juga, tangannya perlahan mengacak puncak kepala Gemma. "Masih kecil nggak usah mikir punya gebetan dulu" kata cowok itu lembut, bibirnya kini juga sudah membuat lengkungan indah dimata Gemma.

"Kenapa?" tanya sang adik polos.

"Gemma kan masih SMP, Gemma juga masih harus belajar" suara lembut itu kembali dibuat oleh Gavin, membuat si pendengar yang ada didepannya merasakan kehangatan sikap cowok itu.

Blood is Love (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang