47

8 3 0
                                    

Ditempatnya duduk, Adelard hanya melamun menikmati setiap hembusan angin malam yang tenang menerpa kulit wajahnya. Malam ini sungguh cerah, namun tidak dengan hatinya yang kini tengah dilanda kesedihan.

Berjam-jam sudah ia lewati, sampai akhirnya malam dengan cahaya bulan dan bintang inipun tiba. Sudah berulang kali pula Bi Lastri mengetuk-ngetuk pintu kamarnya, tetapi ia tak pernah membukanya.

Cerita Gavin tadi siang terngiang lagi dikepalanya, kata yang paling melekat didalam otaknya adalah ketika Gavin berbicara jika Gemma sudah membenci dirinya. Jika memang itu benar, Adelard harus melakukan apa?

Selama tiga bulan ini ia sudah terbiasa dengan kehadiran cewek yang berstatus sebagai pacarnya itu, namun jika Gemma membencinya seperti yang Gavin ceritakan. Ia harus bagaimana, hubungannya dengan Gemma sekarang saja tak tentu arah. Menggantung, seperti jemuran emak dirumah.

Hingga detik selanjutnya, helaan napas panjang lolos dari mulutnya. Cowok dengan seragam sekolah lengkap itu kemudian melihat jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya. Ternyata sudah jam delapan malam, pantas saja perutnya kini sudah mengeluarkan bunyi-bunyi yang aneh sedari tadi.

Ia baru ingin berdiri dari duduknya, berniat untuk menuju kekamar mandi, membersihkan dirinya terlebih dahulu sebelum keluar dari kamarnya. Tetapi ponsel yang berada disaku celana sekolahnya bergetar, menandakan ada pesan masuk.

+62 896xxxxxx

|Mengirim foto

|So cute|Gimana hasil jepretan kamera gue?|Bagus dong pastinya?|Dari sini aja Gemma menggoda iman ya?|Boleh lah kalo gue cicip dikit asetnya 😏

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

|So cute
|Gimana hasil jepretan kamera gue?
|Bagus dong pastinya?
|Dari sini aja Gemma menggoda iman ya?
|Boleh lah kalo gue cicip dikit asetnya 😏

Mata Adelard mengerjab beberapa kali, napasnya tercekat seketika. "Sialan!" umpatnya kasar, langsung memasukan ponselnya lagi kedalam saku, mengambil kunci motor yang berada diatas nakas dan pergi begitu saja.

Melupakan tujuan awalnya untuk mengisi perutnya yang membutuhkan isi ulang darinya. Pikirannya saat ini sungguh kalut, ia takut jika orang itu benar-benar melakukannya pada Gemma.

"Lho den Adelard mau kemana?" tanya Bi Lastri.

"Aku pergi dulu bentar, bi. Nggak lama kok, permisi bi" sahut Adelard dengan tergesa.

Tak mempedulikan suara Bi Lastri yang sudah memanggilnya berulang kali, juga memperingatinya agar tidak membawa motornya dengan ugal-ugalan. Dipikiran cowok itu sekarang hanya ada Gemma dan Gemma, tak ada yang lainnya. Ia hanya berdoa semoga itu hanyalah sebuah pesan untuk menakut-nakuti dirinya saja. Bukan kejadian nyata, apalagi aksi yang dapat ia tonton dengan mata kepalanya sendiri.

∞~∞

"Gimana? Udah semua kan belanjanya?" tanya Gemma pada Leara yang kini tengah memilih beberapa cemilan kesukaannya.

"Belum, sedikit lagi" sahut Leara tanpa mengalihkan perhatiannya.

"Oke deh, gue juga mau milih cemilan dulu" ucap Gemma yang dibalas senyum dan anggukan dari Leara.

Tadi dirumah Leara saat mereka tengah asik menonton drama Korea, Mamanya Leara menyuruh anak kesayangannya itu untuk pergi ke supermarket dekat rumah untuk membeli beberapa bahan makanan yang lupa tak ia beli.

Sempat ada adu mulut dulu antara ibu dan anak tadi, dalam waktu kurang sepuluh menit perdebatan itu akhirnya berhenti. Dimenangkan oleh mamanya Leara, oleh sebab itu Leara dan Gemma berada ditempat ini sekarang.

"Aku traktir mau, kak?" tawar Leara tiba-tiba.

Pergerakan Gemma berhenti sejenak, kepala itu kemudian menoleh cepat ke samping. Memperlihatkan Leara yang masih tersenyum manis pada dirinya.

"Nggak usah, gue bawa uang sendiri kok" tolak Gemma cepat.

"Aku juga nggak papa kok, kak. Anggep aja ini itu sebagai tanda pertemanan kita, kak" ujar Leara.

Bibir itu mulai melengkung, membuat sebuah senyuman yang indah di depan mata Leara. "Nggak perlu, lagipun gue udah anggep lo lebih dari temen. Gue udah anggep lo kayak adek gue sendiri, Ra" kata Gemma.

"Adek?" beo Leara terkejut bukan main. Ia tidak salah dengar bukan jika Gemma sudah menganggapnya seperti adik katanya? Beneran? Leara masih kurang percaya dengan apa yang ia dengar, menurutnya berteman dengan Gemma saja sudah menjadi kebanggaan tersendiri bagi Leara. Namun sekarang Gemma telah menganggapnya seperti adik? Wow! Leara benar-benar senang hari ini.

Kepala Gemma mengangguk samar. "Iya, lo nggak mau ya kalo gue anggep adek?" tanya gadis itu ketika melihat reaksi Leara yang hanya mematung saja ditempatnya berdiri.

Dengan cepat Leara menggeleng. "Nggak! Aku seneng banget dianggep adek sama kakak! Dari dulu emang aku mau punya kakak kayak kak Gemma!" serunya kegirangan.

Gemma terkekeh kecil menanggapinya. Pada detik selanjutnya ekspresi wajah itu mulai menegang, netranya menatap seseorang yang tak jauh dari dirinya dan Leara berdiri. Semuanya sama seperti biasanya, memakai pakaian serba hitam dan tak lupa mengenakan masker, serta tudung hoodie yang hampir menutupi seluruh wajahnya.

"Leara, ayo kita pergi" nada bicaranya kini mulai panik, membuat Leara yang mendengarkannya kebingungan.

"Lho kenapa, kak? Aku belum se--"

"Udah nanti kesini lagi aja, untuk sekarang ayo pergi dulu!" kepanikan Gemma semakin menjadi-jadi ketika orang berhoodie itu mulai melangkah mendekatinya.

"Kakak kenapa?" bingung Leara.

"Udah ayo pergi, Ra!" sentak Gemma tanpa sadar, tangannya kini mulai bergerak menggenggam pergelangan tangan Leara. Memaksa gadis itu untuk ikut keluar bersama dengannya, tak peduli lagi dengan semua barang belanjaannya yang sudah ia masukan kedalam troli.

Yang penting nyawanya aman sekarang, ia sungguh takut dengan orang itu, semakin lama peneror itu semakin menjadi-jadi. Entah siapa orangnya dan apa salah Gemma sampai-sampai membuat orang itu terus mengikuti jalannya, dimanapun ia berada pasti ada orang berhoodie itu.

Sekali, dua kali Gemma tak mempermasalahkannya, biarlah orang itu lelah sendiri. Namun semakin didiamkan, bukannya menjauh, dia malah semakin mendekati Gemma. Bahkan kemarin Gemma pernah diikuti dari pulang sekolah hingga sampai ingin masuk ke rumah, untungnya gerakan Gemma lebih cepat daripada orang itu. Jadi Gemma dapat menghindarinya.

Setelah sampai diluar supermarket, Leara menepiskan tangan Gemma kasar. "Kakak kenapa, sih?" pertanyaan itu sudah berulang kali Leara katakan, tapi tak pernah dijawab oleh Gemma. Kakak kelasnya itu terus saja menarik pergelangan tangannya, membuatnya menjadi sedikit kesal.

Bukannya menjawab, mata itu malah terus menelusuri kedalam arah supermarket. Entah sulap apa yang dimiliki oleh orang itu, yang jelas orang berhoodie hitam itu tak ada lagi didalam supermarket, menghilangnya kemanapun Gemma tak tahu keberadaannya saat ini.

"Kak! Jawab dong!" teriakan itu mampu membuat pergerakan mata Gemma terhenti, ia kemudian menaruh pandangan pada Leara sepenuhnya.

"Nggak papa, tadi gue liat ada orang aneh aja didalem. Mencurigakan, gue takut kalo dia perampok" jelas Gemma sedikit terbata-bata.

"Perampok gimana sih, kak. Supermarket dijaga ketat juga sama satpam!" sahut Leara sambil menunjuk-nunjuk dua satpam yang berdiri tegak disisi pintu utama supermarket itu.

"Iya, emang bener ada satpam tap--"

"Gemma!"












~Tbc~

Blood is Love (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang