Akhir

30 3 2
                                    

Gemma kini duduk dijendela ruang tengah rumahnya, yang mana pemandangan awal yang ia temui adalah taman rumahnya sendiri.

Kabar meninggalnya Adelard langsung menggemparkan warga sekolah, terutama para fans cowok itu. Mereka tak menyangka jika Adelard bisa pergi secepat ini, lebih parahnya mereka mendengar jika cowok itu meninggal karena dibunuh oleh Aldo yang kini sudah tertangkap polisi. Cowok itu sudah dihukum dibalik jeruji besi, bersama dengan Raka tentunya.

Sudah hampir seminggu pula kepergian Adelard dari kehidupan gadis itu, namun Gemma masih tetap memikirkan cowok yang kini jiwanya sudah tenang disurga sana. Buku yang berada ditangannya ia biarkan terkena angin begitu saja, membuat halaman buku yang akan ia baca selanjutnya hilang.

Gemma menghela napasnya panjang, ia masih tak percaya dengan kepergian Adelard yang bisa dibilang sesingkat ini. Gadis itu bahkan belum bisa membuatnya sembuh dari phobia dan juga traumanya, tetapi Tuhan sudah gegabah mengambil cowok itu dari pelukannya. Mungkin memang itu yang terbaik untuk Adelard, dengan kepergiannya cowok itu tak perlu merasa kesakitan lagi.

Disini Gemma tak menyalahkan siapapun, dia lebih memilih menyalahkan dirinya sendiri. Andai saja waktu itu ia tak lemah, kejadiannya tak akan seperti ini. Ia berpikir jika waktu itu ia tak terus merintih kepada Adelard, mungkin saja cowok itu masih hidup. Dia masih bisa melihat wajahnya, masih bisa melihat senyumnya, masih bisa mendengarkan suaranya. Bahkan masih bisa memeluk tubuhnya erat.

Tak terasa air mata yang tertampung didalam matanya, kini mulai mengalir dengan seiring berjalanannya emosi Gemma yang kian menjadi-jadi. Setiap hari, tak ada kata yang tak ia ucapkan pada orang tercintanya.

"Maaf"

Lagi-lagi lirihan yang menyayat hati itu keluar dari mulut mungilnya. Gemma hampir gila karena kepergian cowok itu, secara keseluruhan Gemma belum siap berpisah dengannya. Setiap jam, menit, bahkan detik ia selalu merindukan Adelard.

Tubuh yang biasa ia peluk dengan erat kini sudah berada didalam tanah, sesuatu hal yang mustahil jika Gemma ingin memeluk cowok itu sekarang.

"Gemma" panggil Gavin lembut kepada adiknya.

Gemma tak menggubris sedikitpun panggilan itu, ia terus saja menangis. Menyalahkan dirinya sendiri karena telah membuat Adelard meninggal.

Gavin menghela napasnya panjang, cowok itu bingung harus dengan cara apalagi membujuk Gemma supaya tak terlalu larut dalam kesedihannya. Bayangan dimana Gemma nekat menggores pergelangan tangannya sendiripun kini terekam lagi diingatan Gavin.

***

"Kamu apa-apaan sih Gemma?!!" bentak Gavin ketika dirinya mendapati pintu kamar adiknya yang sedikit terbuka. Menampakan Gemma yang berada didalamnya kacau, benda tajam yang berada ditangannya dan juga darah segar yang mengalir, membasahi setiap lantai yang ia pijak sekarang.

Tak ada sautan dari si pemilik kamar, gadis itu lebih memilih diam dan tak berbuat apa-apa ketika benda tajam itu dibuang asal oleh Gavin.

Air mata Gavin langsung mengalir ketika melihat respon sang adik yang begitu kosong menatap pergelangan tangannya yang berdarah.

Grep!

Langsung saja Gavin memeluk tubuh ringkih Gemma, hatinya sungguh sakit melihat keadaan perempuan yang begitu berharga di kehidupannya itu.

"Ini semua salah abang, Gemma. Ini semua salah abang, bukan Gemma.. jadi Gemma nggak perlu ngerasa bersalah kayak gini" kata Gavin dengan tangis hampir pecah.

Masih sama, tak ada respon dari Gemma. Ia bahkan lebih memilih diam tanpa mengeluarkan sepatah katapun pada Gavin, rasanya sulit sekali menerima semua ini. Kenyataannya begitu pahit, menyesatkan Gemma dalam lingkaran iblis yang terus menggodanya untuk menyusul Adelard berada sekarang.

Blood is Love (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang