Dua jam sudah Gemma terdiam dibangku miliknya. Sedari tadi telinganya sudah panas mendengarkan penjelasan dari pria tua berkaca mata minus didepannya, gadis itu tak tahu apa yang sebenarnya dijelaskan oleh gurunya padahal. Gemma juga dibuat jengah karena pacarnya yang malah tidur nyenyak disebelahnya, ingin membangunkannya tapi untuk apa nantinya kalau Adelard sudah bangun?
Hembusan napas kasar itu tiba-tiba keluar dari mulutnya, bersamaan dengan hal itu. Ponsel yang berada dilaci mejanya bergetar sekilas, menandakan ada pesan masuk. Tanpa rasa ragu dan takut sedikitpun, Gemma dengan beraninya mengambil benda pipih itu. Tak tanggung-tanggung pula, gadis itu langsung membuka aplikasi WhastApp dan mengotak-atik benda itu diatas mejanya.
Dia seakan tak perduli dengan guru berkaca mata minus itu, baginya kehadiran pria tua itu hanya membuat otaknya pecah saja. Kalaupun guru itu melihatnya, Gemma tak akan diberi hukuman apapun, mengingat gadis itu adalah anak pemilik sekolah ini. Bebas.
+62 858xxxxxx
|Mengirim foto
Melihatnya, mata Gemma langsung membelalak dengan sempurnanya. Kepala itu kemudian celingukan kesana-kemari, atau yang lebih tepatnya melihat kearah luar jendela.
Lagi, peneror itu mengiriminya foto tentang dirinya. Kali ini si peneror itu mengambil fotonya dari luar jendela, dengan netra yang menatap lurus ke depan. Dia menghela napasnya kembali ketika si peneror yang memfotonya dari luar tak ada wujudnya sama sekali.
Terkadang Gemma heran, kenapa dirinya terus diteror akhir-akhir ini? Jika diingat kembali pun pada saat masa lalunya dan masa sekarang, dia tak mempunyai musuh sedikitpun. Sekalinya adapun, setiap mereka berdua bertemu hanya akan adu mulut saja atau yang paling ekstrim adalah saling menatap tajam dan berujung aksi jambak-menjambak.
Kekanak-kanakan bukan? Tetapi Gemma lebih suka yang seperti itu. Menurutnya hal itu lebih jelas daripada aksi teror-meneror seperti ini. Akhir-akhir ini pula Gemma menjadi harus menyediakan stok kesabaran yang sangat banyak untuk mengetahui siapa si peneror ini yang selalu saja membuatnya geram bukan main, adanya hal ini pula perasaannya jadi sering was-was sendiri belakangan ini.
Rasanya tak nyaman, gadis itu merasa seperti diikuti oleh seorang psikopat yang akan menjadikannya korban selanjutnya. Sungguh, Gemma benar-benar takut jika orang itu benar-benar psikopat yang akan mengincarnya dan akan menjadikannya korban selanjutnya.
Kepala itu menggeleng cepat, gadis itu berusaha menepis semua pikiran sempitnya. Sebisa mungkin ia harus berpikir positif, tetapi nyatanya tak bisa. Munculnya spekulasi bahwa orang itu adalah psikopat ada dikepala Gemma, bahkan kini pikiran negatif itu semakin liar. Ia tak bisa membayangkan jika memang benar seperti itu kenyataannya.
"Yang ditengah itu kenapa?!" sentakan itu nyatanya dapat menarik Gemma keluar dari khayalan sesatnya. Bersamaan dengan itu semua atensi penghuni kelas mengarah padanya.
Matanya mengerjap beberapa kali, tangan itu masih utuh memegang ponsel. Sedetik kemudian Gemma menyengir samar. "Nggak ada apa-apa kok, pak" ujarnya santai.
Nampak dari tempat duduknya, guru itu menghela napasnya berat. Mungkin bagi pria tua itu mengajar dikelas Gemma harus memerlukan kesabaran yang banyak, mengingat kelas inilah yang paling Wow diantara yang lainnya. Penghuni kelasnya yang aneh, suka petakilan dan jangan lupakan setiap siswa-siswinya memiliki sikap yang super duper santai. Sangking santainya mereka, sampai-sampai sebagian dari mereka menjadi langganan guru BK.
Tring!
Baru saja Gemma membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu pada guru dihadapannya itu lagi, dentingan yang terdengar nyaring dikelas yang sunyi itu membuat bibir Gemma terkatup seketika. Netra itu dengan perlahan menatap kearah ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood is Love (TAMAT)
Teen FictionMasa lalu yang terburuk bukanlah apa yang kita lakukan dulu, tapi masa lalu yang terburuk adalah kehilangan orang yang sangat kita... Cintai \~>\~>\ "Kamu nggak bakal ninggalin aku, kan?" "Nggak akan, aku janji nggak bakal ninggalin kamu" "Janji?" "...