40

11 6 1
                                    

"Lepas bangsat!" Aldo memberontak dari Gavin yang tiba-tiba langsung membawanya pergi keatas rooftop saat dia baru meletakan tasnya diatas bangku.

Brak!

Tubuh cowok itu seketika jatuh dalam sekali dorongan. Gavin benar-benar sudah gelap mata, darahnya sudah mendidih karena ulah Aldo yang kian hari semakin bertambah. Cukup, kesabaran Gavin sudah habis untuk cowok bejat yang satu ini, sudah cukup pula Gavin menuruti kemauannya. Yang ia inginkan hanyalah satu sekarang, Gemma berada didalam jangkauannya seperti dahulu. Seperti kala mereka masih kecil, hanya itu.. Gavin hanya ingin itu!!

"Lo kan yang selama ini ngerjain Gemma?!" sentak Gavin langsung pada inti pembicaraannya membawa Aldo kemari. Aldo terkekeh remeh, tanpa rasa takut sedikitpun cowok itu malah menatap Gavin santai seperti tak terjadi apa-apa sebelumnya.

"Hmm.." Aldo nampak berpikir, atau dalam arti kata lain. Cowok itu tengah mengejek Gavin sekarang, "kayaknya bukan" jawabnya enteng.

Emosi Gavin semakin menjadi-jadi, wajahnya kini merah padam menahan diri agar tak kelepasan untuk menghabisi Aldo saat ini juga. Dengan napas yang memburu hebat, tangan Gavin terulur mencengkram kerah kemeja sekolah milik Aldo dengan kasar.

"Udah gue bilang kan, Gemma nggak tau apa-apa" lirih Gavin. Cengkeramannya sedikit melonggar saat mengatakan dialognya, dalam hati kecilnya ia hanya ingin Gemma bebas dari incaran Aldo yang sudah gelap mata. Sampai-sampai tak memiliki hati nurani kembali terhadap sekitarnya.

Tubuh Gavin ikut ambruk sangking tak kuatnya menahan rasa bersalah, ia tertunduk dalam menyembunyikan wajahnya yang sudah basah karena air mata dari Aldo.

"Gue tau, Do. Gue salah waktu itu, gue tau.. tapi Gemma nggak tau, Do. Dia juga nggak pernah tau kalo gue pernah punya hubungan sama adek lo, Dera. Dia juga nggak tau, Do kalo gue pernah ngelakuin hal bejat kayak gitu" ungkap Gavin sambil menahan sesak yang mulai menghantam didadanya yang kian malah menjadi menyakitkan.

Kepala itu mendongak kembali, barulah dari sini Aldo dapat melihat wajah Gavin yang berlinang air mata. Rasanya tak tega saat melihat sahabatnya dari SMP itu menunjukan hal ini, tapi mau bagaimana lagi Aldo masih dalam pendiriannya. Melibatkan Gemma sebagai bahan balas dendamnya pada Gavin, cowok itu benar-benar tak terima karena adik semata wayangnya itu dirusak begitu saja oleh Gavin. Lebih parahnya lagi dirusak saat gadis itu masih belum bisa mewujudkan semua cita-citanya terlebih dahulu, maka dari situlah Aldo ingin membalaskan semuanya pada Gemma. Tak perduli seberapa bejat orang menilainya nanti, yang terpenting bagi dirinya adalah membalaskan dendamnya terlebih dahulu pada Gavin selesai tanpa waktu yang lama.

"Apa gue harus berlutut, Do? Supaya lo ngelepasin Gema dan bales dendam lo cuma sama gue?" cowok itu sudah sangat putus asa sekarang, tak apa jika harga dirinya dipandang rendah oleh Aldo yang kini tengah menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Seperti ada yang mengiris hatinya kala itu, Aldo kini mematung tanpa kata-kata ketika Gavin benar-benar berlutut didepannya. Bertahun-tahun dia berteman baik dengan Gavin, namun baru kali ini lelaki itu tanpa ragu berlutut dihadapannya. Kalau di ingat-ingat kembali, selama mereka berteman, Gavin tak pernah sekalipun bersikap seperti ini. Sekalipun cowok itu berbuat salah, pasti ujungnya cuma minta maaf saja, tidak seperti sekarang yang tengah berlutut didepannya.

"Bunuh gue aja, Do. Gue rela kok mati ditangan lo, asalkan jangan Gemma atau siapapun itu" meski berat rasanya mengatakan kalimat itu, Gavin harus bisa agar Gemma aman dari Aldo. Meski sakit nan perih dihatinya juga, namun kembali lagi Gavin harus bisa melakukan hal itu. Biarlah nyawanya hilang dengan sia-sia ditangan sahabat baiknya sendiri, cowok itu sangat rela jika hal itu terjadi padanya karena sudah semestinya hal itu menimpanya.

Blood is Love (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang