"Wow.... Gue langsung ngerasa beda gini pake seragam."
"Kamu kelihatan keren sekali pakai seragam itu." Ziva menimpali Fina tulus.
"Eh? Makasih, loh," balas Fina yang tersipu malu. "Lo juga kiyowo. Aduh, pake span lagi. Gue juga jadi pengen rok span."
Ziva hanya tersenyum menanggapinya. Rok seragam utama untuk yang selutut adalah model rempel sementara yang panjang adalah span. Tak lama setelah itu, ucapan Ovet langsung merubah suasana di dalam kamar yang tadinya cerah.
"Meskipun modelnya somewhat keren, warnanya tetep buat gue inget sama baju tahanan.... Apalagi baju olahraganya."
Aika sendiri yang sama-sama sedang mencoba seragam memperhatikan dirinya di cermin, lantas mengangguk sadar. "Terakhir ketemu Papa, warna bajunya emang kayak gini, sih...."
"Apa mereka nyamain kita sama orang tua kita, ya?" tebak Ovet.
Tak suka dengan ke mana pembicaraan ini mengarah, Fina pun mencela, "Aduh.... Kalian, tuh, ya! Gak usah mikir aneh-aneh dulu, deh. Positive-thinking aja. Mungkin emang modelnya begini dari sana. Lagian, warna ini juga mirip kayak anak SMP, kok!"
"Tapi...," timpal Aika ragu, "apa mungkin mereka bikin seragam gak pake makna?"
Fina mengibas-ngibaskan tangannya di udara. "Gak penting. Yang penting lucu pas dipake. Titik."
Tak ada yang mengatakan apapun lagi semenjak itu. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing akibat seragam yang mereka terima hari ini. Di koperasi tadi, setiap murid mendapat sebuah kotak kardus yang ukurannya cukup besar. Isinya adalah empat pasang seragam, dua pasang sepatu dan kaus kaki putih, satu tas sekolah, satu tempat pensil, bet nama, alat tulis lengkap seperti binder beserta isinya sejumlah 200 lembar, selusin pensil dan pulpen, masing-masing tiga buah correction tape, penggaris, penghapus, stabilo, rautan pensil, serta satu pak spidol warna dan pensil warna berisi 24 buah.
Sungguh, Aika saja sampai agak tercengang ketika membuka kardus besar itu. Isinya begitu lengkap dan banyak. Mereknya juga bukan sembarang. Cukup bagus dan terkenal di pasaran, meskipun bukan yang terbaik.
Empat buah seragam tersebut terdiri dari sepasang baju olahraga berwarna biru tua--yang Ovet bilang mirip baju tahanan, sepasang baju pramuka biasa, set baju batik biru dengan rok hitam span, dan baju utamanya berupa kemeja putih, rok biru tua, dan blazer senada dengan garis putih di beberapa bagian. Dasinya berwarna hitam silang, senada dengan stocking hitam yang datang bersamanya.
Dua pasang sepatu yang mereka dapat adalah pantofel hitam dan sepatu olahraga yang juga berwarna hitam. Tas sekolah juga berwarna hitam. Semua betul-betul seragam. Untunglah ada bet nama berupa pin yang bisa membantu membedakan. Semoga saja tidak akan tertukar.
*****
"Whoa.... Ini mau ujian atau penyergapan?"
"Tuh, kan? Apa gue bilang? Mereka--"
"Diem, deh, lo, Vet! Gue nggak mood, ya, bahas hal itu!" sergah Fina sebal.
Selepas kegiatan sarapan seperti biasa, mereka akhirnya diarahkan menuju ruang ujian. Sesuai instruksi kemarin, hari ini mereka memakai rok hitam, kemeja putih, dan sepatu pantofel saja. Mirip seperti orang yang hendak interview kerja formal. Tak ada aturan meja khusus kali ini. Namun, satu ruangan maksimal berisi 20 orang. Siapapun bebas mengisi ruang manapun, yang penting tertib dan tidak melebihi kapasitas karena ini bukan ujian yang terlalu formal.
Tadinya, Aika dan teman-teman sekamarnya sudah cukup senang karena hal itu. Mereka bisa ujian satu ruangan meskipun tidak memiliki rencana saling mencontek atau apapun. Namun, kesenangan itu langsung berubah ketika melihat bahwa polisi sudah bersiap di lorong-lorong menuju ruang ujian.
KAMU SEDANG MEMBACA
S M A K S A
Teen Fiction"Selamat datang di SMAKSA! Apa dosa orang tuamu?" ***** Sekolah Menengah Atas itu berbeda. Setiap tahun menerima siswa baru, tetapi tidak pernah memiliki alumni. Tidak pernah pula mengadakan acara kelulusan. Mereka yang masuk ke sana dipandang sebe...