"Aika."
"Aika...."
"Aika!"
"Aika...!"
"Apa, sih?!" Aika melotot sebal. Bocah itu suka sekali mencari masalah dengannya. "Diem. Jangan cacingan mulu. Bisa, kan?"
"Gak. He he."
Gadis itu pun menepuk jidat, memilih untuk lanjut berjalan ke kelas PKS-Tata Boga. Setelah mendapat rasa simpati dari Aika tempo hari, bocah itu kembali membakarnya habis. Dia telah balik ke tabiat menyebalkannya, seolah tidak pernah ada Rion yang rapuh selama ini. Jujur, hal itu membuat kepala Aika jadi pusing sendiri. Soalnya, pasti dia yang jadi korban Rion lagi dan lagi.
"Ai--"
"Lo, tuh, ya!" sewot Aika, memotong panggilan Rion. "Di sini, sekolah yang bener. Jangan gangguin gue mulu! Pake waktu lo buat hal yang bermanfaat dikit."
"Gangguin lo juga bermanfaat, Aika."
"Mana ada!?"
"Ada! Benci sama cinta itu katanya beda tipis."
"Apa hubungannya?!"
"Siapa tau lo yang kesel jadi sayang gue, kan? Lulus dari sini gue langsung punya ayang, deh."
Aika melotot horor sementara jantungnya tiba-tiba berdegup lebih cepat. "Halu!" Gadis itu berjalan lebih cepat.
"Gak halu, Aika," susul Rion. "Namanya uji teori."
"Lo mau gue damprat!?"
"Damprat asal disayang-sayang, gak apa-apa. He he."
"Sinting!" Aika yang pipinya sudah merah berjalan lebih cepat. Bukan benci, tapi ia bisa gila jika terlalu lama berbicara dengan anak si pembunuh itu. Aduh, menyebalkan sekali.
Nah, yang lebih menyebalkan, si Rion bersikukuh menyusul Aika lagi. Mentang-mentang kelas PKS mereka berdekatan, Aika jadi harus menderita berpuluh-puluh langkah lagi. Dasar!
"Oh, iya, Ai. Lo mau masak apa hari ini?"
Aika pun memutar bola mata. "Bukan urusan lo."
"Urusan gue, Aika."
"Bukan!"
"Urusan gue, lah. Kan, gue yang makan hasil masakan lo nanti."
"Idih...! Ngarep banget."
"Sebagai calon ayang yang baik, sah-sah aja gue ngarep."
"Lo makan apa, sih, kemaren?" tanya Aika tak habis pikir. "Sinting banget hari ini. Heran."
"Gue sinting karena laper," rengek Rion, wajahnya begitu memelas ketika menahan lengan Aika. "Jadi, lo harus kasih makan gue.... Hasil percobaan masakan gak enak juga gak apa-apa. Gue gak ngeluh."
"Lo kira masakan gue gak enak!?"
"E--eh, gak gitu, Ai. Maksud gue, mau hasil masakan lo gimana pun, gue tetep ikhlas makannya. No complaint."
Haruskah Aika beri saja agar Rion tak mengusiknya lagi? Kelas PKS-Tata Boga memang mengizinkan hasil masakan para siswa untuk dibawa ke asrama. Namun demikian, perlu diingat bahwa satu wajan masakan itu milik dua sampai empat orang perkelompoknya. Sudah dibagi-bagi, masa harus dibagikan lagi? Nanti teman-teman kamar Aika bagaimana? Harusnya, kan, mereka yang Aika ajak berbagi paling pertama. Aduh, mana Rion makannya banyak lagi.
"Ayolah, Ai...." Kini, bocah itu mengguncang-guncang lengan Aika, khas anak kecil yang merajuk. "Feed me..., love me..., care for me...."
"Kampre--"
KAMU SEDANG MEMBACA
S M A K S A
Teen Fiction"Selamat datang di SMAKSA! Apa dosa orang tuamu?" ***** Sekolah Menengah Atas itu berbeda. Setiap tahun menerima siswa baru, tetapi tidak pernah memiliki alumni. Tidak pernah pula mengadakan acara kelulusan. Mereka yang masuk ke sana dipandang sebe...