Bab 36: Lerai Janji

235 42 3
                                    

Untuk pertama kalinya sejak berada di SMAKSA, Aika dapat bernapas dengan lega. Sisa-sisa gerimis di pagi hari dan udara sejuk begitu dinikmatinya. Matanya bahkan sampai tertutup beberapa saat untuk meresapi ketenangan yang mendekapnya.

Pak Andra benar.

Bercerita tentang masalahnya terasa sungguh melegakan. Ditambah fakta bahwa kemungkinan besar bapaknya Aika akan diputuskan tidak bersalah di sidang nanti--Pak Andra berakhir memberitahunya setelah Aika selesai bercerita--hati Aika terasa ringan pagi ini.

Aika masih ingat bagaimana hujan mengiringi setiap ucapnya kemarin sore. Bagaimana Pak Andra mendengar dengan seksama, tidak pernah memotong ucapannya, kecuali untuk bertanya lebih jelas. Bagaimana derasnya air mata ketika ia akhirnya mampu membeberkan peristiwa yang terjadi di malam itu sepenuhnya. Sungguh, bak sebuah bendungan yang akhirnya dirubuhkan. Kelegaan mengalir sama derasnya dengan hujan di luar rumah dinas.

Aika juga masih ingat bagaimana tangisnya yang asalnya pilu berubah menjadi tangis bahagia ketika Pak Andra akhirnya memberitahu bahwa ia akan membantu Aika untuk mencari jalan keluar dan kemungkinan hasil sidang Bapak. Akhirnya cinta pertamanya Aika tidak perlu lagi membayar dosanya Aika di penjara. Bapak akan bebas. Ibu dan adik di rumah akan bahagia ..., begitu pun Kakak. Semua akan menemui titik terang.

Sekarang, Aika juga tidak apa-apa jika harus bertahan di SMAKSA sampai lulus, sesuai dengan keinginan Ibu. Setidaknya, dia tidak akan digerogoti rasa bersalah pada Bapak lagi. Pak Andra berkata bahwa ia akan melakukan sesuatu agar rencana Rion untuk melibatkan satu SMAKSA terlibat gagal. Juga, membantu Aika agar berhenti diganggu oleh Ardiaz.

Sekali lagi, Pak Andra benar. Manusia cenderung menyerah, padahal mereka hanya tinggal sedikit saja lagi menemukan jalan keluar. Jika tahu rasanya bercerita pada seseorang yang tepat semelegakan ini, Aika mungkin sudah melakukannya dari dulu. Apalagi, Pak Andra tidak sama sekali menghakimi Aika ketika ia bercerita. Pak Andra cenderung diam, mendengarkan, dan mencoba mengerti. Beberapa kali pria itu sempat terlihat merenung. Mungkin cerita Aika memamg cukup berat untuk dipahami, bahkan bagi orang dewasa seperti Pak Andra.

Pagi ini, entah mengapa Aika bangun dengan semangat baru. Tidak terlalu menghiraukam tingkah Ovet dan Fina, Aika menikmati kesendiriannya ketika sarapan dikelilingi oleh anak-anak dari kelas lain. Lantas, berjalan ke gedung sekolah.

Sambil berjalan, dia begitu menikmati ketika bulir lembut gerimis mengenai tubuhnya. Untuk pertama kali sejak sekian lama, wajah Aika tampak lebih segar meski kelopak mata sembab tidak dapar membohongi bahwa Aika baru saja banyak menangis kemarin.

Aika pun memasuki koridor dan menuju lokernya untuk mengambil buku. Ketika dibuka, ia menemukan sebuah surat tanpa nama pengirim. Oh, Aika bahkan tidak perlu menerka lagi. Sudah pasti dari anteknya Ardiaz yang entah siapa.

Bokap lo mungkin bisa bebas. Tapi gue bakal pastiin lo gak akan pernah hidup tenang.

Awalnya, Aika merasa agak cemas ketika membaca. Namun, ketika mengingat bahwa sekarang dia punya Pak Andra yang akan membantunya, Aika pun menarik napas dalam sebelum menyobek-nyobek kertas tersebut.

Dia tidak boleh takut pada Ardiaz lagi.

Sekarang Aika tidak sendiri. Ada seseorang yang betulan bisa membantunya lepas dari ini semua. Meremas hasil robekan kertas tersebut, Aika pun berjalan ke tong sampah dan membuangnya sebelum kembali lagi ke loker untuk mengambil buku yang ia perlukan.

Tugas Aika tinggal satu.

Meyakinkan Rion untuk tidak menjalankan rencananya.

******

Berbeda seperti biasanya, tepat ketika lonceng istirahat pertama berbunyi, Aika langsung menoleh ke belakang. Tepat, dia menyapa Rion duluan untuk pertama kalinya setelah diam-diaman dalam canggung selama pelajaran berlangsung.

S M A K S ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang