Bab 33: Dua Utas Tali

323 72 42
                                    

Berita mengenai diundurnya pemilihan ketua angkatan langsung menjadi buah bibir bagi seluruh penghuni SMAKSA. Mengapa? Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Bahkan para kakak kelas yang bukan panitia pun ikut bingung karena tahun-tahun kemarin semua berjalan sesuai jadwal. Selain itu, alasan diundurnya pemilihan ketua angkatan juga terkesan rahasia karena tidak ada alasan lebih lanjut selain sedikit bermasalah dengan pihak sekolah. Masalah apa? Tempat? Fasilitas? SMAKSA tidak ada agenda apapun akhir pekan ini. Bangunan SMAKSA juga tidak pernah disewakan kepada pihak luar untuk menjadi venue pernikahan seperti sekolah lain.

Aneh sekali.

Tahu apa yang lebih aneh?

Ada desas-desus kabar entah dari siapa hulunya bahwa akan ada sebuah kejutan besar di pemilihan ketua angkatan nanti. Kejutan apa? Meski tidak tahu apakah berita itu benar atau tidak, hampir semua murid SMAKSA sama penasarannya. Termasuk Aika. Dia memang sudah banyak masalah dan cenderung tidak mau peduli, tetapi untuk masalah ini menyangkut Rion yang notabenenya calon ketua angkatan.

Jujur, jauh di dalam lubuk hati Aika, ia mendukung Rion dalam hal ini. Makanya, meski sudah tidak ingin berteman lagi, Aika masih ingin tahu apakah Rion betul-betul akan memenangkan pemilihan itu atau tidak.

Krek.

"Mau?"

"Ini aja belum habis."

Ziva pun nyengir seraya mulai memakan kripik kentang miliknya. Di hari Senin sore yang cerah, Aika dan Ziva tengah mengadakan piknik kecil-kecilan dadakan untuk saling bicara lebih lama. Sesuai dengan janji mereka ketika kemarin LBSA. Hanya berdua karena Ovet dan Fina tidak mau ikut. Alasannya, sih, macam-macam. Namun, Aika yang tahu diri merasa kalau dirinyalah yang membuat mereka tidak mau.

Tidak apa-apa, kan, kalau Aika egois sebentar?

Dia bukan orang yang mudah berteman. Di kelasnya, dulu hanya Rion yang menjadi teman bicara dekat. Di kamar sudah tidak ada yang mau. Di kelas memasak pun dia duduk sendiri sejak Ziva pindah. Maka, ketika Ziva mengajak piknik kecil-kecil, Aika tidak dapat menolak. Dia juga butuh teman.

Maka, di sinilah mereka berdua sekarang. Di sisi yang berbeda, Aika dan Ziva sama-sama duduk dialasi koran dan bersandar ke pagar besi yang membatasi keduanya. Masing-masing memiliki cemilan di tangan. "Menurut kamu, siapa yang akan jadi ketua angkatan nanti?" tanya Ziva.

"Kepo."

"Ih, penasaran sedikit memangnya gak boleh?"

"Gak boleh. Ziva keburu log out dari SMAKSA," canda Aika, membuat bibir gadis berkerudung hitam mengerucut. Aika pun terkekeh pelan, lantas menjawab serius, "Gue gak tau. Gak ngikutin lagi."

"Belum ada hilal, kah?"

"Lo kira mau puasa pake hilal?"

Keduanya tertawa renyah. "Ya, maksudku, suka ada, kan, itu prediksi-prediksi sementara kalau ada pemilu. Siapa tahu di SMAKSA juga ada. Terakhir sebelum keluar, prediksinya si ... siapa itu? Anak kelas sebelah."

"Gue gak tau, Ziv. Gue gak ngikutin, beneran, deh."

"Kalau Rion? Ada kabar bagus?"

Aika menaikkan bahu. "Gak tau."

"Kamu sudah gak dekat lagi sama Rion?"

Berat hati, Aika menggelengkan kepala. "Udah lama." Rasanya, punya teman curhat itu langka sekali kalau di sekolah asrama seperti ini.

"Kenapa?"

"Mungkin gue gak seru lagi. Suatu hari, dia bilang gak mau temenan lagi sama gue. Terus, belakangan ini, dia seolah pengen temenan lagi." Aika menghela napas dan mengusap jidatnya lelah dengan punggung tangan. "Menurut lo, gue harus gimana, Ziv?"

S M A K S ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang