Ada beberapa hal janggal yang Aika sadari ketika kembali ke SMAKSA, tepatnya ke kamarnya sendiri.
Satu, Fina si ceriwis jadi lebih pendiam.
Dua, Ziva pucat pasi. Bukan sakit, tetapi seolah baru saja mengalami hal traumatis.
Dan tiga, Ovet yang biasanya paling pendiam jadi lebih bawel....
Atau mungkin, yang ketiga hanyalah perasaan Aika saja karena ia, Fina, dan Ziva tenggelam dalam pikiran masing-masing. Mereka bertiga sibuk hanyut dalam rumitnya hal-hal yang melintasi otak sehingga bibir mereka lupa cara berucap. Alhasil, si paling sedikit bicara langsung naik pangkat menjadi yang paling banyak mengeluarkan kosa kata.
"Hello...? Guys, are you okay?" Entah sudah berapa kali Ovet mengatakan hal itu. Akan tetapi, Aika yang baru selesai mandi dan ibadah Ashar hanya bisa tersenyum setengah hati untuk menanggapi. Begitu pun beberapa teman yang lain.
"Lo pada, kok, aneh banget, sih? Kesambet setan Adhinata apa gimana?"
"Gue...," Fina tiba-tiba berdiri dari kursinya, "... mau ke gereja dulu."
"Lah? Emangnya masih ada misa jam...."
Pintu yang tertutup menghentikan ucapan Ovet, membuat gadis itu menggaruk kepalanya heran. Sebetulnya, apa yang terjadi saat LBSA tadi? Kenapa teman-temannya jadi aneh seperti ini? Wajar jika Ovet tidak tahu apa yang terjadi di belakang karena dia berada jauh di depan bersama gerombolan anak-anak tercepat di SMAKSA.
Menyampirkan bagian menjuntai kerudungnya ke pundak, Ziva pun bangkit dari lantai dan tersenyum tipis. "Aku ... mau angkat jemuran dulu di balkon belakang." Lantas, meraih keranjang di bawah ranjang dan melengos pergi seperti Fina.
Tinggalah Ovet dan Aika sekarang di kamar. Gadis yang satu menatap gadis lain dengan tatapan menuntut. "Lo mau pergi keluar dan ninggalin gue tanpa penjelasan juga?" sewot Ovet.
Aika belum sanggup menjawab. Makanya, ia mengulur waktu dengan melipat mukena yang sebelumnya ia pakai. Sungguh, pikirannya menjadi bercabang akibat peristiwa di SMA Adhinata Bangsa sebelumnya.
"Aika...? Serius, nih! Lo sama yang lain kenapa?" tekan Ovet sekali lagi. Gadis itu betulan kebingungan dengan apa yang terjadi.
Setelah menyimpai alat ibadahnya di kabinet, Aika pun menghela napas dan mencoba untuk terlihat biasa saja agar Ovet tidak terlalu cemas. "Vet, lo ... gak perlu khawatir." Aika tersenyum setengah hati. "Gue gak tau apa yang dialami Fina sama Ziva. Mungkin, mereka agak shock karena ditontonin anak Adhinata pas lari atau apa. Tapi..., lo gak perlu khawatir. Apa yang gue alamin gak ada hubungannya sama lo, kok."
"Apa yang lo alamin di Adhinata Bangsa? Lo semua aneh sejak balik ke SMAKSA."
Aika pun menaikkan bahu dan terkekeh paksa. "Gak penting, Vet. Oh, iya. Gue pengen jajan yang dingin-dingin. Lo mau ikut?"
*****
Malam itu, Aika tidak bisa tidur.
Tubuhnya terjebak tidak nyaman dalam kegelisahan di atas ranjang. Ingin bergerak-gerak untuk mencari posisi nyaman pun Aika tidak enak hati. Takut menganggu istirahat Fina yang berada di kasur bawahnya.
Selain karena tubuhnya yang pegal-pegal usai kegiatan fisik berat, gara-gara bertemu sosok itu lagi setelah sekian lama, Aika tiba-tiba teringat peristiwa beberapa bulan lalu. Adegan demi adegan kehidupannya yang kelam berputar kembali dalam otaknya, tidak mau melepaskan Aika dari cengkeraman masa lalu yang sangat ingin Aika lupakan. Juga ... rasa bersalahnya.
Mengapa dunia harus sempit sekali?
Mengapa, dari sekian banyaknya sekolah menengah atas di kota ini, 'dia' harus berada di Adhinata Bangsa? Dan mengapa, dari sekian banyaknya program SMAKSA yang ada, mereka harus meminjam fasilitas Adhinata Bangsa untuk menunaikannya? Jika hanya kegiatan sekali dua kali, mungkin Aika tidak akan terlalu menghiraukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
S M A K S A
Teen Fiction"Selamat datang di SMAKSA! Apa dosa orang tuamu?" ***** Sekolah Menengah Atas itu berbeda. Setiap tahun menerima siswa baru, tetapi tidak pernah memiliki alumni. Tidak pernah pula mengadakan acara kelulusan. Mereka yang masuk ke sana dipandang sebe...