Bab 17: Masa Lalu Fina dan Rion

347 85 38
                                    

"Semua pantas untuk dibantu--"

"Onyang...."

"--tergantung bagaimana melihatnya--"

"Aika...."

"--eaaak...! Hashtag, Rion Teguh, dua satu."

Rion hanya bisa mengerang malas ketika Aika terus-menerus mengutip asal, alias menggodanya. Seleksi tahap dua baru saja selesai. Murid-murid terlihat berjalan keluar dari aula, suasananya cenderung kurang kondusif dan ramai acak. Namun, itu bukan alasan untuk Aika berhenti menggoda Rion mengenai jawabannya yang sangat bijak. Sampai heran Aika dibuatnya. Bagaimana bisa si anak bebek menjadi sebijak itu?

"Gue yakin, lo bakal maju ke babak berikutnya." Aika menepuk pundak Rion dengan bangga setelah selesai menggodanya. "Sebentar lagi, lo bisa jadi ketua angkatan beneran."

"Belum tentu, Onyang. Kan, hasilnya belum keluar." Memang betul, skor akhir masih rahasia karena poin dari pertanyaan rebutan tidak langsung disebutkan, melainkan dirapatkan oleh panitia terlebih dahulu karena jawaban tersebut tidak ada yang benar dan salah, tetapi subjektif. Kandidat yang lolos akan diumumkan besok sore di majalah dinding.

"Tapi, minimal lo kebagian jawab soal, tau. Besar peluang lo buat maju," kukuh Aika.

Rion yang agak heran dengan sikap Aika pun mengernyit bingung. "Onyang obsesi banget, ya, liat gue jadi ketua angkatan?"

Aika mengangguk tanpa ragu.

"Kenapa?"

"Karena gue gak suka liat lo dijauhin gini, Ri," jujur Aika.

"Eh, kenapa?" Kembali, Rion bertanya.

"Soalnya, lo gak seburuk yang mereka pikir. Lo gak pantes diperlakuin gak adil kayak gini. Lo gak bermasalah sama sekali, jauh dari yang mereka bayangin." Aika menjelaskan. Buat apa ditutup-tutupi? Toh, jujur begini lebih baik. "Gue mau mereka liat itu dan gak nethink lagi sama lo. Biar lo banyak temen."

Selama belasan tahun hidupnya, hanya ada beberapa hal yang berhasil membuat Rion terharu hingga tak bisa berkata-kata lagi. Dan, salah satunya adalah gadis di sampingnya ini. Malu jika ketahuan terharu, Rion pun menyamarkannya dengan mengatakan, "Loh? Kok, biar banyak temen? Onyang, kan, harusnya bersyukur. Kalau dijauhin gini, Babang Rion jadi eksklusif buat Onyang doang."

"Geli, anjir!" Aika mendorong bahu Rion jenaka, membuat keduanya tertawa. "Babang Rion? Prett...!"

"Eh, tapi serius, Onyang. Nanti kalau gue banyak yang suka, lo jadi repot. Saingannya jadi banyak."

"Oh, lo mau cari kandidat pengganti gue? Gitu?" tantang Aika, mendadak agak tersinggung. "Mau jadi kacang lupa kulit?"

Rion pun nyengir dan meringis panik di saat yang sama. "Gak gitu, Onyang...."

"Ngapain saingan sama cewek lain buat sama lo?" decak Aika sebal. "Mending gue balik kanan sekalian daripada capek."

"Jangan gitu, dong, Nyang...."

"Gak ada, ya, panggil-panggil Onyang lagi!"

Gawat! Rion makin panik!

"Gak boleh gitu, dong, Onyang...! Rion bakal setia! Janji!" ujarnya sungguh-sungguh, sampai mengacungkan dua jari pula. "Onyangnya Rion, kan, cuma satu." Rion lantas meraih tangan Aika dan menggenggamnya. "Yang ini aja. Cukup. Gak ada saingannya."

Aika pun memutar bola matanya malas dan tak menjawab apa-apa lagi. Aduh, kenapa hatinya serasa tidak enak jika membayangkan Rion dikerubungi gadis-gadis lain? Eh, eh, tetapi, kenapa jantung Aika rasanya berdegup kencang saat Rion menggenggam tangannya seperti ini? Ah! Gila!

S M A K S ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang