Bab 37: Tentang Kita

252 39 5
                                    

"Eh--!"

Ovet dan Aika sama-sama membelalakkan mata kaget. Mereka hampir bertubrukan di pintu asrama. Ovet hendak masuk sementara Aika sebaliknya. "Ehm ...." Aika berdeham dan melangkah kesamping untuk mempersilakan Ovet masuk. Gadis itu nampak memakai seragam beladiri dan sedikit berkeringat. "Baru selesai kelas PKS bela diri, ya?" basa-basi Aika.

Ovet yang sudah cukup lama tidak berbicara dengan Aika agak terkejut diajak bicara duluan. Padahal gadis itu biasanya pendiam dan nampak paling depresi di kamar. "Iya," jawab Ovet singkat seraya masuk dan meletakkan tasnya di meja. "Lo ... mau ke mana?"

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama terlihat murung, Aika nyengir. "Mau piknik sama Ziva di pager samping sekolah. Mau ikut?"

"Eh?" Ovet terhenyak sejenak. Jadi, Ziva dan Aika sering bertemu di luar jadwal LBSA? Wah, kenapa Ovet baru tahu? Dan, kenapa dia baru diajak? Namun, Ovet tidak ingin terlalu memusingkannya. Menilik kembali bagaimana sikap Aika kemarin-kemarin, mungkin memang kenyamanan yang tidak ramai adalah yang Aika butuhkan. Dia mendapatkannya dari Ziva karena Ovet dan Fina sama-sama terlalu sibuk skeptis setelah mengetahui surat ancaman beberapa waktu lalu ditujukan pada Aika. "'Gue, sih, mau .... Tapi, ada kerja kelompok sama temen gue," alibi Ovet. Dia merasa agak malu jika tiba-tiba mengganggu.

"Oh, gitu--"

Bruk!

Aika terkejut bukan main saat ada yang menabraknya di depan pintu hingga gadis itu sedikit terhuyung. Ketika melihat pelakuknya, baik Ovet dan Aika sama-sama heran saat melihat Fina dengan wajah sembab dan sisa-sisa air mata. "Lo kenapa, Fin?" Refleks Aika bertanya.

Fina tidak menjawab. Dengan matanya yang sembab, Fina melirik Aika. Hal itu cukup membingungkan bagi Aika. Seolah-olah Fina memiliki terlalu banyak macam emosi yang bergejolak dalam diriya sehingga ia sendiri frustrasi dan hanya dapat menangis sebagai jalan keluar untuk mengekspresikan apa yang ia rasakan. Namun satu yang Aika tahu. Ada amarah yang besar di dalam sana. Lirikan itu tidak bertahan lama sebelum akhirnya Fina lanjut melangkahkan kakinya ke arah kamar mandi, kembali mengabaikan dua gadis yang sama-sama kebingungan.

Sejenak, Ovet juga menatap Aika dengan tanda tanya besar. Aika sendiri gamang. Apa yang harus ia lakukan? Tetap di sini dan mencoba membujuk Fina bersama Ovet atau pergi menghampiri Ziva yang sudah pasti menunggu? Di SMAKSA tidak ada siswa yang memiliki ponsel sehingga komunikasi jarak jauh sangat terbatas. Jika Aika tidak datang, kasihan Ziva menunggu tanpa kabar.

Seolah dapat bertelepati, Ovet lantas berucap, "Gak apa-apa. Lo ke Ziva aja. Kasian dia nunggu."

"Beneran gak apa-apa, Vet?" Aika ragu.

Ovet menggelengkan kepala. "Hubungan lo sama Fina belum baik. Biar gue aja. Gue gak mau situasi tambah runyam."

Seolah mendapat tamparan keras, Aika menelan ludah dan mengangguk sebelum akhirnya berbalik untuk pergi dari sana. Ovet dan Fina masih tidak mempercayainya. Aika tidak akan menyalahkan mereka untuk itu. Ada hal yang memang tidak mudah dipahami dan dimaklumi seperti kasus Aika. Memang menjauh itu yang paling benar untuk dilakukan. Setidaknya Aika tidak akan memperburuk keadaan dengan menjadi tak terlihat.

*****

"Tunggu ..., ada yang berbeda dari kamu hari ini, Ai."

Aika terkekeh pelan dan menggelengkan kepalanya. "Ziva ngada-ngada." Ya, mereka berdua sedang melakukan ritual piknik singkat sesuai rencana. Kedua gadis itu berada di sisi sekolah yang lebih sepi dan dibatasi oleh gerbang besi yang menjulang tinggi. Namun, celahnya cukup untuk sekadar saling berbagi makanan ringan. Dan, oh! Tentu saja, Ziva yang sekarang diperbolehkan memegang ponsel semenjak keluar dari SMAKSA dengan senang hati memutar sebuah film untuk melengkapi kegiatan piknik mereka berdua.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

S M A K S ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang