"Lo tadi ngilang ke mana, Ziv? Bikin kita khawatir, tau, gak!?"
"Maaf." Ziva menunduk tak enak hati. "Aku hanya sedang ... banyak pikiran belakangan ini."
"Untung si Aika bisa nemuin lo. Kalau ada apa-apa sama lo, kita juga yang kena sebagai temen sekamar."
Sekali lagi, Ziva hanya dapat meminta maaf ketika disidang oleh Fina dan Ovet di kamar. Ovet dari kasur miliknya sementara Fina mengomel sambil mencuci pakaiannya di kamar mandi. Aika hadir juga di sana, duduk di samping Ziva sebagai dukungan emosional. Gadis itu mengusap punggung Ziva dan menawarkan senyuman kecil, tanda bahwa semua akan baik-baik saja. Hanya Aika yang mengerti Ziva di sini. Untuk itu, Ziva mengangguk penuh rasa terima kasih sambil terus mendengar omelan dari kedua temannya yang lain.
"Udah, ya, marah-marahnya?" Aika akhirnya angkat bicara setelah sekitar sepuluh menit. "Ini udah malem. Waktunya istirahat. Lo juga, Fin." Aika menoleh ke arah kamar mandi. "Nyucinya besok lagi. Lo harus fit buat besok, biar bisa mikir."
Besok adalah seleksi tahap dua calon ketua angkatan, seleksi kecerdasan. Mereka dapat pengumuman saat tadi makan malam.
"Gue udah berniat buat dieliminasi, Aika." Fina menjawab bodoh amat sambil mengucek-ngucek pakaian olahraganya dengan beringas. "Gak perlu mikir berat. Gue mau jawab asal-asalan."
Aika pun menghela napas dan menaikkan bahu. "Ya, udah. Terserah lo aja kalau gitu. Yang penting, marah-marahannya udah. Kasian Ziva dari beres makan kalian omelin terus. Siapa tau dia juga lagi ada masalah, kan? Jangan terlalu keras gitulah." Lirikan penuh arti Aika pada Ziva tak sama sekali disadari oleh Ovet dan Fina.
Syukurlah, akhirnya kedua gadis itu mau mengalah. Aika dan Ziva pun dapat naik ke ranjang atas mereka dan melepas lelah.
*****
"SELAMAT MAKAN!"
Sorakan kompak itu menandakan bahwa sarapan dimulai. Seperti hari biasanya di SMAKSA, para murid duduk berjejer rapi memenuhi kursi-kursi dan meja panjang di ruang makan. Hanya saja, bukan memakai seragam, pagi ini semua menggunakan pakaian santai karena akhir pekan. Semua menyantap menu yang sama, yaitu nasi, telur ceplok, tempe orek, dan dua potong sosis yang kira-kira berukuran 6 cm. Pengecualian hanya diberikan pada orang-orang yang alergi atau memiliki preferensi lain seperti vegan atau tidak memakan jenis hidangan tertentu. Namun, tidak ada yang dimanja. Antara ada menu yang dihilangkan atau makanan penggantinya juga sama sederhana agar tidak menimbulkan rasa iri.
"Oh, iya, Ziv." Ovet memindahkan telur ceplok miliknya ke nampan milik Fina. Ovet benci makan telur ceplok. "Lo mau digagalin atau dilolosin nanti? Kita semua tau kalau otak lo paling encer di antara kita berempat."
"Eh, sepertinya aku akan menggagalkan diri." Gadis berkerudung coklat susu itu ingin menjaga reputasinya agar tetap di bawah. Apalagi karena peristiwa kemarin. Makin Ziva tidak terlihat, maka makin jauh pula perhatian dari dirinya. Makin amanlah rahasia gelapnya.
"Wah, jadi di kamar kita gak ada yang maju jadi ketua, ya? Si Aika udah out dari awal. Lo sama Fina mau out juga."
"Ya, dari awal, kan, emang gak ada yang niat jadi ketua angkatan, Vet. Lo sama Fina aja yang jail bikin gue sama Ziva maju," sewot Aika, teringat peristiwa beberapa minggu lalu. "Wajar kalau gagal semua."
"Ah, iya. Gara-gara Aika gue jadi ikutan juga," cibir Fina masam.
"Makanya, jangan jail sama gue." Aika memeletkan lidah, membuat Fina mendengus sebal.
"Kalau misalnya si R itu bakal lolos atau gak, ya?" gumam Ovet tiba-tiba.
Fina pun menaikkan bahu tak acuh. "Tanya aja, noh, sama pawangnya." Lirikan mata gadis itu mengarah pada Aika. Sontak saja, hal itu membuat Aika melotot horor dan mendengus.
KAMU SEDANG MEMBACA
S M A K S A
Teen Fiction"Selamat datang di SMAKSA! Apa dosa orang tuamu?" ***** Sekolah Menengah Atas itu berbeda. Setiap tahun menerima siswa baru, tetapi tidak pernah memiliki alumni. Tidak pernah pula mengadakan acara kelulusan. Mereka yang masuk ke sana dipandang sebe...