Bab 20: Labil

336 77 26
                                    

"Apakah ada yang ingin ditanyakan lagi?"

Ketika kelas hening, guru BK pun lantas melanjutkan, "Baiklah. Kalau begitu, saya akan menyimpulkan hasil dari pertemuan kita kali ini," ujarnya. "Konsep diri merupakan cara pandang seseorang mengenai dirinya sendiri, termasuk bagaimana mereka melihat, menilai, menyikapi dirinya sendiri beserta idealismenya. Ada tiga unsur dalam hal ini, yaitu wawasan tentang diri sendiri, harapan mengenai versi paling ideal dari diri kita di masa kelak, dan seberapa baik kita menilai diri kita sendiri beserta kelebihan dan kekurangannya.

"Hal ini akan berhubungan dengan konsep diri positif dan negatif. Kapan itu terjadi? Konsep diri positif terjadi ketika seseorang mampu menerima dirinya sendiri beserta kelebihan dan kekurangannya dengan ikhlas, rela. Dia mudah berdamai dengan hal-hal yang ada sehingga fondasi dalam dirinya semakin kuat. Apapun pengaruh dari orang luar akan sulit untuk mengusiknya, hatinya akan tetap teguh karena dia tahu diri sejatinya itu seperti apa. Sebaliknya, konsep diri negatif terjadi saat orang kesulitan menerima dirinya sendiri.

"Apa akibatnya? Biasanya, orang yang hanya mau menerima kelebihannya saja akan merasa lebih sombong, merasa bahwa dirinya lebih baik daripada orang lain. Dia tidak mau menyadari kekurangannya sama sekali. Makanya, orang seperti itu mudah terhanyut oleh pujian, juga tersinggung oleh kritikan. Dan, begitu pun orang yang hanya melihat kekurangannya saja. Mereka cenderung merasa rendah diri terus menerus. Diberi kritik sedikit, langsung down. Dia boleh jadi mengabaikan potensi emas yang sebetulnya ia miliki karena terlalu tenggelam dalam pesimisme. Sampai sini, paham?"

"Paham, Bu," jawab murid-murid serentak.

"Bagus. Nah, untuk lebih mengenal konsep diri, saya ingin kalian untuk mencoba menjawab beberapa pertanyaan sejujur mungkin. Silahkan tulis dulu di buku."

Mendengar hal itu, Aika bersama kawan-kawan di kelasnya pun bersiap untuk menulis. Lantas, ketika merasa bahwa para murid sudah siap, sang guru pun mulai mendikte secara perlahan. "Nomor satu, hal-hal apa sajakah yang kalian syukuri atau senangi dalam hidup kalian? Nomor dua, karya seni seperti apakah yang paling bermakna di hidup kalian? Mengapa?

"Yang ketiga, apa pengalaman masa kecil yang paling mengesankan? Lalu, keempat, jika bisa menjadi siapa saja, kalian ingin menjadi siapa? Mengapa? Dan, terakhir.... Jika tidak ada apapun yang mustahil, hal apakah yang ingin kalian ubah dari hidup atau diri kalian?"

Antara tertegun dan memburu tulisan agar tidak lupa, Aika bahkan sudah tak peduli jika tulisannya acak-acakan. Sementara tangannya terus bergerak untuk menulis soal, otaknya mulai berkelana, mencari-cari jawaban dari pertanyaan sederhana yang jawabannya tidak sederhana sama sekali seperti ini.

"Sudah selesai semua?" tanya guru BK tersebut.

Mendapat konfirmasi dari murid-muridnya, sang guru pum tersenyum dan langsung bangkit dari kursinya. "Baiklah. Jadikan itu pekerjaan rumah agar kalian bisa menjawab dengan tenang. Kita akan bahas ini kembali di pertemuan selanjutnya. Ingat, isi sejujur-jujurnya karena kejujuran merupakan langkah awal dari sebuah penerimaan. Terima kasih atas perhatiannya, kelas saya akhiri di sini."

Dengan begitu, kegiatan di hari Kamis untuk kelas Aika pun berakhir.

******

"Aika, tunggu...!"

"Eh? Ziv?" Aika menatap Ziva yang menyusulnya di lorong sampai ngos-ngosan. "Mau ke perpus juga?"

"Iya...." Ziva mencoba menstabilkan laju napasnya. "Kamu tadi jalan cepat sekali. Aku panggil-panggil sampai baru terdengar sekarang."

"Oh, iya? Aduh, sorry banget," ringis Aika yang kini berjalan beriringan dengan Ziva. "Tadi, gue gak konsen."

"Lagi memikirkan apa?"

S M A K S ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang