Bab 14: Tabir Ziva

392 97 30
                                    

"Liat Ziva, gak?"

"Eh? Gue kira dia di bagian belakang sama lo tadi?"

Aika menghela napas frustrasi ketika mendengar jawaban dari Fina. Napas gadis itu masih ngos-ngosan, keringat bercucuran di sekujur tubuh letihnya. Secepat apapun Aika berlari, dia tidak akan pernah bisa menandingi kecepatan teman sekamarnya yang lain. Makanya, dia kembali mencapai garis akhir agak belakangan.

"Kenapa emangnya, Ai?" Ovet yang baru membeli air putih dan sebatang coklat bergabung di meja taman sore itu.

"Gue misah sama dia. Aduh, kemana ya?" Aika menggaruk kepalanya pusing. "Padahal dia lagi gak enak badan. Gue takut dia tepar sembarang tempat."

"Udah cek UKS?"

Aika mengangguk putus asa. "Gak ada di sana."

"Astaga...." Fina menggeleng-gelengkan kepala tak habis pikir. "Belakangan ini dia hobi banget ngilang. Bikin khawatir aja."

"Ya, udah. Mumpung beluk gelap, sekarang kita mencar dulu. Cari dia di sekitar sini. Gue yakin, dia gak keluar dari area sekolah."

Dengan begitu, mereka pun membagi tempat dan berpencar untuk mencari keberadaan gadis berkerudung hitam yang belakangan ini sangat misterius. Mengapa tingkah Ziva sangat aneh? Apalagi sejak LBSA tadi. Dia tiba-tiba berlari kencang dan menghilang di kerumunan, seolah menghindari sesuatu. Apakah....

Oh, Tuhan!

Jangan-jangan ... Ziva ada hubungannya dengan gadis angkuh tadi?

Apakah Azka Zahiya Tavisha yang dimaksud itu Ziva?

Wajah Aika mendadak pias ketika kemungkinan tersebut muncul di otaknya. Ya, ampun? Bagaimana bisa? Itu terlalu gila! Ziva jelas-jelas adalah gadis baik-baik! Mana bisa disangkut-pautkan dengan pelacur, apalagi penyakit HIV? Dia terlalu agamis dan alim untuk itu. Berdekatan dengan lelaki saja enggan!

Namun, bukankah sikap Ziva jadi masuk akal sekarang?

Apa alasannya sangat menjaga diri dari lelaki karena tak ingin menjadi seperti ibunya yang.... Tidak! Aika menggeleng kuat. Pikiran Aika terlalu liar. Dia tidak boleh berprasangka buruk pada gadis sebaik Ziva!

Lebih baik, ia mencari dengan fokus.

Sementara Ovet dan Fina mencari sekitar asrama dan toko, Aika mencari ke taman dan masjid. Tipe-tipe gadis seperti Ziva pasti mencari tempat seperti itu jika sedang ada masalah. Aika yakin akan hal itu. Beberapa kali, Aika bahkan bertemu dengan Ziva di masjid saat jadwal ibadah Zuhur dan Ashar. Bak nama berawalan huruf A dalam absen, Ziva selalu mencoba untuk hadir di mesjid paling awal ketika jam istirahat siang menyapa. Jajaran ibadahnya sering berada di bagian paling depan pada bagian perempuan, berbeda dengan Aika yang banyak belok ke kanan dan ke kiri sehingga mendapat jajaran paling akhir atau kloter selanjutnya karena terlalu penuh.

Melihat bahwa bagian perempuan kosong melompong, Aika pun menghela napas frustrasi. Di mana kamu, Ziva? Kenapa menghilang seperti ini? Apa dugaan Aika sebelumnya memang benar? Jika tidak ada masalah sama sekali, kenapa Ziva berlari da menghilang seperti ini setelah peristiwa tak mengenakkan di LBSA tadi?

Gadis itu pun mengusap dahi lelah.

Ya, sudahlah. Terserah Ziva saja maunya bagaimana. Langit sudah mulai berubah warna menjadi jingga, tanda bahwa matahari akan terbenam. Seluruh tubuh Aika pegal dan letih. Keringat membuatnya merasa tidak nyaman. Aika ingin membersihkan diri segera, sebelum waktu makan malam datang. Jika Ziva masih mau main menghilang seperti ini, suka-suka dia saja. Nanti juga kembali ke kamar sendiri.

Begitu kira-kira pola pikir Aika yang berusaha mencoba untuk tidak peduli lagi. Padahal, rasa khawatir dalam diri tak dapat berbohong.

Dengan gontai, gadis itu pun berjalan menuruni tangga masjid. Baru saja sampai di gerbang dan hendak belok ke arah asrama, Aika dibuat terkejut oleh kehadiran sesosok manusia.

S M A K S ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang