Bab 8: Rion dan Kasusnya

409 95 18
                                    

" .... I am from Bali."

"Nice to meet you."

"Nice to meet you too...."

Aika menyangga pipinya menggunakan tangan di atas meja. Di depan sedang ada dua orang siswa yang mempraktikkan percakapan saat berkenalan dalam bahasa Inggris. Namun, Aika sendiri tidak fokus. Padahal, praktik itu bergiliran. Sudah bisa ditebak, kan, siapa partner Aika? Siapa lagi kalau bukan si anak bebek Rion?

Samar-samar, Aika dapat mendengar Rion menggumamkan percakapan yang mereka sudah buat sebelumnya. Bocah itu nampaknya cukup antusias dalam pelajaran ini. Kalau Aika, sih, biasa-biasa saja. Yang penting tidak hah-heh-hoh saat praktik nanti. Lagipula, pengucapan bahasa Inggris Aika juga cukup lancar karena suka film dan musik dari negeri barat.

Pikirannya justru masih tenggelam pada kejadian kurang berkenan minggu lalu dan pengumuman yang ia dapat kemarin siang. Katanya, seleksi pertama calon ketua angkatan akan dilaksanakan di hari Sabtu nanti. Hal ini memberi Aika makin banyak alasan untuk berharap bahwa ia bisa jatuh sakit saja.

Pertama, Aika tidak siap mengikuti hal seperti itu di hari Sabtu nanti. Pasti melelahkan.

Dan kedua..., Aika juga tidak mau melakukan LBSA lagi di hari Jumat. Dia sungguh takut berpapasan kembali dengan bocah Adhinata itu. Sebisa mungkin, Aika ingin menghindarinya karena merasa tidak aman berada di bawah tatapan mengintimidasi sepasang mata kelam milik bocah tersebut.

Aika hanya ingin hidupnya bisa normal dan tidak terlihat selama di sini. Mengapa itu sulit sekali? Mengapa bagian dari masa lalu kelamnya harus muncul bak setan yang menggentayangi?

Belum lagi pertanyaan Rion pekan lalu. Tentu saja Aika tidak mampu menjawabnya. Dia kembali memilih untuk kabur. Selain karena merasa bahwa ini bukan urusan siapa-siapa, Aika juga ... belum siap jika sampai seseorang tahu mengenai kebusukannya. Itu mengerikan. Aika belum siap dijauhi dan dipandang sebelah mata seperti Rion. Dia tidak bisa secuek dan sekuat Rion.

"Miss Aika?" Panggilan dari guru bahasa Inggris yang tiba-tiba membuat Aika mengerjap.

"Y-yes, Ma'am?"

"Come forward with your partner, please."

Aika pun menarik napas dalam dan mengangguk sebelum menoleh ke Rion di belakangnya. "Siap?"

"Anytime."

******

"Kayaknya, lo makin deket aja, nih, sama si R." Ovet memulai pembicaraan ketika mereka sedang berada di ruang makan untuk menyantap santapan siang. Untungnya, sedikit demi sedikit, suasana hati anggota kamar mereka membaik sehingga tak secanggung kemarin-kemarin. "Lo udah gak risih lagi?"

Mendapat tatapan penasaran dari ketiga teman sekamarnya, pipi Aika jadi merah padam. "B-bukannya gak risih. Tapi, y-ya, gimana lagi? Orang gak ada yang berani deket-deket sama gue kalau ada si R. Dianya juga ngekor gue ke mana-mana mulu," jawab Aika, lantas memasukkan sesendok nasi dan telur balado ke mulut.

"Ah.... Apa dia naksir sama lo?"

Pertanyaan mendadak dari Fina membuat Aika tersedak. Matanya bahkan sampai berair akibat tenggorokan yang panas. "L-lo--uhuk! Uhuk! Jangan ngada-ngada!"

"Lagian, perasaan dia nempel mulu sama lo. Circle lo, tuh, kalau gak kita, ya, sama si R. Itu aja terus."

"Setuju," timpal Ovet. "Gue bahkan beberapa kali liat lo lagi dua-duaan aja sama dia. Bahkan pas weekend kemaren. Lo piknik di taman berdua. Udah kayak drama asia."

"Ih...! Gue tadinya niat mau sendiri doang. Cari angin. Eh, gak tau dari mana anaknya malah muncul."

"Mungkin dia memang suka sama kamu, Ai." Ziva malah ikut-ikutan sekarang. Padahal, dia biasanya paling anti nimbrung jika membahas laki-laki. "Saranku..., jangan lupa untuk tetap jaga jarak. Apalagi kalau hanya berdua di tempat sepi. Nanti fitnah."

S M A K S ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang