Duk!
"Eh, hati-hati!"
Aika yang linglung hanya bisa mencicitkan terima kasih ketika dua orang gadis membantunya berdiri kembali. Ia sempat tersandung ketika berjalan di sisi lapangan, berniat untuk kembali ke asrama.
Pengakuan Rion masih terngiang-ngiang di otak Aika, membuatnya tidak fokus karena pikirannya menjadi bercabang. Sungguh, Aika tidak pernah mengira bahwa Rion akan melakukan tindakan yang senekat itu hanya demi melindungi Aika dari Ardiaz. Di satu sisi, Aika terharu. Namun, di sisi lainnya, dia merasa tidak enak, gamang sendiri, dan bahkan takut!
Tidak seharusnya Rion atau siapa pun ikut campur sejauh itu.
Ini masalah antara Aika dan Ardiaz. Dia tidak mau ada yang tahu karena apapun yang berhubungan dengan Ardiaz sudah bak aib yang ingin Aika tutup rapat-rapat. Aika tidak mau menjadi naif. Jika memang Rion hendak mengarahkan siswa dan siswi SMAKSA untuk membantu Aika 'perang' dengan Ardiaz, maka mereka akan butuh alasan yang kuat.
Lebih kuat dari sekadar 'seorang siswi SMAKSA ditindas semena-mena oleh siswa Adhinata Bangsa'. Di tingkat disiplin pada sekolah khusus anak para kriminal ini, mereka akan butuh alasan yang lebih besar sebelum berbuat senekat itu karena reputasi mereka yang memang sudah buruk dipertaruhkan. Membayangkan bahwa orang-orang akan bertanya, menggali lebih dalam mengenai persoalan Aika dengan Ardiaz bak menyiapkan liang lahat sendiri.
Mereka tidak bodoh. Mereka akan mempertanyakan alasan sesungguhnya dari penindasan itu. Konflik apa yang sebetulnya terjadi. Namun, Aika tidak sanggup membeberkannya.
Terlalu banyak hal kelam yang ingin Aika simpan sendiri.
Terlalu banyak kartu AS yang dipegang Ardiaz atas dirinya sehingga hidup Aika boleh jadi malah semakin hancur di saat banyak uluran tangan yang hendak membela.
Aika sungguh tidak tahu lagi harus berbuat apa. Dia bahkan sampai kabur dari Rion setelah penjelasan panjang itu. Aika sangat menghargai niat baik Rion, tetapi ketakutan terbesar Aika juga menyeruak memenuhi diri di saat yang sama.
Bagaimana pandangan orang-orang terhadap Aika jika mengetahui yang sebenarnya?
Bagaimana mereka akan memperlakukan Aika setelahnya?
Apakah mereka akan jijik?
Bukannya tergerak untuk menolong, apakah Aika malah akan dianggap sampah yang tidak layak diselamatkan sama sekali?
Panik tanpa sadar menjalar dalam tubuh Aika, membuat langkahnya semakin kaku. Air mata yang sedari tadi susah payah ditahan akhirnya mulai berjatuhan. Bahkan belum sempat untuk masuk ke asrama, tubuh Aika sudah luruh terlebih dulu di sepinya samping bangunan tersebut. Napasnya tersengal-sengal, menahan erangan dan isak tanpa suara yang membuat dadanya sesak.
Aika ketakutan.
Gadis itu memeluk lututnya, mencengkeram kain celananya hingga jari-jarinya memutih. Tidak. Tidak boleh sejauh itu. Aika tidak bisa.
Ingin rasanya berteriak untuk menghempas beban yang menumpuk dalam diri, tetapi Aika tidak bisa. Ingin rasanya menerima bantuan yang ada. Namun, apa artinya mendapat bantuan jika Aika tetap hancur pada akhirnya?
Susah payah selama ini dirinya melangkah terseok-seok, menjaga retak pada dirinya agar tidak pecah. Menjaga kepingan-kepingan yang ada agar tetap pada tempatnya. Berharap ada sebuah keajaiban yang dapat membebaskannya. Akan tetapi, mengapa ketika akhirnya sang penyelamat itu datang, keruntuhan Aika pun harus membersamainya?
Rasanya belum terlalu lama sejak berada di sana. Tiba-tiba, ia merasakan sebuah kain yang cukup berat, seperti jaket, menutupi kepalanya sebelum sepasang tangan yang hangat merangkulnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
S M A K S A
Teen Fiction"Selamat datang di SMAKSA! Apa dosa orang tuamu?" ***** Sekolah Menengah Atas itu berbeda. Setiap tahun menerima siswa baru, tetapi tidak pernah memiliki alumni. Tidak pernah pula mengadakan acara kelulusan. Mereka yang masuk ke sana dipandang sebe...