#44 : Kemarahan

406 33 5
                                    

4 Chapter terakhir

(2 Bulan Setelah Papa Lian di bebaskan)

Lian berdiri di depan sebuah kuburan sambil menangis dengan sangat emosional. Kuburan baru itu kemarin dipenuhi banyak pelayat, tapi sekarang semua orang sudah pulang. Lian terduduk di tanah dan mengusap air matanya dengan tangannya yang kotor terkena tanah. Bajunya kotor, wajahnya juga kotor, dia terlalu lama menangis di samping kuburan sampai tubuhnya penuh bercak tanah.

"Nak, kita pulang ya" Papanya mendekatinya, tapi Lian mengelus batu nisan didepannya sambil terus menangis.

"Lian, adik kamu di mobil, papa gak bisa ninggalin dia lama-lama, kita pulang bareng ya nak" Papanya berusaha menenangkan Lian tapi pria itu hanya menggeleng sambil menatap kuburan dengan air mata yang tidak berhenti menetes.

"Papa pulang duluan aja" jawab Lian sambil lanjut menangis.

"Papa mau kita semua kumpul di rumah" bujuk Papa Lian.

"Aku masih mau disini" balas Lian.

"Ini mau hujan nak"

"Ya papa pulang aja" Lian menoleh ke Papanya dan Papanya tahu kalau anak ini dalam kondisi yang tidak bisa dipaksa untuk pergi.

"Kalau ada apa-apa telepon papa ya" Papanya undur diri dan masuk ke mobil, mengantar adik Lian pulang ke rumah.

Lian duduk di makam itu dan terus menangis sampai hujan benar-benar turun. Membasahi rambut dan baju hitam yang dia kenakan. Tanah sekitar kuburan mengotori kulitnya tapi Lian tetap tidak ingin pergi dari kuburan itu. Suasana berkabung menjadi semakin menyedihkan karena hujan deras turun bersamaan dengan air matanya.

"Papa Lo nelpon gue dan bilang lo gak mau pulang" Dino berlari mendekati Lian sambil membawa payung "Sorry gue telat, gue bener-bener harus nyelesein urusan dulu baru bisa kesini"

Lian menoleh ke Dino dengan wajah merahnya "Lo pulang aja Din, gue mau nemenin Mama"

Dino menarik tangan Lian untuk membantunya berdiri "Lian, gue tahu lo berduka karena Mama lo meninggal, tapi bukan gini caranya, lo harus pulang. Lo udah 2 hari disini, gak makan, gak mandi, gak tidur. Lo nyakitin diri lo sendiri Lian"

"Lo pulang aja" ucap Lian lagi.

Dino menggendong Lian ke bahunya dan memaksanya pergi.

"Lepasin gue" Lian memberontak dan memukul Dino, tapi dia yang tidak makan itu jelas pukulan tidak akan berasa. Tubuhnya penuh noda tanah, perutnya keroncongan, dan wajahnya sangat merah karena menangis 30 jam terus menerus.

Dino melempar Lian ke kursi belakang mobilnya. Dia melepas baju Lian yang basah dan mengambil tisu untuk membersihkan lumpur di tubuh Lian.

"Lian, Gue tahu lo sedih, tapi kalo lo begini, Papa dan Adik lo juga bakalan sedih..." ucap Dino sambil memakaikan Lian baju kaos yang longgar.

Dino mengambil roti dan air mineral "Makan ini dulu, gue anter lo pulang ya" ucap Dino.

Lian duduk di kursi belakang sambil memakan roti dan menangis. Dia meringkuk dan mengusap matanya karena masih tidak terima kenyataan bahwa penyakit ibunya menjadi semakin parah hingga dia meninggal. Nenek Lian meninggal 2 hari sebelum ibunya meninggal, Lian pergi ke kampung neneknya untuk pemakaman tapi bersamaan penyakit ibunya semakin parah dan ibunya tidak bisa diselamatkan dokter. Dia kehilangan 2 wanita penting dalam hidupnya dan Lian jelas sangat terpukul. Dia kehilangan nenek dan ibunya di minggu yang sama. Belum selesai dia menangisi neneknya, ibunya pergi.

Dino menelpon Papa Lian untuk memberitahukan jalan ke rumah nenek Lian di kampung. Walaupun jalanan kampung berbeda dengan kota, tapi Dino bisa menemukan rumah yang dimaksud. Dia menggendong Lian masuk ke kamar dan langsung menyuruh Lian untuk mandi.

Terong Emas dan Raksasa Jingga (ORANGE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang