PK : Part Twelve

6.1K 211 0
                                    

"Apakah mata mu sudah buta?" sergah Ibu Arsyah yang baru saja tiba di pelaminan setelah menyalami para tamunya.

"Jelas-jelas putra ku sudah beristri, dan kamu menyebut diri mu kekasihnya?" sambung Regina sedikit emosi.

"Ibu tidak bisa memperlakukan ku begitu, apa Ibu tega memisahkan kami yang masih saling cinta? Apakah Ibu tega membiarkan ku sendiri?" ujar Prima.

"Apakah kamu pikir saya tidak tahu akal busuk mu untuk gigih mempertahankan hubungan mu dengan putra ku?"

"Apa yang Ibu maksud, Prima benar-benar mencintai Arsyah, dan itu hal yang nyata," sangkal Prima tidak terima.

"Hal yang nyata? La ...."

"Sudah cukup!" sela Rhea.

"Prima, lebih baik kamu segera pergi dari sini, aku tidak bermaksud untuk mengusir mu, aku meminta mu dengan segala hormat, pergilah dari sini, dan Ibu, mungkin Ibu lelah, biar nanti Rhea minta teman Rhea mengantar Ibu ke kamar untuk istirahat," ujar Rhea lalu pergi untuk memanggil temannya.

Beberapa saat kemudian, Rhea kembali sambil diikuti temannya yaitu Friska, "Friska, tolong antar Ibu ke kamarnya, ya, Ibu lelah butuh istirahat," ujar Rhea dan diangguki mengerti oleh Friska.

Setelah kepergian Friska dan Regina, Prima masih terdiam di sana dengan segala jenis pikirannya, "Rhea, kumohon relakan Arsyah untuk ku," gumam Prima dengan nada bergetar, kedua tangannya meremat kedua tangan Rhea.

"A-aku ...."

"Pulang, besok saat jam makan siang, saya akan ke rumah mu," ujar Arsyah dingin.

Setelah kepergian Prima, semuanya telah kembali normal, para tamu yang asik dengan kegiatan masing-masing.

"Tadi saya bawakan kamu teh hangat, saya tahu kamu lelah," ujar Arsyah lalu menyodorkan secangkir teh hangat untuk Rhea.

Rhea tersenyum simpul dan menerima sodoran Arsyah, "Terima kasih."

***

Rhea menepuk pelan ranjang barunya, yang tentunya ranjang berukuran king size miliknya dengan suaminya. Sekarang sudah malam, Setelah acara pernikahannya selesai, Arsyah memutuskan untuk tinggal berdua dengan sang istri di mansion mewah miliknya yang memang sengaja Arsyah beli.

Rhea masih mengenakan Gaun pengantinnya, dirinya tengah menunggu giliran untuk mandi.

Beberapa saat kemudian, Arsyah keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk di pinggangnya.

Rhea seketika memalingkan wajahnya, walaupun sudah sah, Rhea masih gugup dengan hal yang tiba-tiba seperti ini. Rhea menangkup wajahnya yang memerah.

"Ada apa dengan mu?" tanya Arsyah mendekati Rhea yang masih membelakanginya.

"T-tidak, a-aku baik-baik saja. Om sudah selesai? Kalau begitu aku akan mandi dahulu lalu menyiapkan makan malam," ujar Rhea gugup lalu seketika bangkit dan langsung pergi.

Arsyah masih menatap punggung Rhea yang menjauh, Arsyah menggendikan bahunya lalu segera mengenakan piyamanya.

Setelah mandi, Rhea menyiapkan makan malamnya dengan Arsyah, Rhea menata beberapa makanan dengan rapih di meja makan, ngomong-ngomong sekarang Rhea hanya memesan, tidak memasak, karena keduanya baru saja pindah, kulkas masih kosong, bahkan barang-barang lainnya juga masih ada yang belum di bawa.

Keduanya makan dengan suasana diam, Rhea sesekali menatap Arsyah yang masih fokus pada makanannya.

"Om mau makan apa? Besok Rhea akan memasak," ujar Rhea mencoba memecahkan keheningan yang melanda.

"Apa saja, lagian saya besok akan pulang larut," sahut Arsyah.

"Oh begitu, ya. Ya sudah," sahut Rhea dengan nada melemas.

"Om."

"Om!"

"Memanggil saya?" tanya Arsyah sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Tidak!" sergah Rhea sewot.

"Ya sudah."

"Menyebalkan! Di rumah besar ini hanya ada Om dan Rhea, ya jelas Rhea memanggil Om lah, siapa lagi?" ujar Rhea ketus.

"Saya bukan paman mu," ujar Arsyah setelah menepikan piring bekas makannya.

"Lalu Rhea harus memanggil Om apa? Sayang?"

"Uhuk-uhuk!" Arsyah yang tengah menghabiskan sisa air putihnya tersedak setelah mendengar ucapan Rhea.

"Itu menggelikan," protes Arsyah bergidik ngeri.

"Bukankah Prima juga memanggil mu begitu?"

"Cukup wanita yang saya cintai saja, kamu tidak perlu," ucap Arsyah.

Rhea menurunkan pandangannya dan terdiam, hal ini akan selalu terjadi ke depannya, jadi Rhea harus bisa membiasakannya, namun walaupun begitu, hati Rhea menjerit ngilu, bagaimanapun, Arsyah adalah suami sahnya.

Kini Rhea sudah melupakan Aris dan bertekad untuk menetap pada Arsyah. Namun ketetapan hati Rhea masih menggantung karena Arsyah yang masih berhubungan dengan Prima.

Orang asing dalam pernikahan memang selalu unggul, namun Rhea sadar, Rhea sendiri yang berperan sebagai pendatang di kehidupan Arsyah dan Prima, namun Rhea juga sadar kini Rhea yang menjadi istri sahnya Arsyah, namun Arsyah masih enggan untuk melepas Prima.

Hubungan Arsyah dan Prima kini hanya Rhea yang mengetahuinya, kedua orang tua Arsyah sendiri tahunya Arsyah sudah menyudahi, begitu juga dengan kedua orang tua Rhea. Rhea tidak berniat untuk memberitahukan Regina mengenai hal ini, karena bagaimanapun entah kapan waktunya baunya akan tercium juga.

Rhea menatap sendok dan garpu di genggamannya, memainkan sisa makannya  karena selera makannya sudah hilang beberapa waktu lalu.

Rhea melirik ke Arsyah yang sudah selesai, bahkan Arsyah tengah bermain ponsel sambil tersenyum, dapat Rhea tebak, suaminya itu pasti sedang bertukar pesan dengan kekasihnya.

Rhea mencoba abai, lalu bangkit dari duduknya dan mengambil piring kotor bekas makan Arsyah dan segera mencucinya.

"Aku ke kamar dahulu," ujar Rhea lalu mulai berjalan mendekati anak tangga.

"Rhea, tolong kamu charger ponsel saya, ya. Kamar saya letaknya tepat di samping kamar mu tadi, maaf tadi saya numpang mandi di sana," ujar Arsyah lalu memberikan ponselnya.

Rhea terkejut mendengar penuturan Arsyah, apakah ini berarti dirinya akan pisah ranjang? Padahal baru saja menikah namun malam pertama yang selalu di damba-dambakan setiap pasangan baru, begini?

Rhea tidak habis pikir dengan suaminya ini, sebelum air matanya jatuh, Rhea bergumam pelan dan segera berbalik dan menaiki anak tangga dengan cepat.

***

Rhea membuka matanya perlahan, menggeliatkan tubuhnya random lalu melihat jam di atas meja nakas, jarumnya masih menunjukan pukul lima pagi, Rhea segera bangun dan bergegas mandi.

Setelah beberapa saat, Rhea keluar dari kamarnya dengan rapih mengenakan jeans telur asinnya dan kemeja rayon hitamnya, tidak lupa dengan sepatu hitam miliknya.

Rhea menyiapkan secangkir kopi hitam, dan dua porsi roti bakar, Rhea baru mengetahui ada stok roti dan beberapa selai dan mentega di lemari gantung, tanpa menunggu lama, Rhea memasak apa yang ada.

Rhea baru saja selesai memakan habis sarapannya laku hendak berangkat, namun matanya melihat Arsyah yang baru saja menuruni anak tangga berpakaian rapih dengan setelan jas maroonnya tanpa dasi.

Rhea bisa menebak, Arsyah yang tidak bisa memakai dasi, hasratnya ingin sekali membantu sang suami untuk memakainya, namun niat baik itu Rhea urungkan ketika mengingat hal semalam. Bahkan bisa dilihat dengan jelas, di bawah mata Rhea terlihat menghitam dan membengkak, Rhea menangis hebat semalam.

"Habiskan sarapan mu, aku akan berangkat dulu," ujar Rhea dingin.

"Tidak mau berangkat bersama?"

"Tidak perlu, aku yakin kamu berangkat dengan Prima, cepatlah habiskan, jangan buat Prima menunggu," ujar Rhea lalu menghilang di balik pintu.













Tbc

PERNIKAHAN KONTRAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang