PK : Part Twenty

6.4K 188 0
                                    

Rhea mendengus merasa kesal ketika melihat Arsyah setiap harinya selama di Paris selalu saja memanjakan laptopnya itu. Arsyah selalu disibukkan dengan pekerjaannya sehingga membuat Rhea semakin kesal, pasalnya hampir seminggu ini terkecuali hari pertama, dirinya selalu berdiam diri di penginapan. Jika dipikir-pikir, kepulangan Rhea dan Arsyah ke tanah air tercinta itu lusa, bulan madunya akan sia-sia jika terus-terusan berada di penginapan seperti ini.

Memang sih, selama di sini ketika Rhea membutuhkan apa pun, Arsyah langsung mencarikannya seperti makanan yang Rhea inginkan tiba-tiba, yang kebetulan tidak dijual di sekitaran. Arsyah mau mencarinya hingga ke pelosok demi Rhea.

"Bunda tadi menghubungi ku," ujar Rhea mendudukan dirinya di samping Arsyah.

"Nanti kita bicarakan, ya. Saya masih mengurusi ini, sebentar lagi akan clear," sela Arsyah.

"Ck! Menyebalkan! Katanya urusan kantor mu di serahkan sementara pada orang kepercayaan mu, ku kira kita akan bersenang-senang di sini, menikmati dan menghabiskan waktu bersama, nyatanya itu hanya angan semata, ah sudahlah!" ujar Rhea frustrasi lalu bangkit meninggalkan Arsyah.

"Kamu mau keluar cari makan?" tanya Arsyah.

"Aku akan masak saja, lagian aku akan keluar dengan siapa? Kamu tidak akan mungkin mau menemani ku, urus saja kerjaan mu itu!"

Arsyah menghela napasnya pelan, menutup laptopnya dan menaruhnya di meja. Arsyah tahu betul Rhea sekarang  sedang marah sekali, Arsyah juga sudah merasa jera pada kemarahan Rhea, pasalnya beberapa hari yang lalu ketika dirinya berdebat dengan Rhea mengenai Prima, Rhea mengunci pintu kamar, membuat Arsyah tidur di sofa dan sempat kedinginan, walaupun Rhea pada akhirnya menghampirinya, namun Rhea hanya memberikan selimut dan bantal tanpa mau mengajak Arsyah masuk ke kamar.

"Kita makan malam di luar, ya?"

"Ck! Untuk apa? Sudahlah makan aja apa yang ada," sahut Rhea.

***

Rhea menatap Arsyah yang duduk di depannya dengan sinis, dirinya dan Arsyah kini sudah berada di restoran dekat penginapan, walau pun pada awalnya Rhea menolak, Arsyah tidak habis ide untuk membujuk Rhea.

"Bunda bilang apa?"

"Bilang ke anak laki-lakinya, agar tidak nakal sama anak perempuannya," jawab Rhea malas.

"Katakan pada Bunda, izinkan anak laki-lakinya untuk menjadi nakal dulu semalam."

Rhea menatap Arsyah tepat di matanya, "Bunda tidak mengizinkan, jadilah anak baik!"

"Hanya semalam, setelahnya saya akan menjadi anak baik," ujar Arsyah.

"Ck! Terserah, memangnya kamu mau melakukan kenakalan apa? Ngajak ribut tetangga? Balapan liar? Atau jangan-jangan meminta maaf karena kamu mau menceraikan ku dan menikah dengan Prima? Astaga!" ujar Rhea sambil membekap mulutnya sendiri.

"Asal kamu tahu, aku juga menjadi korban di sini. Aku di paksa tanpa ada niatan dari hati ku untuk menjadi istri manusia monoton seperti mu."

"Yang penting kamu suka," sela Arsyah sambil tersenyum simpul.

"Idih, selera ku tinggi."

"Apa menurut mu saya ini lebih buruk dari Aris?"

"Aku tidak bilang begitu, Aris lebih unggul pada hati dan kamu lebih unggul pada paras, aku tidak bermaksud untuk membandingkan sih, hanya saja ya--begitulah," ujar Rhea lalu mendengus pelan, tangan kecilnya mulai meraih gelas dan menenggak habis minumannya.

Arsyah tanpa sadar memandangi Rhea yang tengah meminum minumannya, wanita ini punya daya tarik tersendiri dan sangat unik. Hal itu membuat Arsyah tidak karuan. Arsyah memang sudah menyukai Rhea, namun Arsyah masih bingung tentang hatinya.

Seuntas senyum samar terukir di wajah Arsyah ketika mendengar Rhea yang menggerutu akan dirinya. Cerewet adalah hal yang sangat melekat pada diri Rhea, awalnya Arsyah merasa risih, namun Arsyah mencoba memaklumi dan menganggap kecerewetan Rhea adalah sebuah daya tarik.

"Kalau di pikir-pikir, empat bulan lagi kontrak kita akan berakhir, ku harap kamu bisa hidup dengan lebih baik nantinya," ujar Rhea sontak membuat Arsyah terkejut.

Arsyah bergumam saja untuk meladeni Rhea, dan mulai memainkan ponselnya.

"Dalam empat bulan terakhir, bisakah kamu menghargai kehadiran ku? Hah ... Terdengar menjengkelkan memang, tapi bisakah kamu lakukan itu untuk ku?"

Arsyah menatap Rhea tanpa berkedip, wajahnya sangat datar sekali, Arsyah mengantongi ponselnya di saku celana lalu menarik kursinya agar sedikit mendekat ke meja, lalu menaruh kedua tangannya di meja dan menautkannya.

"Kamu meminta saya memperlakukan mu dengan baik, begitu?"

"Akhirnya kamu menangkap maksud ku," sahut Rhea.

"Sudah saya bilang, bilang dulu sama Bunda, maaf saya akan menjadi anak nakal semalam, dan seterusnya."

"Ibu mana yang tega menginzinkan anaknya menjadi anak nakal? Aneh!"

"Ini juga demi diri mu."

"Aku?"

***

"Dila, belakangan ini si Galih yang waktu itu ngancam mau nyebarin jika Rhea anak simpanan presdir, meminta nomor kontak mu pada beberapa anak kampus, gila!" ujar Friska.

"Wah parah!" sahut Diva sambil menepuk pelan pundak Dila yang masih asik memainkan ponselnya.

"Dia juga terang-terangan jika dia menyukai mu, parah banget sih ini," timpal Friska.

"Menyebalkan! Pantes belakang ini I sering dengar ada rumor mengenai I, kalau begitu caranya, bukan malah suka, malah jadi ilfeel!" gerutu Dila.

"Nanti juga bakal suka kok," goda Diva menyenggol pundak Dila pelan.

"What ever!"

"Rhea besok pulang, ya?"

"Iya, katanya sih, tapi nanti kita coba hubungi dia malam nanti, biar kita bisa ikut jemput dia di bandara lusanya," usul Friska.

"Ide bagus!"

***

"Kok Rhea tidak bisa di hubungi, ya?" ujar Friska kepalang khawatir. Bahkan dirinya mondar mandir di kamarnya.

Kedua temannya yang tengah rebahan di ranjang pun merasa jengah, "Ya sudah, tinggal kita besok langsung ke bandara saja," usul Diva tanpa berpikir.

"Diva kalo oon itu jangan ngajak-ngajak! Kita bisa saja ke bandara besok, tapi kita tidak tahu Rhea dan suaminya sampai d bandaranya pukul berapa, dan apakah liburannya di perpanjang, kita tidak tau," serobot Friska.

"Itu benar, kita harus bisa menghubungi Rhea dahulu untuk memastikan kebenarananya," timpal Dila.

"Apa jangan-jangan ...."

"Jangan nethink! Rhea pergi juga dengan suaminya, tidak mungkin suaminya mencelakainya," sela Friska.

"Iya kan siapa tahu? Eh, si Aris kelihatannya sudah bisa melepas Rhea, ya?"

"Kata siapa? Dia masih terus ngejar I buat bujuk Rhea, menyebalkan!" serobot Dila sambil duduk dan menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.

"Eh benarkah? Ku kira belakangan ini Aris menjadi lebih terbuka pada setiap gadis yang dia temui, maksud ku--dia menjadi lebih humble pada para gadis, tahu sendiri kan, waktu masih berpacaran dengan Rhea, Aris itu enggan sekali sama yang lain?" jelas Diva.

"Bisa jadi sih, tapi masa iya, apa jangan-jangan Aris menemui setiap gadis untuk di jadikan pelampiasan?" terka Friska.

"Bisa jadi juga."

"Kalian ini kenapa sih? Suka banget ngejulidin orang, balik ke topik awal, kita harus bisa menghubungi Rhea malam ini," ujar Dila.














Tbc

PERNIKAHAN KONTRAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang