EPILOGUE

6.9K 213 1
                                    

"Bunda! Lihat--lengan Adek di gigit Kak Azzam!"

"Kak, kamu sudah besar, dan masih saja menggoda adik mu itu!"

"Maaf Bun," sahut Azzam sambil terkekeh.

Azzam kini sudah menginjak remaja, usianya sudah hampir tujuh belas tahun, dan adik perempuannya berusia sebelas tahun.

"Nah, sekarang ayo habiskan sarapan kalian dan cepat berangkat ke sekolah!" titah Rhea sambil menghidangkan empat porsi sarapan.

"Bunda! Kak Azzam nakal sekali! Omeli dia Bun!"

"Kak ...."

"Sayang."

"Duduk lah dulu, Mas."

Arsyah menurut dan duduk di kursinya. Kini keluarga itu tengah menyantap sarapannya.

"Ayah, besok akhir pekan, aku keluar dengan teman, ya?"

"Pergilah, untuk uang jajan mu nanti Ayah akan kirimkan," sahut Arsyah.

"Sayang, hari ini saya akan pulang terlambat, tidak apa, kan?"

"Iya, Mas."

"Son, Kemarin Ayah bertemu dengan Mrs. Kelly, katanya kamu membuat putrinya menangis, benarkah?"

"Ah, i-itu Yah, hanya masalah kecil, a-aku juga tidak sengaja membuat Hani menangis," sahut Azzam.

"Tidak sengaja? Sungguh? Ayah pikir, kamu melakukannya dengan sengaja, kamu menolak Hana yang mencoba memberanikan diri mengungkapkan perasaanya pada mu?"

Azzam hampir tersedak nasi yang tengah di kunyahnya. Benar-benar tidak ada yang bisa menutupi masalah sekecil apa pun.

"Yah, i-itu dia melakukannya dengan tiba-tiba, dan aku hanya terkejut lalu tanpa sengaja m-menolaknya, memangnya Ibunya mengatakan hal apa saja mengenai ku pada Ayah?"

"Son ingin tahu? Penasaran, huh?" goda Arsyah sambil menaikan satu alisnya.

"Bukan begitu, hanya saja--ah, sudahlah, lupakan." Azzam hendak menyangkal, namun Ayahnya lebih pintar darinya, dan Azzam tahu hal itu, itulah mengapa dirinya selalu kalah jika berdebat dengan sang Ayah.

"Son, Ayah tidak mengajari mu untuk menjadi pengecut, benar? Jika kamu menyukai Hani, tinggal katakan, itu mudah jika di barengi dengan niat."

"Yah, bukankah umur ku masih terlalu muda untuk urusan begituan?"

"Ayah tidak akan melarang jika kamu menginginkan, tapi kamu harus tetap ingat batasan," timpal Arsyah lalu meminum air putihnya dan mengelap sekitaran bibirnya.

"Jika kamu merasa kesulitan, bicara pada Ayah, jika kamu merasa canggung, bicara saja dengan Bunda, untuk minta saran, kami berdua juga pernah mengalami masa muda sama seperti mu, pengalaman kami jauh lebih banyak. Terkadang menjadikan orang tua sebagai teman itu ada pentingnya juga, di kala kamu membutuhkan seorang teman, namun tidak memiliki seorang pun, kamu masih memiliki Ayah, Bunda, di sini yang mau mendengarkan kisah mu," ujar Arsyah sambil menatap sang istri yang masih sibuk memasang dasinya.

"Tapi--kalian selalu sibuk," gumam Azzam tanpa melihat kedua orang tuanya.

"Hubungi lewat ponsel, Ayah dan Bunda akan menyempatkan waktu selama yang kamu inginkan," sergah Arsyah.

***

"Om Daffa!"

Hap!

"Oh, hey anak manis, bagaimana sekolah mu hari ini, hm?"

"Lancar, Om. Di mana Bunda? Kenapa tidak menjemput Riri?"

"Bunda sedang sibuk, begitu juga dengan Ayah mu, jadi Bunda meminta tolong pada Om untuk menjemput mu," jawab Daffa.

PERNIKAHAN KONTRAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang