PK : Part Twenty Eight

4.3K 187 1
                                    

Rhea mendongak menatap gedung tinggi di depannya, meneguk salivanya kasar. Rhea tidak yakin untuk menjumpai suaminya.

Rhea dengan ragu memasuki kantor, dan tersenyum ketika mendapati meja resepsionis yang di huni dua karyawan, seorang pria dan seorang wanita.

"Selamat siang, Pak Presdir apa sedang sibuk sekarang?"

"Selamat siang juga Nyonya, sebelumnya Nyonya sudah membuat janji dengan Presdir?" ucap wanita itu ramah.

"Apakah perlu?"

"Tentu saja, Nyonya."

"Aku ke sini hanya sebentar saja, bisa beritahu dimana ruangannya saja?"

"Mohon maaf, kami tidak bisa memberitahu orang asing, itu sebuah pelanggaran, Nyonya." sahut wanita itu lagi.

Rhea mendengus kesal ketika pegawai ini tidak memperbolehkannya masuk, Rhea dengan segera menghubungi Arsyah, namun tidak diangkat walau sudah berkali-kali.

"Apa dia sibuk?"

"Untuk saat ini, beliau sedang meeting dengan salah satu koleganya."

Rhea berdecak pelan, "Bunda! Kita dimana, Azzam mau pulang!" rengek Azzam.

"Iya sayang, sebentar ya."

"Ibu Rheazura, bukan?"

Rhea memutar pandangannya ke belakang, dan mendapati seorang pria paruh baya yang tengah berdiri di depannya.

"I-iya," sahut Rhea gugup.

"Ini kali pertama anda datang ke kantor, mau bertemu dengan Pak Presdir?"

"I-iya, tapi kata pegawai di sini, aku harus membuat janji dan kebetulan dia juga sibuk, mungkin lain kali aku akan datang lagi," jelas Rhea sambil tertawa pelan.

"Kebetulan saya habis dari ruang meeting itu dan meeting juga baru selesai, mungkin Pak Presdir sudah berada di ruangannya, mau saya antar?" tawar pria itu.

"Boleh?"

"Tentu saja, mari!"

Rhea dengan gugup mengikuti Pria jangkung di depannya, Pria itu tersenyum sambil mempersilahkan Rhea masuk lebih dulu kedalam lift diikuti dengannya.

Ketika di lift, Rhea hanya bisa menggandeng sebelah tangan Azzam, untung saat ini Azzam tidak rewel.

Ting!

Lift yang di naiki Rhea membawa Rhea ke lantai paling atas, "Ruang Pak Presdir ada di depan."

"Terima kasih banyak, Pak!"

"Sama-sama, Ibu. Kalau begitu saya permisi, oh iya pesan saya kalau kapan-kapan ke sini lagi, katakan saja pada penjaga di bawah, kalau Ibu adalah istri Presdir," usul pria itu.

"A-aku tidak bisa melakukannya," tolak Rhea.

"Lain kali bisa di coba, oh iya, saya Trias, manager divisi pembelanjaan."

Rhea mengangguk mengerti lalu pria bernama Trias itu undur diri, pantas saja Rhea sempat bingung karena hanya Pria ini yang mengenalnya. Rhea baru mengingatnya ketika saat pernikahannya Arsyah mengundang beberapa manager perusahaan, termasuk Trias.

Rhea berjalan mendekati pintu besar itu dan mengetuknya pelan, sudah di ketuk lebih dari tiga kali, Rhea tidak juga mendapat jawaban, Rhea langsung saja membuka pintu itu, namun belum sempat membukanya lebar, Rhea melihat Arsyah yang tengah mengobrol dengan pegawai wanitanya. Rhea dapat tebak itu sekretarisnya, namun saat pernikahannya, Rhea tidak melihat wanita ini, mungkin sekretaris Arsyah yang baru.

Rhea terkejut ketika melihat wanita itu pindah posisi menjadi duduk di meja Arsyah, astaga! Itu perbuatan yang tidak senonoh!

"Apa-apaan dia, tunggu--roknya ketat sekali astaga, ini tidak baik bagi keberlangsungan pernikahan ku," gumam Rhea pelan.

Seketika pintu di buka lebar oleh Azzam, membuat Rhea sontak terkejut.

"Azzam, astaga!"

Dua manusia yang berada di dalam ruangan pun seketika mendelik.

"Hey, siapa kalian? Berani-beraninya memasuki ruangan pak Arsyah tanpa izin!" ujar sekretaris Arsyah sambil mendekati Rhea dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Maafkan kenakalan anak ku yang mengganggu kalian, aku ke sini hanya mengantar ini untuk Presdir," ujar Rhea sambil menyodorkan sebuah paper bag pada sekretaris Arsyah yang masih berdiri angkuh di depan Rhea.

Rhea mencibir ketika Arsyah yang tidak memperdulikan kedatangannya dan malah fokus menatap layar laptopnya.

"Apa ini, oh astaga--sebingkis cookies? Kamu pikir Presdir akan mau memakannya?"

Rhea yang mulai merasa jengah akan sikap sekretaris suaminya ini mulai memberi perlawanan. Rhea menatap sinis ke arah wanita itu, bahkan senyum tulusnya yang sedari tadi Rhea perlihatkan kini sudah tidak nampak.

"Keluarlah, sebelum saya memanggil security!" usir wanita itu.

Azzam sedikit merasa takut dengan wanita itu lantas memeluk pinggang Rhea.

"Hentikan! Ada apa dengan mu?!" sela Arsyah yang baru saja bersuara lalu menghampiri sang istri dan sekretarisnya.

Rhea menatap Arsyah tanpa arti dan tertawa sinis, "Aku datang ke sini dengan cara yang baik, maka aku juga akan keluar dari sini dengan cara yang baik pula. Kamu tidak perlu memanggil security untuk mengusir ku, lagian aku juga akan segera keluar. Aku di suruh Bunda untuk memberikan mu itu, katanya kamu menginginkannya," ujar Rhea sambil menunjuk sebuah paper bag di tangan wanita itu.

"Bunda," panggil Azzam.

"Aku permisi," ujar Rhea lalu hendak keluar, namun lengannya di tahan Arsyah.

"Tunggu dulu, kita bisa bicarakan hal ini."

"Tidak perlu, cukup tahu," tolak Rhea lalu keluar dari ruangan suaminya itu.

Bahkan saat di lift, Rhea tidak kuasa menahan tangisnya, Rhea tidak menjawab ketika ditanyai kenapa oleh Azzam. Rhea merasa kecewa pada suaminya, karena ketidak peduliannya. Dan lagi, sang sekretaris yang nampak mendekati suaminya itu.

"Bunda, Azzam akan memarahi nenek, karena nenek yang menyuruh kita ke sini. Jika saja nenek tidak menyuruh kita ke sini, Bunda tidak akan menangis," ujar Azzam kecil.

"Anak Bunda," ujar Rhea sambil memeluk Azzam.

Rhea bahkan sadar, biasanya Azzam akan memanggil Ayahnya ketika bertemu, namun tadi, jangankan memanggil, melihatnya saja Azzam sudah merasa takut.

"Azzam mau tidak janji sama Bunda?"

"Apa Bun?"

"Jangan beri tahu nenek dan kakek mengenai hal ini, berjanjilah untuk Bunda," ujar Rhea sambil menangkup kedua pipi tembam milik anaknya.

"Apa jika Azzam mau berjanji, Bunda akan berhenti menangis?"

"Tentu saja," sergah Rhea mantap.

"Baiklah kalau begitu, Azzam berjanji!" ujar Azzam antusias.

Ting!

Rhea segera bangkit dan mengusap wajahnya untuk menghindari tatapan aneh para karyawan yang secara kebetulan hendak menaiki lift.

Rhea menarik putranya untuk segera keluar dari gedung kantor itu.

***

"Rheazura, astaga! Ada apa dengan mu? Sayang, hey!"

Rhea menepis lengan Arsyah kasar, Rhea tidak sadar dirinya sudah lama duduk di bawah ranjang sambil menangis. Bahkan hari sudah menggelap. Sepulang dari kantor Arsyah, Rhea membujuk Azzam untuk menginap di rumah Bunda, Azzam yang seakan mengerti hanya bisa menuruti permintaan Bundanya.

Setelah mengantar Azzam, Rhea pulang ke mansion. Langkah kedua kakinya lunglai, dan dengan malas berjalan menuju kamar, setelah memasuki kamar Rhea menangis sejadi-jadinya. Dirinya sudah tidak kuasa menahan emosi menghadapi sikap Arsyah belakangan ini.

"Sayang, maafkan saya," ujar Arsyah masih bersimpuh di depan Rhea.

















Tbc

PERNIKAHAN KONTRAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang