xiii. manusia mahluk kompleks

3.9K 253 1
                                    


xiii. manusia mahluk kompleks

__

"Biar gue aja,"

Diko mengambil alih lemari yang memang tadi diperintahnya untuk didorong, namun bukan pada Luna ia menyuruh, ia menyuruh curut itu. Lihatlah apa yang Ilham lakukan sekarang, malah menganggu Meli yang sedang membersihkan meja-meja. Ck.

Akhirnya Diko mendorong lemari desain kayu itu, dibantu Luna di sampingnya. Tak kuasa ia menahan bibirnya untuk tetap lurus.

Kini semua bekerja membersihkan, sedikit mengubah dekorasi yang membosankan menurut bos mudanya itu. Dibantu oleh Laras dan Mahir yang baru saja bergabung dua minggu di sini untuk menjadi koki. Mereka sudah mulai dekat dengan Ilham dan Meli yang memang banyak bicara, namun tak dengan Luna. Luna selalu terasa membuat sekat dengan mereka meski masih mau menjawab basa-basinya. Bukan hanya pekerja baru, namun kepada para pekerja lama pun, bahkan kepada bos-nya.

"YUHUU BERES!!"

Ilham merebahkan dirinya pada lantai pastel bersih itu. Diikuti Meli yang memposisikan kepalanya di ketiak sang kekasih.

Luna yang sedang membersihkan atap tiba-tiba membawa tanganya untuk menggosokkan matanya.

"Jangan digosok."

Diko meraih dagu Luna dan mendekatkan bibirnya menuju depan mata Luna. Meniupnya pelan. Luna yang ada di depannya masih membeku tidak memahami situasi.

"EKHEM SERASA DUNIA MILIK BERDUA YA!"

Luna mendorong dada bidang Diko saat mendengar teriakan Ilham yang menggema seisi ruangan. Menundukkan pandangan dan berjalan menghampiri Laras yang sedang minum teh.

"Haha anjir kok cute banget sih gebetan lo Ko." kata Ilham yang berjalan mendekati Diko.

Diko tersenyum simpul sambil mengiakan dalam hati. Benar kata Ilham, Luna itu sangat lucu. Perhatian namun tak mau terlihat. Bisa segalanya: masak, bersih-bersih, stylish; bener-bener girlfriend material. Ah, beruntung sekali nanti yang menjadi suaminya. Dengan membayangkan bahwa ia orang beruntung itu, Diko tak kuasa menunjukkan senyum giginya.

"Kering tuh gigi!"

Diko merapatkan bibirnya, kali ini tersenyum simpul sambil melihat tiga wanita dan satu laki-laki yang tengah mengobrol itu di sebrang. "Punya gue itu." ucapnya, ada rasa yakin di hati untuk memperjuangkan wanita bergigi kelinci itu.

"Haha good luck, Bos!"

***

Suara benturan diikuti aduhan terdengar. Luna merasakan sakit dipunggungnya karena tadi habis berciuman dengan tembok.

Luna mendorong Sasya yang menciumnya brutal dan menyekapnya diantara tembok dan dirinya.

Dicekalnya tangan Luna yang membrutal menuju atas kepala gadis itu. Dirinya melepaskan pangutannya pada bibir dan beralih pada leher sang gadis. Dihisapnya kuat hingga Luna teriak kesakitan, bukan kenikmatan.

Lututnya sudah mulai meraba selangkangan Luna yang mulai melemah untuk memberontak. Ia tersenyum kecil, bagaimana pun tak ada yang bisa menolak sentuhannya. Dibawa tangannya untuk merobek kemeja putih Luna dengan dua kali sentakkan. Tangan yang tak lagi terikat pun berhasil mendorong Sasya.

Keduanya bernafas dengan terengah. Mata Luna menajam seperti elang. Sedangkan Sasya hanya diam dan menatap datar Luna.

Merasa Sasya mendekat Luna pun berlari ke arah pintu kos selepas mengambil asal jaket yang ada di sofa. Mencoba membuka pintu, namun tak bisa. Terkunci. Dirinya berbalik dan mengedarkan pandangan mencari benda satu itu yang tadi tak ia cabut.

"Nyari ini?"

Luna mengamati tangan Sasya yang memegang kunci yang ada gantungan hitamnya. Tangannya mengepal.

Luna berjalan mundur kemana saja, mencoba menjaga jarak dengan Sasya yang kian mendekatinya dengan santai. Mengabaikan tangan dan lehernya yang menjerit kesakitan karena tindakan Sasya tadi.

Senyum miring tercipta pada wajah Sasya ketika dirinya berhasil mengimitasi Luna hingga lawannya itu tak sadar digiring ke kasur dan terjatuh di sana.

Dengan segera ia mendorong kembali Luna yang dengan cepat ingin bangkit kembali. Luna memberontak. Dikeluarkannya dasi yang tadi sudah disiapkannya di kantong celana. Diikatnya lengan yang agak kasar itu.

"Lo kenapa!" tanya Luna sambil menarik bahunya dan berharap bisa menjauhkan mulut Sasya dari dadanya. Namun rasanya percuma.

Luna tak paham. Sasya menghilang selama dua hari setelah mereka makan malam diluar yang bisa dibilang romantis. Namun kini Sasya menyerangnya dengan sangat kasar. Ia tak pernah bertemu dengan sifat Sasya yang satu ini.

"Kau sudah basah sayang.."

Luna terus memberontak, sekuat mungkin ia merapatkan kakinya. Kendati dalam sekali sentakan Sasya berhasil membukanya.

Auangan terdengar ketika Sasya langsung memasukan ketiga jarinya. Bukan hanya jari, kini mulutnya tengah sibuk membuat tanda pada sekujur tubuh Luna yang mulai tak kuat untuk menolak. Tangannya yang menganggur langsung melepas ikatannya pada Luna.

Luna yang terus mendesah karena hentakan kuatnya membuat Sasya semakin semangat. Badan Luna bergetar dalam pelukannya. Nafasnya tersedat. Cairan keluar dari bawah sana. Sasya melepaskan rangkulan Luna pada lehernya dan bergerak menuju lubang cantik itu. Dibawanya mulutnya ke dalam sana. Menyedotnya dengan sangan dalam seakan tak ingin melewatkan sedikit pun cairan yang memabukkannya belakangan ini. Kedua tangannya melingkar pada paha Luna dan ditekannya sebulat yang menojol itu dengan ibu jarinya.

"Syahh..." desah Luna sambil satu tangannya mencoba mendorong kepala Sasya yang belum mau menjauh darinya.

Hingga kelama-lamaan kedua paha itu mengapit kepala Sasya. Badannya memaju mundurkan seakan ingin menambah kesan panas diantara mereka. Tangannya menjambak rambut hitam Sasya. Sasya memasukkan lidahnya sedalam yang ia bisa. Semburan keluar diikuti suara gonggongan yang sangat merdu di telinganya. Mulutnya secara otomatis menyesap kembali imunnya itu hingga habis. Dirinya bangkit dan mulai mencium Luna kembali.

Ia memundurkan diri ketika Luna menepuk bahunya cepat. Dilihatnya wajah Luna yang memerah dan nafasnya yang tak beratur. Sasya bangkit meninggalkan Luna yang masih terengah.

Taklama kemudian kembali menemui Luna kembali, diaturnya posisinya di atas tubuh gadis itu.

"AAA ... S-SYAHH...! UHH CRAZYHH!!"

Tangan Luna telah melingkar sempurna di leher Sasya sambil menyembunyikan wajahnya di bahu sang dominan. Vaginanya terasa sesak oleh benda asing panjang yang menanjap di intinya dan bergerak cepat sesuai dengan setiap genjotan Sasya. Ini gila, Sasya sudah berani menggunakan sebuah didlo untuk permainan mereka.

"SASYAAAA!" teriaknya sambil mendorong bahu Sasya menjauh. Sasya masih belum berhenti, ia masih belum mencabut benda itu darinya. Rasanya dirinya tengah melayang. Perutnya geli.

Sasya terus menyentakkannya dengan kasar, pikirannya kini penuh dengan pemandangan Luna dan Diko berciuman, tadi.

[]

[M] LunaSyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang