xxxiii. so fcking-

4.4K 243 17
                                    


xxxiii. so fcking
___

Luna berjalan lesu saat pulang dari kampus, hari Jumat yang cerah, namun tak secerah harinya. Dia langsung pulang ke kos, sesekali menghentikan langkahnya karena merasa ada seseorang yang mengikutinya. Ini apa lagi Ya Tuhan, lirihnya pelan.

Wanita itu mempercepat langkahnya agar sampai di kos lebih cepat. Setelah sampai dia langsung masuk. Tubuhnya menyender pada pintu yang baru saja dikunci.

Setelah beberapa saat barulah dia melangkah menuju kamar mandi. Tak henti-hentinya wanita itu terus menyabuni diri. Mencoba membunuh kuman dan bakteri yang menempel pada tubuhnya. Kegiatannya itu selesai setelah satu jam kemudian. Bibirnya membiru, dia mengigil. Dengan kekuatan ekstra dia mencoba melawan dinginnya tubuh yang menusuk. Memilah baju dan mengenakannya.

Tok tok. Luna menegang saat mendengar suara ketokan pintu. Dia tahu, bahwa itu bukanlah Sasya, karena wanita itu pasti akan langsung masuk sebab punya kuncinya.

“Luna, gue tau lo di dalem, keluar! Gue pengen ngomong!”

Lagi, suara teriakan itu membuatnya menahan nafas. Tubuhnya langsung bergetar. Luna bersembunyi di ujung ruangan dekat kasur. Kepalanya di tengkulupkan pada antara kedua kakinya. Mencoba mencegah suara itu masuk pada gendang telinganya.

Setelah puluhan menit akhirnya suara itu tak terdengar lagi. Luna menyender pada kasur. Memegang dadanya yang di dalamnya tak bisa tenang.

CEKLEK

Luna menahan nafas, menoleh. Huft. “Lo kenapa?” tanya heran Sasya saat memasuki ruangan melihat Luna terlihat seperti menyembunyikan tubuhnya, lagi.

Luna bangkit sambil menggeleng cepat. Dia berjalan menuju dispenser dan meminum air dengan sangat gegabah hingga tersedak.

Sasya mendekat dan menepuk pundak Luna pelan. “Lo kenapa sih? Sebulan ini aneh banget?” Kemudian membalikkan tubuh Luna. “Tiga minggu lalu juga lo berhenti dari kafé dan kantor. Why?”

“Gapapa,”

“Ga dapet duit dong lo.”

“Gapapa, masih ada lo.” balas Luna tanpa melihat Sasya.

Sasya hanya tersenyum gemas. “Akhirnya lo manfaatin gue juga! Ga sia-sia kan gue kaya.”

Luna mengangguk dan langsung berjalan menjauhi Sasya. Dia duduk di sofa. Sasya mengikuti.

Hanya ada suara dari tivi yang terdengar.

“Sya.” panggil Luna pelan.

“Hm,”

“Suruh berhentiin suruhan lo.” Sasya yang sedang memakan apel langsung tersedak. “Berhenti nyakitin orang yang ngobrol sama gue!”

“Gue peduli sama lo.” jawab Sasya setelah selesai dari batuknya.

“Lo obsesi.”

“Gue ngejaga, haru—”

“Lo. ga. akan. nyakitin.”

“Gue ga nyakitin. Mereka dapat balasan setimpal.”

Luna bangkit. “Setimpal? ... Sya, Alex cuman ngobrol sama gue, dan elo bikin dia kecelakaan, setimpal lo kata!?”

Sasya kini terlihat sangat tenang. Bernafas pendek dan memutar bola malas, kemudian dia menyamankan diri sambil melihat Luna yang kini terlihat emosi. “Bukan gue yang nyakitin dia.”

“Oke. Bukan. Lo. Tapi. Itu. Suruhan. Lo. Brengsek!”

Baru saja Sasya ingin mengangkat suara, namun suara telepon menggema dari ponselnya. Dia pun mengangkatnya.

Luna memperhatikan bibir Sasya, mencoba memahami. Namun yang Sasya katakan hanya, “Ok. Tunggu.” Lalu tersenyum kecil. Cih, mainannya yang lain kah?!

Sasya bangkit, mengacak rambut Luna sebentar. “Gue cabut dulu. Lo jangan kemana-mana.” Lalu mengambil jaketnya dan keluar dari kamar Luna.

Luna terbengong di tempatnya berdiri sekarang. Pusing menyertai kepalanya. Dia duduk dan memijat pelan keningnya. Menyenderkan tubuhnya pada sofa. Hingga tak terasa tertidur. Dengan air mata yang mengalir pada pipinya, ditemani oleh hujan yang mulai menerjang hati.

[]

[M] LunaSyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang