xxxvii. sesuatu di Jogja

3K 260 41
                                    

xxxvii. sesuatu di Jogja

___

Dua insan yang saling bergandengan mencoba membelah kerumunan pengunjung destinasi jalan Marioboro yang terlihat ramai walau matahari menjulang tinggi. Tak jarang mereka mampir dan membeli suatu barang.

“Gue pengen liat deh lo pake daster.”

Sasya mencibik. “Enak aja, apa kabar entar sama pesona gue.”

Luna hanya tersenyum, lalu membelinya. “Buat lo simpen. Siapa tau nanti kangen gue.”

“Ck. Pede banget sih lo jadi orang.”

Lagi, Luna tersenyum. Lalu menarik tangan Sasya.

Mereka kini berada dalam mobil dengan keadaan hening. Hanya suara dari player music yang memutar radio lokal. Sasya menatap Luna yang berada di balik kemudi. Ternyata mobilnya lebih seksi jika yang memakainya Luna.

Tiba-tiba saja suasana menjadi canggung ketika raff terakhir lagu yang tengah berputar keluar:

All of the things that I wish I could tell you
Every time when you're passing me by
I fall in love, there's something about you
I wish you were mine
And if I only could be there to hold you
It feels like I stop breathing when you're around
I'm in love, there's something about you
I wish you were mine, oh

“Lo tidur aja.”

Suara dari Luna memecah keheningan. Sasya menengok. Matanya sayu, memang tadi malam dia tak cukup istirahat. Dia pun mengangguk dan langsung mencari posisi ternyaman. Luna tersenyum kecil saat menyadari bahwa hanya butuh waktu 5 menit bagi wanita itu untuk terlelap.

***

“Serius lo bawa gue ke sini!?”

Luna hanya mengangguk dan melanjutkan perjalanannya menuju candi yang dikenal sebagai tanda bucin seorang pria.

“Gue udah sering ke sini, Lunn,” rengek Sasya yang masih membujuknya untuk pindah tempat destinasi.

“Gue akan kasih pengalaman yang beda.”

“Tapi gu—”

“—Yang tentunya akan lo suka. Gue jamin.”

Sasya terlihat menimang. Setelah beberapa saat kemudian dia tersenyum dengan sangat lebar. “Oke! Awas loh ya kalau enggak!”

Luna mengangguk, kemudian mengamit lengan Sasya. “Kenapa jalan balik dan datangnya dipisah?”

Sasya terkekeh, “Bohong kalau lo ga tau!”

“Gue cuman pengen tau menurut sudut pandang lo aja.”

Kini mereka melihat candi itu terasa sangat dekat. Senyum senang Sasya mengembang. “Karena biar ga berbentrokan. Kalau bentrok kan ribet. Akan ada yang tersakiti kalau lagi ramai banget.”

Luna mengangguk. Kemudian berlari meninggalkan Sasya. “Yang kalah nyetir pulang!”

“Yakk! Curang!!” Berlari menyusul Luna yang sudah lumayan jauh di depan.

Tawa keduanya menggelegar.

“Hahh. Lo, kalahh. Ha ha!”

Luna menyembunyikan senyum simpulnya dan berganti dengan mimik marah. “Lo aja yang larinya ga manusiawi!”

“Idih, ga sportif. Eh, tapi ada yang lebih ga manusiawi!”

“Apa?”

Sasya memegang kedua bahu Luna. Menatap wajah Luna intens. Dan memasang mimik serius. “Visual gue!”

[M] LunaSyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang