xxxi. again?

3.2K 232 17
                                    


xxxi. again?
___

Luna dengan semangat meletakan berbagai menu makanan yang dimasaknya pada ompreng besi khas Jakarta.

Dengan hati riang dan senyum cantik dia berjalan menuju halte, tak hentinya wanita itu memutar ulang lagu "Darari" dari Treasure itu.

Dia menaiki bus beberapa menit kemudian. Lalu duduk di kursi tengah dan menatap ke arah luar. Senyumnya tak bisa ditinggalkan. Ini sudah satu minggu sejak penculikan kemarin. Dia sengaja tak memberi tahu Sasya bahwa dirinya libur kuliah dan kerja.

Pikiran tentang Sasya yang terkejut melayang di benaknya. Membuatnya malah kesemsem sendiri. Oke, fix, pasti dia sekarang udah di cap orang gila sama yang liat karena dari tadi tersipu sendiri.

Luna pun turun di halte terdeket dengan apartemen Luna. Berjalan beberapa meter dan langsung melajukan langkahnya menuju tempat itu. Menaiki lift. Jantungnya berdetak tak normal di setiap langkah. Setelah sampai di depan apartemen Sasya dia masih berdiam diri. Mencoba menenangkan jantungnya yang terus memompa dengan brutal.

Huft~

"Tenang, Lun. Kaya biasa aja." ucapnya menenangkan diri sendiri.

Setelah beberapa menit baru lah dia memasukkan pin dan masuk ke dalam. Kakinya mematung saat mendengar suara samar. Jantungnya mulai berdetak lebih keras dari tadi. Dia meletakan rantangnya pada meja dekat pintu. Lalu melangkah dengan perlahan mendekati kamar Sasya. Senyum sudah sepenuhnya hilang dari wajah Luna.

Jantungnya melocos begitu melihat pemandangan itu. Kakinya terasa terpaku saat retinanya bertubrukan dengan retina Sasya.

Melihat Sasya yang berkeringat dan mendesah bukan di bawah atau atasnya membuat sakit pada hatinya terasa sangat menusuk. Apalagi pria itu terus saja menghentakan miliknya pada Sasya yang kini terlihat kebingungan namun tak bisa menahan suara kenikmatan.

Cukup.

Luna langsung berlari keluar. Saat dia akan menutup pintu terdengar suara gaduhan dari kamar sana. Begitu pintu tertutup tak ada suara apapun, senyap. Luna pun berlari menuju lift yang kebetulan terbuka. Seluruh penumpang menatap kebingungan pada Luna yang kini menangis.

Begitu lift terbuka di lantai terbawah, Luna langsung berjalan cepat dan menghentikan kendaraan umum apapun yang lewat. Hingga dia sekarang ada di sebuah taksi. "Tugu, Mas." Sang supir hanya mengangguk meski wajahnya nampak sekali pertanyaan.

Setelah membayar Luna langsung melajukan langkahnya pada sebuah penginapan. Menyewa satu kamar.

Kini hanya ada dirinya di sini. Tak akan ada satu pun yang akan menemukannya. Teringat sesuatu dia pun mengambil ponselnya dan meng-logout-kan akun google-nya dan mengatur mode pesawat. Lalu mematikan ponsel itu. Kini bener-bener ada dia sendiri. Lantas apa yang akan dia lakukan?

Tentu saja.

Menangis.

Lagi.

Harusnya Luna paham jika Sasya memperlakukannya dengan sangat baik belakangan ini karena wanita itu tak mau Luna lepas dari genggamannya. Harusnya Luna paham jika Sasya tidak menginginkan hatinya.

Luna tertawa remeh mengingat dirinya yang sangat bodoh dan gampang terbawa suasana.

Pantas kah dirinya merasa tersakiti ketika mereka memang tak punya hubungan apapun kecuali seorang fwb? Pantas kah dia merasa cemburu ketika Sasya memang punya mainan lain? Pantas kah?

Tak ada kah satu pun dari sikapnya yang bisa membuat Sasya jatuh cinta padanya? Apa yang kurang hingga dirinya tak pantas dicintai oleh Sasya? Apa? Bisakah seseorang menjawabnya?

Dia hanya ingin dicintai oleh Sasya, cukup berat kah permintaannya?

Apa diriku terlalu tidak tau diri jika mengajukan permohonan itu?

Aku tak tahu harus apa, apa yang kau lakukan ketika sedang patah hati?

Bagaimana kau mengatasi patah hatimu?

Saat duniamu terasa runtuh dalam sekejap.

Saat kau sudah jatuh sedalam mungkin dalam pelukannya.

Saat ia memberikan perhatian hingga kau melupakan batasan.

Bisa kah seseorang mengatakan bahwa aku tak bersalah?

Benci memikirkan bahwa aku telah jatuh cinta terlalu dalam,

Tidak berani berhenti dan memikirkan semuanya,

Rasanya ingin lari secepat yang aku bisa, hingga angin pun kalah pada kecepatanku.

Kesakitan yang tumpah seperti larva yang turun dari merapi,

Tak cukup waktu untuk bersembunyi dan lari dari bencananya,

Dan sekarang apa yang harus aku katakan?

Bagaimana cara menyembuhkan patah hati ini?

A-aku lelah bermimpi...
A-aku lelah untuk tersakiti...
Tak ada kah dunia tanpa adanya rasa sakit?
Tolong ... t-tolong tunjukkan padaku tempatnya ....

[]

[M] LunaSyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang