xxxviii. maaf, si sulung ini menyerah. 2020
___
♪
coldplay - let somebody go___
Bulu kunduk Luna meremang meski sudah memakai jaket tebal. Suasana bandara malam ini sangat dingin. Dirinya masih diam sambil termenung. “Sudah tepatkah keputusan yang aku ambil?”Terkadang sangat sulit untuk mengambil keputusan ketika hati sudah ada yang punya. Seakan dunianya berpusat kepada orang spesial itu. Namun, apa yang bisa dia harapkan dari seseorang yang bahkan untuk jatuh cinta saja, sulit.
Hati wanita itu terlalu beku untuk Luna cairkan. Pemikirannya juga terlalu rumit untuk dia uraikan.
Apa yang bisa Luna harapkan dari jatuh cinta pada orang yang tidak percaya akan cinta? Bertahan? Tentu saja tidak. Bisa-bisa dirinya mati terlebih dahulu sebelum berhasil membuat dia bertekuk lutut di hadapannya.
Tiga minggu yang lalu, tepat setelah dia keluar dari kampus yang kelulusannya 4 semester lagi, dia menjual rumahnya, dengan bantuan dari Lala. Tidak perlu memerlukan waktu lama untuk dilirik para investor tanah, karena memang rumahnya berada di daerah yang cukup strategis.
Di dunia ini, Luna tinggal sendiri. Dia diperintah untuk berjuang sendiri tanpa adanya seseorang yang bisa menopang bahunya ketika lelah. Memeluk dirinya ketika sedang gundah. Meramalkan kata-kata penenang ketika dia sedang tak percaya pada diri sendiri, pun dunia. Tidak ada alasan untuknya tetap bertahan pada negara yang hanya memberinya lara dan trauma.
Apa yang bisa diharapkan dari seseorang yang rasa nasionalisme bangsanya sudah sangat pudar? Dia bahkan 'takkan sanggup untuk disuruh menetap pada kota dan tempat yang pernah dia singgahi. Begitu banyak hal yang membuatnya sangat membenci kota ini. Berbagai ingatan tragedi yang runtut menikamnya tak sanggup membuatnya untuk merasa berharga.
Bagaimana pun darah yang sudah tumpah tak akan bisa kembali pada sang pemilik. Kertas yang sudah tertulis, akan sulit untuk dikembalikan polos. Serta jiwa yang sudah ketakutan akan pelik untuk dipaksakan.
Harusnya ini mudah. Dia hanya perlu meninggalkan seluruh hal tentang semua hal di negara ini dan berlabuh ke negara lain. Tugasnya hanya perlu untuk menahan perasaan yang mungkin akan membuatnya lumpuh karena merindukan seseorang yang begitu kejam menikam, mencabik dan sekaligus menghangatkan.
Luna terkekeh kecil, bagaimana bisa dia membuatnya merasakan lara dan asa di waktu bersamaan? Bukan kah itu terlalu hebat? Apakah semua orang yang berkepribadian psikopat benar-benar bisa mengendalikan perasaan orang lain?
Luna kira psikopat hanya ada pada film dan novel saja. Karena itu sungguh tak masuk pada sisi kemanusiaannya. Itu terlalu kejam. Melanggar moral dan HAM. Namun, mengapa dirinya begitu tak bisa melaporkan Sasya pada pihak yang berwajib? Selemah itu kah sisi kemanusiaannya? Atau, perasaannya lah yang terlalu kuat pada gadis dimple itu?
Ah, seharusnya Luna sadari sedari awal, bahwa mereka hanyalah dua orang asing yang saling bertemu. Terlalu singkat hingga bodoh karena percaya saja tanpa tau sifat masing-masing. Luna fikir, dia sudah tau seluruh karakter Sasya. Namun dia salah, karena kenyataannya, dia sama sekali tak mengenal seseorang yang telah mencuri dunianya.
Sebongkah kenangan jalan-jalan tadi membuatnya tersenyum kecil. Dia tak menyangka itu akan lebih menyenangkan, meski sedikit melenceng dari tujuan awal. Baiklah, awalnya dia hanya ingin membuat Sasya secapek mungkin dan berjalan-jalan dengannya, karena dengan itu para pengawal Sasya pun tak bertugas jika dirinya berada di sekitar Sasya.
"Aku pasti akan kangen kamu!"
Luna menoleh, suara teriakan sedih itu mencuri atensinya yang tadi masih menutup mata. Di sebrang sana, sejauh 10 meter ada sepasang muda mudi yang tengah berpelukan. Mungkin mereka sepasang kekasih yang akan menjalani hubungan jarak jauh (?)
Luna tersenyum ketika melihat sang pria menangkup pipi sang wanita yang terlihat menangis. Entah berbicara apa, namun kini wanita itu berhasil tertawa dan kembali memeluk pasangannya.
Luna menghela nafas, “Andai ada yang memperlakukan ku begitu juga...” gumamnya pelan. Pandangan menuju sepatu putih yang sedikit lusuh yang selalu setia menemaninya.
Suara pengumuman panggilan untuknya segera memasuki pesawat terdengar, karena pesawat dengan model itu yang akan Luna naiki. Luna pun bangkit, menutup matanya sebentar lalu menghembuskan nafas dengan pelan. Matanya lurus menatap ke depan dan kakinya mantap melangkah menuju pesawat yang kini tak terlalu ramai penumpang. Dengan segera pesawat menyebrang dan meninggalkan kota yang pernah didambakan untuk merajut ilmu. “Selamat tinggal.”
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
[M] LunaSya
Teen Fiction[ Lunatic Series #1 ] Dua wanita dengan kepribadian sama saling memutuskan untuk menjadi pemuas satu sama lain. Jika Luna membutuhkan Sasya maka Sasya akan segera meluncur ke tempat wanita bergigi kelinci itu, pun sebaliknya. Kegiatan itu berjalan...