xvi. tidak tahu

3.3K 250 9
                                    

xvi. tidak tahu

___

Luna kembali masuk dalam ruangan Pak Ciko dengan hati berdebar. Ia tak tahu mengapa atasannya itu sangat terlihat sangat sinis setiap melihatnya. Meski memang terkenal sinis namun tatapan padanya sangat berbeda. Mengerikan.

“Ada apa, Pak?” tanyanya setelah duduk. Wajahnya terangkat tegap. Mencoba berbicara dengan mata memandang.

“Silahkan diminum dulu.”

Luna menyatukan kedua alisnya. Dilihatnya sebuah botol Aqua. “Maaf?”

Ciko meletakan map yang tadi sedang dibacanya. “Minum.”

“Ga usah, Pak. Tadi saya sudah minum.”

Ciko berdecak. “Sama atasan tuh nurut. Minum!”

Luna akhirnya meminum air sedikit. Ciko yang tak tahan langsung mencengkram botolnya hingga airnya meluber dan Luna terbatuk. Ciko tersenyum miring. Berdeham. “Liat ini laporan kamu, kacau!”

Luna masih menguasai batuknya. Sekarang hatinya sedikit was-was. 'Ada apa dengan Pak Ciko?'

“Aneh bagaimana, Pak?”

Ciko bangkit dan melepas dasinya. Berjalan ke arah jendela. “Cek saja.”

Luna yakin bahwa sudah benar, malah ia sudah minta tolong Mbak Lastri untuk memeriksanya. Dirinya tak paham dimana letak kesalahannya, meski sudah baca berulang-ulang.

Tiba-tiba saja badannya terasa sangat panas. Keringat mulai bercucuran. Sial. Ia sangat tau efek ini. Sasya sering mencekokinya dengan ini. Dengan cepat ia pun bangkit.

“Mau kemana, Sayang?”

Luna sangat ingin menampar Ciko yang sangat dekat dengannya. Ia menghempaskan tangannya dan berjalan ke pintu. Namun Ciko menahannya.

Lelaki itu memaksa menciumnya. Luna memberontak sekuat yang ia bisa. Masih mempertahankan mulutnya agar tak terbuka. Efek dari obat perangsang itu semakin tinggi sehingga mencoba mengikis akal sehatnya. Tangannya kini mencoba meraba apa saja yang ada di atas meja.

DUG

Ciko terhunyung setelah vas bunga itu mendarat di kepalanya. Luna segera bangkit dan keluar dari ruangan. Mengambil tasnya dan langsung kabur dari tempat itu, mengabaikan Lastri yang memanggilnya kencang.

Luna terus berjalan sambil mengancingkan kemejanya yang dua teratasnya sudah terbuka. Tubuhnya bergetar, antara takut dan panas. Sesekali berhenti karena tak tahan dengan panas yang meminta dikeluarkan.

Sekarang Luna sudah sampai kos. Masuk dalam kamar mandi dan menyiram dirinya dengan air sebanyak mungkin. Namun tak kunjung juga hilang. Ia pun akhirnya keluar dan mengambil ponselnya. Menelepon seseorang, setelahnya memeluk dirinya sendiri yang sudah basah oleh air tadi, ditambah keringatnya yang semakin keluar banyak.

Begitu suara pintu terbuka terdengar, Luna langsung bangkit dan menyerang bibir Sasya. Wanita itu terkejut dan belum membalas lumatannya. Hingga akhirnya ia membalas sapaan anti-mainstream dari lawannya itu.

Dibukanya kemeja Luna oleh tangan Sasya. Meski heran kenapa basah namun nafsu sudah menguasainya. Ia pun melemparkan kemeja itu, mendorong tubuh Luna ke kamar dengan pelan. Hingga tubuh itu jatuh ke atas kasur.

Pemandangan Luna yang basah plus berkeringat dan rambut acak-acakan sangat membuatnya semakin bergairah. Ia pun kembali menyerang Luna. Dibawanya mulut pada dada Luna. Kulit Luna sangat terasa panas pada tangan dan bibirnya. Luna mendesah, mendorong kepala Sasya untuk semakin dalam.

“S-syahh bawahhh!”

Sasya menurut meski sedikit terheran. Ia pun langsung melepas celana jeans Luna dan menanggalkannya, setelah itu kembali memasukan mulutnya pada dada Luna.

“Masukin!”

Sasya mengangkat wajahnya, menatap si wanita oval. Luna menangis, memohon untuk dimasuki. Dengan hati heran ia memasuki inti Luna dengan ketiga jarinya dan menggerakkan dengan cepat. Luna menarik lehernya dan menyembunyikan wajahnya. Sedangkan Sasya hanya mengerjakan tugasnya. Entah kemana nafsu setannya pergi. Yang jelas dirinya kini tengah terheran dengan sikap Luna.

Cukup lama hingga akhirnya Luna mendesah panjang. Lehernya masih dikunci oleh lengan Luna. Ia dengan perlahan mencabut jarinya dan mengelapnya pada seprei.

Hening menerpa.

“Lun?”

Luna akhirnya melepas pelukannya. Berjalan mengambil hoodie dari lemari. Kemudian mengambil segelas minum dan menegaknya hingga habis. Lalu kembali ke kasur.

Mendorong Sasya hingga terlentang dan masuk dalam pelukan gadis itu. Menenggelamkan kepalanya pada dada Sasya. “Biar gini dulu ya.. please..” pintanya masih dalam pelukan.

Sasya mulai merilekskan tubuhnya. “Lepas dulu.” Luna menggeleng. “Biar nyaman,” Akhirnya terlepas, kemudian ia membawa Luna kembali dalam pelukannya. Diusapnya lembut kepala Luna.

Kemudian mereka tertidur bersama dalam satu pelukan. Dan ini adalah, pertama kalinya Sasya hanya memainkan satu ronda dalam kisah seksnya. Seluruh kisahnya.

[]

[M] LunaSyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang