xxxiv. revenge___
Sasya tersenyum pada pria yang sedang menunggu di depan pintu istimewanya, tempat menyambut para tamu yang membuatnya penasaran dan mengeluarkan hasrat. Dia berhenti di depan pria kepercayaannya itu. “Gimana?”
“Telah siap diajak bermain, Miss.” jawab pria itu sopan.
Sasya mengangguk. “Alkohol memang segalanya.” gumam pelan Sasya. Kemudian tersenyum dan masuk ruangan.
Pria tinggi itu mencoba melepaskan borgol yang melingkari kedua tangannya. Suara erangan terdengar karena kini mulutnya tertutup lakban hitam. “Udah lama banget kayanya kita ga main, ya?”
Pria itu semakin beringas, mencoba bangkit dan mungkin jika bebas ia akan langsung mencekek Sasya hingga kehilangan nafas.
Sasya masih mengamati Diko yang menatapnya tajam. Merasa bosan dia pun langsung menarik lakban itu hingga Diko mengaduh kesakitan. “Brengsek! Lepasin gue!”
Sasya tersenyum. Mendekatkan telinganya ke depan wajah Diko. “Apa?”
Diko semakin geram. Ingin rasanya dia mengigit tulang rangu wanita itu. Namun terlambat, kepala gadis itu sudah ditarik kembali.
“Gimana kalau kita main dulu?”
Sasya berjalan pada lemari, memilah senjata yang akan digunakan. Kali ini pilihannya jatuh pada sebuah pisau kecil yang terdapat sisa darah yang sudah mengering, sebuah tang dan beberapa pisau dapur.
Diko yang melihat hanya menelan ludah. “Lo ga mungkin bunuh gue kan?! Gue orang yang pernah cinta lo setengah mati!”
Sasya tertawa dengan sangat anggun. “Mimpi? Bokap gue sendiri aja ga gue kasih ampun.” terangnya yang berhasil membuat wajah Diko kian pucat.
“Kalau jawaban bener, lo selamat dari mainan cantik gue, kalau salah ...” Sasya menggelengkan kepalanya di kalimat terakhir. Mengabaikan penolakan dan makian Diko, lalu kembali berujar. “Ok, pertama, taruhannya jari manis: lo tau kenapa ada di sini?”
“BANGSAT LO GILA!” jawab Diko melenceng.
“Uh, salah.”
“BANGSAT!!!” teriak Diko saat Sasya memontong jarinya dengan tang. Air mata keluar dari kelopak tebal pria itu. "ANJING!!!” Pria itu kembali teriak saat Sasya kembali memotong jari tengahnya.
Sasya tersenyum melihat darah yang mengalir. “Itu buat lo karena udah brengsek ke Luna.”
Meski mata Diko sudah berair, lelaki itu tersenyum mengejek pada Sasya. “Jadi lo tau?” Pria itu tertawa puas. Membuat Sasya menatap datar ke arahnya.
“Pertanyaan ke dua, taruhan paha: Ingin mengaku atau tidak?”
Diko berdecih, tawa remeh terdengar. “Ngaku kalau dia nikmatin permainan gue? of course. Let's pl— BAJINGAN!!”
Diko kembali mengumpat ketika Sasya menancapkan sebuah pisau di paha kanan dan kirinya. Pria itu mengigit bibirnya, matanya sudah sangat merah.
“Gimana bisa lo S-2? Pertanyaan gampang aja ga bisa lo jawab.”
“Lo—AKH!”
Darah keluar dari mulut Diko ketika Sasya menusuk tepat di perutnya. Dengan terbatuk Diko kembali berujar. “Selain gila sex, lo juga psikopat, lo beneran gila!”
Ujung bibir Sasya terangkat. “Masih bisa muji gue, hum?”
Mata Diko terbelalak. “Lo beneran gila. Gue seneng ga biarin Luna sama lo—Aghh” Pisau yang menggores pipinya membuatnya berdesis. Diko masih bisa tersenyum, membuat Sasya mengeratkan pegangannya pada pisau yang dipegang. “Lo tau? Bentar lagi gue bakalan jadi ayah ... uhuk,” Diko kembali batuk darah ketika Sasya menikam perutnya lagi. “ ... G-gue sama L-Luna bakalan jadi keluarga!”
Jlebb
Suara tusukan diikuti suara teriakkan yang semakin melemah memenuhi ruangan. Sasya melihat Diko yang sudah menutup matanya. Pisau tertanam tepat di jantung pria itu.
“Ah, kenapa gue kebawa emosi, sih. Jadi cepat, kan.” sesalnya ketika menyadari Diko sudah tak bernafas.
Dia berjalan ke wastafel dan membersihkan tangannya. Membuka sapu tangan yang selalu dipakai ketika mengeluarkan hasrat itu. Lalu keluar, “Beresin. Taro di tempat sembunyi yang bisa ditemuin warga. Tinggalin tanda seperti biasa.”
Pria yang berdiri di depan pintu itu hanya mengangguk dan mencondongkan badannya. Sasya kembali berjalan ke arah kamarnya.
Sasya duduk sambil memperhatikan jendela yang memancarkan sinar matahari. Terdapat kerutan di dahinya. Jarinya mengetuk udara dengan ritme yang kian cepat. Mengakhiri kegusaran dia pun menelepon seseorang, “Ikutin dia.”
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
[M] LunaSya
Teen Fiction[ Lunatic Series #1 ] Dua wanita dengan kepribadian sama saling memutuskan untuk menjadi pemuas satu sama lain. Jika Luna membutuhkan Sasya maka Sasya akan segera meluncur ke tempat wanita bergigi kelinci itu, pun sebaliknya. Kegiatan itu berjalan...