xxxix. DIYogyakarta, Indonesia. 2026

3K 282 10
                                    

DIYogyakarta, Indonesia. 2026

"Maaf, Miss. Seperti yang kita tahu Jepang itu terkenal dengan Hutan Aokigahara. Mungkin Nona Luna sudah te ... "

Crangg

" ... Berhenti mengatakan omong kosong! Kerjakan saja tugasmu."

Pria berkacamata hitam itu hanya diam memperhatikan pajangan kaca yang sudah tak berbentuk karena dilempar oleh sang majikan yang seperti kehilangan nyawa selama 6 tahun terakhir. Lalu dia berpamitan dan keluar dari ruangan hitam tempat bosnya bekerja. "Saya permisi, Miss."

Sedangkan Sasya masih mengamati beberapa kertas yang berisi laporan kegiatan Luna. Matanya sudah tak secerah dulu. Jika saat itu dingin, mata itu sekarang lebih ke tidak semangat hidup. "Kemana kamu, Lun?" tanyanya frustasi sambil melempar laporan yang tidak berguna.

Dia mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Tak lama orang itu sudah mengetuk pintunya dan masuk ke ruangannya.

"Duduk Zyan." Zyan—pria kepercayaannya-langsung menurut. Dan duduk di sebrang meja.

"Coba ceritakan tahapannya, dari awal."

Zyan mengangguk. Melepaskan kancing jasnya terlebih dahulu sebelum berbicara hal yang sebenarnya sudah ribuan kali dia sebutkan. "Kami hanya bisa melacak kejadian satu tahun lalu dan tahun pertama, Miss. Saat terakhir Nona Luna ada di Indonesia dan melakukan penerbangan ke Jepang. Lalu di tahun ke lima Nona Luna yang bulak-balik Jepang - Belanda. Setelah itu tak ada lagi data yang bisa kami temukan."

Luna menyenderkan tubuhnya. Kedua tanganya saling bertaut dan mengetuk udara berirama. "Takkau cari tempat tinggalnya di sana?"

Zyan menggeleng lemah. "Sudah kami upayakan sebisa mungkin, Miss." Pria itu menatap prihatin pada bos yang sudah bersamanya selama 10 tahun. "Miss, mungkin Nona Luna sudah tid ... "

" ... Keluarkan kata itu, kau yang akan tak ada."

Pria itu bungkam. Lalu mengecek jam tangan rolex-nya. "Sudah waktunya untuk terapi, Miss."

Sasya menatap Zyan dan jam di mejanya bergantian. Menghela nafas panjang dan bangkit dari kursi. Meninggalkan Zyan yang mengikutinya di belakang.

Saat itu, sejak dia terbangun dan Luna tak ada di sekitarnya dia biasa saja, karena mungkin Luna berangkat ke kampus, pikiranya. Namun setelah beberapa hari Luna tak terlihat. Hingga dia pun menyuruh bawahannya untuk mencari posisi gadis itu. Langsung ketemu, menurut data yang di dapat dari paspor sang gadis, ternyata menerbangkan diri ke Negeri Bunga Sakura. Diaa pun lantas segera menelusuri kampus dan rumah gadis itu. Ternyata sudah tak ada, sudah keluar dan sudah terjual.

Bukan hanya itu, dirinya kembali terkejut saat memeriksa cctv dan memperlihatkan Luna masuk ruangannya dan keluar dengan air mata berlinang. Jantungnya terasa mati saat itu. Lantas dia langsung menembak pengawal yang bertugas menjaga, karena tidak becus!

Satu tahun pertama, Sasya membabi buta dengan membunuh banyak orang sampai hampir tertangkap polisi. Hingga Zyan membujuk dan memberitahunya bahwa salah satu alasan Luna meninggalkan dirinya adalah sikapnya itu, sikap kejamnya. Sasya lantas saja langsung membenci dirinya sendiri. Dia terpuruk dengan sifat yang dahulu sangat dia banggakan karena tak kenal rasa, menyebabkan dirinya kuat dan tak terbantah. Namun ternyata itu menjadi salah satu penyebab bencana terhebat menerpanya.

Melihat wajahnya yang kelelahan, entah mengapa membuat Sasya tak ingin menyentuhnya. Maka dari itu, dia bermain lagi dengan orang lain, karena sekali lagi, benar kata Diko saat itu, dirinya gila akan seks. Itu terjadi begitu saja, tanpa pernah bisa dia tahan. Namun kini dia sama sekali tidak berminat berhubungan dengan siapapun. Hatinya telah beku dan terkunci. Pula, entah kemana nafsunya melebur, hingga sampai saat ini dia tak pernah bercinta dengan orang lain.

Menyadari mencintai seseorang setelah orang itu pergi sangat berat. Kenapa dia harus menyadarinya ketika gadis itu sudah menyerah dengan hidupnya? Kenapa?

Meski kini sikapnya sudah tak sebrutal dulu, namun tetap saja, naluri untuk bersenang-senang itu selalu muncul. Sulit untuk menghilangkan kebiasaan yang sudah menjadi hasratnya. Darah dan jeritan adalah surga baginya.

Jika dahulu dia mengeluarkan hasrat itu untuk bersenang-senang.
Kini dirinya membunuh untuk menghilangkan sakit. Sakit saat ditinggalkan olehnya. Bagaimana bisa dirinya ditinggalkan? Karma kah ini semua?

Sekarang Sasya sudah selesai konsultasi dengan ahli kejiwaan yang terbaik dalam bidangnya. Bersiap untuk pulang. "Apa benar-benar tak ada laporan tentangnya?"

"Betul, Miss. Sama sekali tidak ada."

Sasya hanya mengangguk dan masuk pada mobilnya. Dia menjalankan kendaraan roda empat itu menuju kawasan utara dari kota Jogja. Kini matanya meratapi berbagai sisi candi dan jalan. Lalu membawa langkahnya menuju tempat dulu mereka menikmati senja bersama-yang ternyata untuk terakhir kali.

Sasya duduk di tempat itu. Tempat yang sama persis dengan duduknya dulu. Dia memejamkan mata, tak terasa bulir air mulai keluar dari matanya yang cantik. "Ternyata cinta lebih rumit jika kamu menghilang, Lun.. Please comeback..." Sasya membuka matanya, menatap langit biru yang cerah, panas yang keluar tak dia hiraukan. "i love you, aku akan menunggumu. Jika pun kau sudah tak ad ... " Sasya menggigit bibir dalamnya guna menekan rasa sakit yang menusuk jantung. "aku takkan cari yang lain. I'm yours..."

[]

[M] LunaSyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang