xxvi. undersky

3K 256 19
                                    


xxvi. undersky

___


blue and grey - bts
___

Satu bulan telah berlalu, namun kesedihan masih memeluknya dengan erat.

Luna tak paham, yang dia tau hanya hatinya masih terasa sangat nyeri. Seperti tertusuk oleh hujan pisau yang kapan saja bisa membunuhnya. Harinya berjalan seperti biasa meski dalam hati terasa sangat gelap.

Kini wanita itu tengah berjalan selepas pulang dari kantor. Pekerjaan semakin banyak membuat dirinya pusing saja. Boleh ga sih dia hidup jadi debu saja. Yang ga perlu memusingkan hal-hal berbau dunia, cukup berterbangan ke mana saja. Jika debu hilang tak akan dicari sampai ke pelosok, kalau manusia?

Kyla sangat egois, menyuruh dirinya untuk tetap bertahan, namun meninggalkannya. Sama sekali tak mendampingi. Jika dulu gadis itu alasan terkuatnya untuk hidup, lantas sekarang dia harus menggunakan alasan apa lagi?

Hutang yang semakin menggebu minta dilunasi, tugas dosen yang tak dia kerjakan, keriuhan di kantor, sukses membuat pertahanan dirinya terkikis. Pikirannya sudah tidak waras jika melihat sungai, pantai, gedung, bahkan segulung tali.

“Lama.”

Luna yang sedang menutup pintu kos menoleh. Terdapat Sasya yang sedang menonton tivi. Luna langsung melaju ke kamar mandi, tak menjawab pertanyaan Sasya. Suara gemercik air terdengar.

Sasya mulai tak nyaman, pasalnya gadis itu sudah ada di kamar mandi lebih dari 30 menit. Bukan waktu seperti biasanya.

Membuang ego, Sasya pun berjalan ke kamar mandi. Dia mengetuk pintu itu. Tak ada jawaban. “Lun?” panggilnya final.

Sasya mengetuk dan memanggil secara berirama. Berpola, setiap satu menit sekali.

ceklek

Sasya bernafas lega ketika Luna keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit. Dia pun tersenyum dan memberikan Luna jalan.

Wangi sialan, membuatnya ingin menerkam gadis itu. Matanya mengamati lamat Luna yang sedang memakai kaus oversize-nya.

Ah, dia tak tahan.

Sasya segera menghampiri Luna dan mendorong tubuh itu ke kasur. Menciumnya langsung. Matanya terpejam. Namun dongkol terasa karena Luna tak kunjung membuka mulutnya. Sasya melepaskan ciuman. “Lo kenapa sih!?” Menenggelamkan wajahnya pada ceruk Luna. “Sebulan terakhir juga lo kaya ga ada nafsunya. Bosen sama gue?”

Sasya mengangkat wajahnya, “Kalau bosen tuh—” Sasya terbelalak. “Lo kenapa nangis?”

Luna mengalihkan pandangannya ke samping. Dan entah mengapa emosi Sasya langsung meredam melihat Luna yang menangis tanpa suara. Wajahnya datar, namun air mata mengalir dari kelopaknya.

Keadaan hening selama beberapa menit. Sasya membiarkan Luna yang kini masih menangis juga. “Sya..” Sasya menengok mendengar suara berat Luna. “Kenapa?”

“Gue minta peluk, boleh?”

Sasya pun langsung memposisikan diri, tiduran di samping Luna. Membawa kepala Luna ke dadanya. Mendekapnya dengan erat. Bahu Luna mulai bergetar hebat. Suara terdengar meski kecil, namun lebih baik dari pada tadi. Semakin kecil suara tangisan, tenggorokan akan semakin sakit nantinya.

Suara dari detik jam terdengar. Dengan sedikit ditambah suara tangis yang memilu. Sudah lebih dari lima menit namun pelukan Luna semakin mengencang. Sasya membiarkannya, tangannya bertugas membelai rambut Luna dengan ritme teratur. Hingga lama-kelamaan agaknya nafas Luna mulai ikut teratur. Sasya memanggilnya sekejap, namun tak ada balasan. Dia pun melepaskan pelukannya dengan pelan. Menyelimuti Luna kemudian bangkit dari kasur.

Sasya mengangkat teleponnya dan menunggu balasan dari sebrang. Setelah tersambung dia pun langsung berkata, “Cari tau hal apa aja yang gue lewatin tentang dia. Secepatnya.” Kemudian langsung mematikan telepon tanpa menunggu balasan dari sebrang.

Sasya mengamati wajah Luna yang matanya membengkak, hidungnya kembang-kempis dan bibirnya yang diam. Ternyata mata panda gadis itu semakin parah, terbukti dari hitamnya yang menyebar.

Wanita ber-dimple itu kemudian kembali berbaring di samping Luna. Dia menyusupkan tangannya pada belakang leher Luna kemudian membawa kepala itu agar nyaman diperlukannya. Kini matanya terasa berat. Sasya mengecup pucuk rambut Luna. “Good night,” ucapnya sebelum menyusul Luna ke alam mimpi.

[]

[M] LunaSyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang